
©Ahmad.bal
Banyak peserta terkejut ketika Made ‘Bayak’ Muliana mengeluarkan kantong plastik berisi sampah dan meletakkannya di atas meja. “Ini yang saya temukan ketika tadi berjalan beberapa meter saja. Itu pun hanya di sebelah kiri,” terangnya. Pemuda Bali yang dikenal sebagai pelukis ini menyampaikan kekesalannya dalam program utama Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) Kamis (2/10) lalu di Indus Restaurant bertajuk “A Creative Change”.
“Ketika banyak turis datang, yang kita pikirkan hanya bekerja sekeras mungkin untuk mendapatkan dolar sebanyak yang kita bisa. Kita lupa bahwa kebudayaan dan lingkungan adalah hal yang harus dipikirkan keberlangsungannya,” ujar Made. Menurutnya, hal ini yang kemudian menimbulkan budaya konsumerisme. Dahulu kala, makanan yang dijajakan dikemas dengan bahan-bahan organik, semisal daun pisang. “Sekarang semuanya serba plastik,” tambahnya.
Inilah yang menginspirasinya membuat gerakan “Plasticology”, gabungan dari kata “plastic” dan “ecology”. Gerakan ini melakukan kampanye untuk mengelola sampah plastik agar tidak merugikan bagi kelestarian lingkungan. Ia pun memperlihatkan slideshow berisi karya lukisannya yang berupa seorang penari tradisional Bali dengan lambang perusahaan-perusahaan multinasional dalam kemasan plastik seakan disematkan begitu saja. “Ini menciptakan semacam paradoks antara keindahan dan kesemrawutan,” terangnya.
Seperti tajuknya, program ini menghadirkan pegiat lingkungan yang menggunakan media-media unik dan kreatif. Selain Made, dihadirkan pula Gede Robi Supriyanto, personil band indie Navicula. Ia memperlihatkan video klip “Orangutan” yang memperlihatkan betapa tersiksanya orangutan ditangkap dan dibawa ke kota untuk mainan manusia. Selain itu, ada pula Celia Gregory, pencetus Marine Foundation, sebuah yayasan yang melakukan gerakan konservasi terumbu karang. Yayasan ini menggunakan patung dengan berbagai macam rupa sebagai media menumbuhkan terumbu karang.
“Apa yang membuat kalian begitu terdorong melakukan semua ini?” tanya Suzy Hutomo, moderator diskusi kali ini. Robi pun menjawab, kekhawatiran akan nasib anak cucu kelak adalah salah satunya. Ia tidak merasa lelah sekalipun harus melakukan kampanye di berbagai tempat karena media yang ia gunakan merupakan sesuatu yang ia suka. “Kita ingin menyadarkan banyak orang, bahwa hal kecil yang kita lakukan bisa berdampak sangat besar,” pungkas Made. [Ahmad Syarifudin]