Sekumpulan lukisan sarat kritik pada pemerintah digelar memenuhi Selasar Gedung Agung Yogyakarta. Suara-suara resah dan melodi musik memecahkan suasana dalam aksi bertajuk “Parade Pengadilan Rezim: Dendam Kelas”. Aksi yang diselenggarakan pada Minggu (20-10) ini merupakan respons masyarakat atas dilantiknya Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia. Para demonstran yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat meluapkan keresahannya melalui orasi dan aksi teatrikal di panggung terbuka. Di sekeliling panggung, terdapat beberapa lapak yang menyediakan cek kesehatan gratis, makan gratis, dan membaca gratis sebagai bentuk sindiran kegagalan pemerintah dalam menyediakan akses terhadap layanan publik.
Mirah (bukan nama sebenarnya), salah satu peserta aksi, menggelar lapak baca gratis sebagai kritik atas negara yang belum sepenuhnya memberikan kebebasan dalam mengakses bacaan. Menurutnya, sampai sekarang masih ada bacaan-bacaan yang aksesnya dibatasi, termasuk bacaan-bacaan yang dinilai berideologi kiri. Padahal, bagi Mirah, semua orang berhak untuk merdeka dalam membaca buku. “Kita gelar lapak gratis ini karena memang semua orang berhak untuk baca apa saja yang dia mau,” ujarnya.
Merenungkan hari pelantikan presiden yang baru, Mirah menilai bahwa Prabowo memiliki watak yang mirip dengan rezim Orde Baru. Ia mengkhawatirkan hal tersebut dapat berimbas pada pembatasan buku bacaan untuk masyarakat. Mirah pun mencontohkan kasus G30S ketika militer memegang kekuasan dan memberangus buku-buku yang dianggap kiri. “Kita melihat pemerintah kembali dikuasai oleh militer dan tidak menutup kemungkinan bacaan-bacaan akan banyak dibatasi,” tuturnya.
Kekhawatiran lain terhadap kondisi negara yang baru pun datang dari Julia, salah satu peserta aksi yang tengah mendengarkan orasi. Awalnya ia tidak berencana menghadiri aksi pada hari itu. Namun, ia merasakan suatu kekhawatiran akan semakin berkurangnya ruang-ruang untuk bersuara di masa depan sehingga ia terdorong untuk ikut turun membersamai massa aksi. “Saya harus bisa menyempatkan untuk berjuang bersama teman-teman,” ujarnya.
Senada dengan Julia, Citra, peserta aksi lainnya, turut ikut aksi dengan berbagi fasilitas cek kesehatan gratis sebagai bentuk solidaritas di tengah tidak terjangkaunya akses fasilitas kesehatan. Menurut Citra, terjangkaunya kesehatan merupakan hal yang penting setelah makanan. Layanan yang dilakukan secara cuma-cuma itu diinisiasi bersama dengan teman-temannya di Paramedis Jalanan Yogyakarta. “Kita selalu berupaya melakukan pelayanan kesehatan gratis ini karena banyak banget yang sakit dan tidak punya uang untuk berobat,” ungkapnya.
Di sisi lain, Mirah menilai bahwa aksi kali ini merupakan awalan bagi aksi-aksi selanjutnya. Ia berharap akan ada aksi-aksi yang lebih masif untuk mengawal rezim pemerintah yang baru. “Kita melihat bagaimana Prabowo dan Gibran naik sebagai presiden dan wakil presiden dengan cara yang tidak sesuai dengan konstitusi kita, maka ke depannya harus ada aksi yang lebih masif,” pungkasnya.
Penulis: Galih Winata dan Nabeel Fayyaz
Penyunting: Catharina Maida
Fotografer: Aiken Gimnastiar