Sorak riuh ramai anak-anak di bawah jembatan merayakan pendidikan pada Sabtu (08-06). Untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Paguyuban Pengajar Pinggir Sungai (P3S) menggelar festival tahunan Panggung Kreasi dengan tema “Lawan Kapitalisasi Pendidikan, Belajar Gratis Bukan Sekedar Angan.” Festival yang diadakan di kolong Jembatan Wrekso ini melibatkan anak-anak yang tergabung dari daerah sekitar Karangjati, Blunyah, Sendowo, dan Karangwaru. Dalam panggung kreasi, terdapat beberapa pertunjukkan, seperti apresiasi puisi, sholawat, drama, dan tari-tarian.
Jihan, salah satu relawan pengajar P3S, menyampaikan bahwa perayaan Hardiknas dirayakan tidak sesuai jadwal pada umumnya supaya jadwal relawan dan anak-anak selaras. Selain itu, ia menambahkan bahwa perayaan pendidikan tidak perlu terpaku pada hari tertentu. “Kita merayakan pendidikan setiap hari, jadi menurut kita gak masalah merayakan Hardiknas di tanggal berapa pun,” ucap Jihan.
Menambah Jihan, Windah sebagai Kepala Sekolah P3S. menjelaskan bahwa penyamaan waktu antara relawan dan anak-anak merupakan bentuk dari kultur demokrasi yang dibangun di P3S. Ia menegaskan bahwa pelibatan semua elemen merupakan hal yang penting untuk dilakukan, termasuk menanyakan anak anak. “Kalau ada ide dari relawan, adik adiknya juga ikut mempertimbangkan,” ungkapnya.
Tak luput, Jihan juga menjelaskan alasan dibalik tema yang diangkat kali ini. Tema ini sebagai bentuk untuk menentang pendidikan yang mahal. Ia mengakui bahwa tema yang diangkat dalam acara memang belum bisa dimengerti oleh anak-anak. Namun, lewat pengangkatan tema ini nantinya tidak hanya menyasar anak-anak saja, tetapi orang tua juga. “Liberalisasi dan kapitalisasi mungkin kata-kata yang belum dimengerti oleh adik-adik karena sasarannya untuk relawan dan orang-orang gede,” tegas Jihan.
Windah menegaskan bahwa P3S menjadi langkah konkret untuk mewujudkan pendidikan gratis bagi semua orang. Hal ini, ia usahakan bersama para relawan lewat kegiatan-kegiatan mengajar dan merayakan Hardiknas bagi anak-anak pinggir sungai. “Kami [relawan P3S-red] ingin memfokuskan untuk anak-anak yang dimarginalkan, di mana kuliah tidak menjadi akses yang pasti,” terangnya.
Windah menyampaikan bahwa lewat langkah ini, program-program mengajar gratis lainnya bisa menjamur di berbagai daerah. Baginya, anak-anak yang tergabung dengan P3S akan ikut melanjutkan program ini di kemudian hari tanpa harus bergantung dengan mahasiswa. “Teman-temannya bisa ngajarin adik-adiknya sendiri karena sejak tahun berdirinya hingga sekarang program ini masih sangat bergantung pada orang luar jogja,” tuturnya.
Ira, salah satu orang tua dari anak pinggiran sungai, memberi tahu bahwa keberadaan P3S membantu dalam mengedukasi anaknya. Ia menceritakan bahwa tidak ada sedikit pun biaya yang dipungut oleh P3S untuk seluruh kegiatan mereka. Lebih lanjut, Ira setuju dengan aktivitas yang digelar oleh P3S karena memiliki manfaat untuk masyarakat. “Kemarin [anak saya juga-red] diajari membuat batik. Aktivitas semacam inikan bagus, daripada main hp di rumah,” cerita Ira.
Para relawan P3S mempersiapkan acara dan melatih anak-anak yang tampil kali ini. Keira, salah satu anak yang tampil membawakan puisi, menceritakan bahwa ia diajari untuk menulis dan membaca puisi. Ia menyebutkan bahwa P3S menjadi tempat yang menyenangkan baginya. “Pokoknya di sini seru,” pungkasnya.
Penulis: Achtar Khalif Firdausy dan Dhony Alfian
Penyunting: Dias Nashrul Fatah
Fotografer: Ester Veny