“Adil!” teriakan itu terdengar dari salah satu anggota kelompok Paguyuban Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) di tengah forum audiensi. Bertempat di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Ngaran, Kecamatan Borobudur, audiensi tersebut merupakan buntut dari aksi unjuk rasa di depan kantor PT Taman Wisata Candi (TWC). Forum terbuka yang diselenggarakan pada Rabu (14-8) itu dihadiri oleh perwakilan masing-masing pihak. Selain pihak SKMB yang dibersamai oleh LBH Yogyakarta, turut hadir perwakilan Forum Pedagang Borobudur Bersatu (FPBB) dan Mardidjono Nugroho selaku Direktur Operasi PT TWC.
Pada awal forum, Mardidjono meminta pihak-pihak yang hadir, yakni LBH, SKMB, dan FPBB untuk menyampaikan aspirasi dengan sejujur-jujurnya. Mardidjono mengaku ingin mendengar aspirasi para pedagang terkait tuntutan mereka atas relokasi lapak pedagang Borobudur. Kepada peserta forum, Mardidjono terus mendesak agar mereka menyampaikan keluhannya. “Keluhannya apa? Sampaikan di sini!” tegasnya.
Menanggapi Mardidjono, Dwias, Sekretaris SKMB, mengutarakan tuntutan mereka kepada pihak TWC. Tujuan SKMB mendatangi forum ialah untuk menuntut hak lapak di Pasar Seni Kujon. Ia juga menegaskan SKMB sebagai organisasi mandiri yang mempunyai hak untuk berserikat, berkumpul, dan berpendapat serta tidak berada di bawah pihak manapun. “Organisasi adalah hak dasar yang dilindungi oleh konstitusi,” ujar Dwias.
Merespon pernyataan Dwias, Mardidjono mengatakan bahwa menurutnya seluruh pedagang cukup diwakili oleh satu wadah paguyuban saja. Ia menegaskan agar semua pedagang dapat menurunkan kepentingan pribadi dan mau bekerja sama. “Ayo hilangi egosentris!” dalih Mardidjono.
Di tengah perdebatan itu, perwakilan dari FPBB, Jimmy Belinda juga ikut menyampaikan aspirasinya. Jimmy mengaku bahwa sebelumnya telah ada pertemuan yang menyepakati bahwa semua pedagang akan bekerja sama secara berkelompok. Namun, ia mengungkap beberapa pengurus SKMB belum bisa menyetujui hal tersebut. “Opsinya ada dua, kerja sama atau mandiri tapi beresiko ketika ada yang tidak mendapatkan lapak,” ujarnya.
Merespon forum yang kian memanas, Royan selaku kuasa hukum SKMB dari LBH Yogyakarta menegaskan bahwa forum ini bukan waktu yang tepat untuk mempermasalahkan konflik internal pedagang. “Semua pedagang, enggak SKMB, enggak FPBB, semua adalah korban pembangunan,” ujar Royan. Terlebih, Ia menilai TWC gagal memahami kondisi internal pedagang. Bahkan, ia melihat kejaksaan yang seharusnya menjadi pengawal juga ikut mencampuri urusan pedagang. Padahal menurut Royan, keinginan SKMB untuk menjadi paguyuban independen sama sekali tidak melanggar konstitusi.
Setelah perdebatan cukup mereda, TWC mengadakan rapat tertutup yang hanya menyertakan perwakilan masing-masing pihak dengan alasan pencarian solusi yang lebih kondusif. Namun, sampai di penghujung rapat tertutup pun TWC belum bisa memberikan kepastian mengenai hak lapak pedagang di Pasar Seni Kujon. Hal ini disampaikan oleh Dwias ketika ditemui selepas audiensi. “Akan kita usahakan, Mas, ya kita akan berusaha agar temen-temen di SKMB itu dapet [hak lapak pedagang-red],” ujar Dwias memperagakan ucapan Mardidjono.
Bagi Royan, keinginan dari paguyuban SKMB untuk mendapatkan hak lapak tanpa harus berada di bawah organisasi lain pun belum juga mendapatkan hasil yang jelas. Menurutnya dalam audiensi hari itu seharusnya mereka sudah mendapatkan jawaban atas kejelasan hak lapak para pedagang di Pasar Seni Kujon. “Mereka semua akan masuk ke Pasar Kujon, cuma harus lewat FPBB atau enggak itu belum clear,” ungkap Royan saat diwawancarai oleh BALAIRUNG. Berkenaan dengan audiensi lanjutan terkait masalah ini, Royan mengatakan mereka tengah menyusun hal itu sebelum pindah ke Pasar Kujon pada tanggal 24 Agustus nanti.
Penulis : Aghits Azka, Annisa Dwi Nurhidayati, dan Nabeel Fayyaz
Penyunting : Gayuh Hana Waskito
Fotografer: Catharina Maida