Perkumpulan Analis Risiko dan Penyelesaian Konflik (PARES) Indonesia mengadakan rilis hasil riset big data yang bertajuk “Sebulan Pasca Pencoblosan: Persepsi Netizen atas Pemilu 2024” pada Senin (01-04). Penelitian ini menggunakan analisis big data dari media sosial Twitter yang sekarang disebut X guna mencari tahu persepsi masyarakat terhadap pemilihan umum (Pemilu). Dimoderatori oleh Devy Dian Cahyati selaku Koordinator Penelitian PARES, diskusi ini menghadirkan tiga pembicara lainnya, yaitu Fandy Arrifqi sebagai Kepala Departemen Penelitian PARES; Mada Sukmajati sebagai Ahli Tata Kelola Pemilihan Umum (Pemilu); dan Arga Pribadi Imawan sebagai Kepala Departemen Penelitian PARES.
Fandy memaparkan materi hasil riset mengenai persepsi warganet terhadap Pemilu tahun 2024, terutama pasangan calon (paslon) Prabowo-Gibran. Ia menambahkan bahwa data yang dikumpulkan melalui platform sosial media X sudah dikumpulkan sejak 14 Februari hingga 20 Maret dan sudah disaring terlebih dahulu. “Kenapa kita memilih Twitter karena Twitter adalah media sosial berbasis teks, jadi kita bisa melihat wacana dan isu yang lagi dibahas masyarakat,” tutur Fandy.
Selanjutnya, Fandy menjelaskan bahwa berdasarkan data yang dikumpulkan, sentimen yang dikaitkan kepada Prabowo dan Gibran kebanyakan netral dan negatif. “Bisa dilihat sentimen negatifnya paling banyak, sampai 43 persen, sedangkan sentimen positifnya 19 persen. Di sisi lain, sentimen netral mencapai 43 persen,” ungkapnya. Setelah itu, Fandy menyatakan bahwa jika sentimen netral tidak diperhitungkan sebagai sebuah variabel, sentimen negatif jelas lebih besar daripada sentimen positif.
Fandy lanjut menyebutkan bahwa kata kunci yang membantu meningkatkan engagement dari paslon Prabowo-Gibran cukup banyak. Ia menemukan bahwa wacana seperti kecurangan pemilu dan intervensi Jokowi kerap dikaitkan dengan paslon 02 itu. “Yang paling banyak diperbincangkan di Twitter, bisa dilihat, yang paling banyak pertama, Prabowo; kedua, Gibran; ketiga, Jokowi,” ujar Fandy.
Menanggapi Fandy, Arga memberikan penilaian bahwa sentimen negatif yang dilontarkan kepada paslon Prabowo-Gibran malah menghasilkan engagement yang tinggi. Ia justru melihatnya menjadi peluang untuk mencari simpati masyarakat. “Walaupun narasi dan sentimen negatif selama itu menghasilkan engagement yang tinggi, maka dia memiliki peluang yang cukup besar untuk memenangkan kontestasi,” tegas Arga.
Mada juga merasa bahwa euforia kemenangan Prabowo dan Gibran tidak meriah meskipun pemilu ini diselesaikan dengan satu putaran saja. “Satu putaran itu pencapaian luar biasa, tapi selebrasi masyarakat malah biasa saja,” ucapnya. Mada menilai bahwa anggapan kepemimpinan selanjutnya tidak terlalu beda dari pemerintahan sebelumnya menjadi alasan kecilnya euforia di sosial media.
Selanjutnya, Fandy menuturkan beberapa akun yang membangun citra Prabowo, seperti @partaisocmed, memiliki frekuensi paling banyak menyebut prabowo meski tergolong akun non-media massa. Di lain sisi, Gibran lebih berusaha untuk membuat dialog bersama para netizen melalui akun pribadinya. “Karena lebih muda, ia [Gibran-red] supel, tidak seperti Prabowo yang lebih susah,” cakap Fandy.
Selain itu, Fandy menyampaikan temuan mengenai akun X Kementerian Pertahanan, @Kemhan_ri, yang cukup getol memberitakan kegiatan Prabowo sebagai seorang menteri. Alih-alih memberitakan kegiatan kementerian sebagai sebuah badan organisasi, cuitan yang muncul justru lebih Prabowo sentris. “Bisa dibilang ini membantu dalam membentuk citra Prabowo,” ungkapnya.
Sementara itu, Arga menjelaskan bahwa saat ini kita berada dalam kondisi politik yang sangat drama. Ia melihat bahwa sisi-sisi menyedihkan paslon ditujukan kepada netizen untuk menaikkan engagement. “Layaknya sinetron, skripnya sudah disiapkan dan hanya menjual sisi yang komersial,” sindir Arga.
Reporter: Achtar Khalif Firdausy, Ester Veny, Fanni Calista, dan Muhammad Adrian Firmansyah
Penulis: Achtar Khalif Firdausy dan Fanni Calista
Penyunting: Catharina Maida
Ilustrator: Nabillah Faisal Azzahra
Fotografer: Muhammad Adrian Firmansyah
Tulisan ini telah melalui proses penyuntingan ulang dengan mempertimbangkan pedoman media siber.