“Kita benar-benar melihat kehancuran di depan mata, ketika ekskavator itu benar-benar merusak, menghancurkan, meratakan semuanya,” ungkap Rani, salah satu warga Bong Suwung saat konferensi pers pada Jumat (04-10). Konferensi yang bertempat di kantor Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Yogyakarta ini merupakan buntut respons warga atas penggusuran yang telah menimpa rumah warga Bong Suwung. Setidaknya, hingga tulisan ini terbit, beberapa warga Bong Suwung masih belum memiliki tempat tinggal dan harus mengungsi.
Sebelumnya, PT KAI secara resmi menggusur wilayah Bong Suwung pada hari Rabu (02-10). “Kemarin, dilakukan sterilisasi pagi-pagi yang kemudian kami tidak diberi waktu untuk membongkar semuanya,” ungkap Restu, selaku kuasa hukum Aliansi Bong Suwung. Restu menambahkan bahwa dari awal advokasi kasus ini, PT KAI tidak memberikan toleransi waktu terkait penggusuran.
Ana, selaku perwakilan Aliansi Bong Suwung, menyebutkan bahwa beberapa warga hingga kini belum mendapatkan tempat tinggal. Akibatnya mereka harus mengungsi ke PKBI. Menurut Ana, sejauh ini tim aliansi Bong Suwung telah menghubungi Dinas Sosial Yogyakarta sebagai upaya untuk mencarikan penampungan bagi warga yang belum mendapatkan tempat tinggal, tetapi hasilnya nihil. “Mereka berpendapat bahwa di kota Yogyakarta ini sudah tidak ada tempat penampungan lagi,” terang Ana.
Siska selaku perwakilan dari pihak PKBI mengatakan bahwa PKBI hanya bisa memberi bantuan berupa bangunan. Sementara itu untuk kebutuhan lain warga yang mengungsi di PKBI masih dibantu dengan kolektif dari berbagai institusi, komunitas, dan penggalangan dana. Siska juga menuturkan harapannya terkait solusi konkrit dari pemerintah. “Tidak mungkin teman-teman ini ditaruh, dipindah-pindahkan dari satu shelter ke shelter yang lain. Harus ada segera rencana dari pemerintah, bagaimana baiknya untuk mengatasi masalah ini,” terang Siska.
Menurut Nia, salah satu warga Bong Suwung, penggusuran atau sterilisasi yang dilakukan PT KAI memberikan dampak trauma pada warga Bong Suwung, terutama pada anak-anak. Banyak anak-anak yang tidak mau sekolah setelah ada penggusuran. “Kita trauma, jadi banyak anak-anak yang merasa takut dan ingin melindungi ibunya. Jadi, mereka gak mau sekolah, mereka berhenti sekolah dan ingin ikut orang tuanya untuk berjuang di penggusuran ini,” ujar Nia.
Tidak hanya dampak trauma, Damar, salah satu warga Bong Suwung mengatakan bahwa beberapa anak juga terpaksa berpisah dengan keluarganya. Menurutnya, hal itu terjadi karena uang kompensasi yang diberikan sangat kecil sehingga orang tua tidak sanggup menanggung biaya hidup anaknya. “Enam anak ini ibunya sudah tidak sanggup menyekolahkan karena dia dapat bangunannya cuma 900 ribu. Meterannya terlalu kecil, jadi dengan berat mereka harus melepaskan anaknya,” ungkap Damar. Ia lanjut menuturkan bahwa anak-anak tersebut akhirnya harus tinggal terpisah di beberapa panti.
Meski begitu, Restu menjelaskan bahwa kedepannya warga Bong Suwung akan tetap melakukan perjuangan. Sebelumnya, ada kesepakatan dari warga Bong Suwung untuk aksi di DPRD Yogyakarta dengan tidur di sana. Namun, aksi tersebut ditunda setelah warga Bong Suwung mempertimbangkan kondisi anak-anak dan para lansia. “Kami juga butuh atur napas dulu, perbaiki kondisi mental, kondisi fisik. Itu juga menurut kami penting untuk dilakukan terlebih dahulu, sebelum melanjutkan perjuangan,” ungkap Restu.
Sebelum konferensi pers berlangsung, Aliansi Bong Suwung telah mengadakan audiensi dengan perwakilan pemerintah kota dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Audiensi ini sebagai upaya advokasi yang telah ditempuh Aliansi Bong Suwung. Restu juga menjelaskan langkah lain yang bisa diambil selanjutnya berupa langkah litigasi melalui jalur hukum. “Kita juga fokus di situ mas, jadi tetap mendorong agar negara ini hadir untuk bertanggung jawab terhadap warga negara,” tambah Restu.
Menjelang konferensi pers ditutup, Restu memberikan seruan bagi semua jaringan masyarakat untuk memberikan bantuan pada warga Bong Suwung. “Kami juga mengajak organisasi jaringan masyarakat sipil untuk membantu warga Bong Suwung, baik itu berupa penyediaan shelter atau sumbangan apapun itu, relokasi dan segala macam. Kami sangat membutuhkan itu,” ujar Restu. Kemudian, Restu juga mengajak semua masyarakat bersolidaritas untuk melawan perampasan ruang hidup yang dilakukan oleh negara dan korporasi.
Penulis: Achmad Zainuddin dan Tafrihatu Zaidan Al Akhbari
Penyunting: Catharina Maida
Fotografer: Ester Veny