Kamis (28/4), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menuntut rektor UGM ke pengadilan tinggi.“Kami tidak puas terhadap tanggapan rektor UGM,” ujar Irsyad Thamrin, SH., MH, selaku Direktur LBH Yogyakarta. Sebelumnya (12/4), LBH Yogyakarta mensomasi rektor UGM agar mencabut peraturan Kartu Identitas Kendaraan (KIK).
Saat dikonfirmasi Balairung, bagian Humas dan sekretaris rektor UGM mengaku tidak tahu-menahu perihal somasi LBH. Padahal, surat balasan somasi yang ditandatangani Dr. Enny Nurbaingsih, S.H., M.Hum., selaku Kepala Bidang Hukum dan Tata Laksana UGM, telah dikirimkan ke LBH Yogyakarta (26/4).
Dalam surat balasannya, rektor UGM bersikeras mempertahankan KIK. Rektor UGM berdalih, PP No. 153/2000 tentang Penetapan UGM sebagai BHMN, masih berlaku meskipun UU No. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) telah dicabut. “Dengan dicabutnya UU BHP, KIK ilegal,” tutur Irsyad. Menurut Irsyad, UGM telah melanggar UUD 1945 pasal 23A.
LBH pun menganggap bahasa yang digunakan dalam surat balasan rektor UGM terkesan ambigu. Rektor UGM menjelaskan pungutan KIK ‘dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk kegiatan-kegiatan’. “Dapat bisa saja tidak digunakan, kan?” Irsyad mengkritisi.
Selain itu, setelah melakukan pengecekan, LBH Yogyakarta menilai aliran keuangan KIK tidak jelas. “Rekening KIK masuk ke rekening rektor dan belum terdaftar dalam Badan Layanan Umum (BLU),” tambah Irsyad. Pendaftaran rekening ke BLU ditujukan demi transparansi keuangan KIK. “Jika keuangannya tidak transparan, rentan memicu korupsi,” pungkas Irsyad.[Galih SAN, Ferdi]