Sabtu, (15/02) malam, AIESEC UGM mengadakan pentas seni di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta. Acara yang bernama FACULTY (Fun Art, Culture, and Charity) ini menghadirkan beberapa kesenian daerah yang ada di Indonesia. Djodi Hendarto selaku ketua panitia mengungkapkan tujuan diadakannya acara ini adalah untuk meningkatakan minat anak muda dalam mempelajari dan menghargai budaya tradisional. “Sangat banyak kebudayaan khas Indonesia yang kurang dihargai dan bahkan tidak diketahui oleh anak muda Indonesia,” ungkapnya.
Acara ini menyajikan pementasan berupa drama yang dikolaborasikan dengan tarian daerah dan musik tradisonal. Pementasan drama dalam acara ini mengangkat cerita Malin(g) Cinto yang merupakan adaptasi dari cerita rakyat Malin Kundang. Kolaborasi seni tari dalam drama ini menampilkan beberapa tarian khas Indonesia yakni Tari Bali, Reog Ponorogo, Tari Solo dan Tari Saman. Selain itu alat musik angklung dan gamelan juga berkolaborasi dalam pementasan drama tersebut.
Mahasiswa yang terlibat dalam pementasan bukan hanya berasal dari Indonesia. Terdapat sembilan orang mahasiswa dari tujuh negara berbeda yang turut terlibat. Kesembilan mahasiswa asing tersebut merupakan exchange participant AIESEC UGM. Mahasiswa asing yang terlibat dalam pementasan ini dilatih oleh beberapa learning partners dari UKM seni UGM dan luar UGM. Learning partners tersebut dianataranya diantaranya Bekage (Bengkel Kesenian Geografi) UGM, Saman Ceudah Rupa HI UGM dan Unit Kesenian Jawa Gaya Surakarta (UKJGS) UGM. Djodi mengungkapkan proses latihan yang dilakukan oleh kesembilan mahasiswa tersebut hanya dalam waktu yang singkat.“Sembilan mahasiswa asing tersebut hanya berlatih selama delapan minggu.”
Konsep Pementasan seni khas Indonesia yang mengkolaborasikan pemain dari berbagai negara berbeda ini merupakan hal yang jarang dilakukan. “Pementasan ini merupakan pengalaman pertama saya dan Bekage pentas dengan lawan main mahasiswa dari tujuh negara berbeda,” ujar Agam Rafsanjani, salah satu anggota Bekage dan pemeran Malin dalam pementasan. Dia menambahkan acara ini juga sebagai ajang memperkenalkan budaya Indonesia “Melalui pementasan ini kita dapat mengenal mahasiswa asing dan juga mengenalkan budaya kita kepada mereka,” imbuhnya.
Sesuai dengan nama acara yakni Fine Art, Culture, and Charity. Hasil dari penjualan tiket acara ini akan digunakan sebagai dana bantuan pendidikan. “Dana yang terkumpul lewat penjualan tiket ini akan disumbangkan,” ungkap Djodi. Dia menambahkan, bantuan akan disumbangkan melalui Hoshizora Foundation, yaitu sebuah LSM yang peduli terhadap anak – anak tidak mampu dan putus sekolah.” [Arif Yunahar Ilyas]