Menolak untuk menyerah, perjuangan Wadas masih terus berlanjut. Pada Kamis (25-01), sidang gugatan atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilayangkan sejumlah warga Wadas kepada pemerintah kembali dilakukan di Pengadilan Negeri Sleman. Gugatan yang sudah dilempar sejak November tahun lalu itu adalah buntut dari penolakan terhadap rencana pertambangan batu andesit di bumi Wadas. Adapun agenda pada persidangan ini adalah pembacaan gugatan oleh pihak penggugat setelah selama ini selalu menghadapi kebuntuan pada rangkaian mediasi yang sudah dilakukan.
Bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, empat warga Wadas sebagai pihak penggugat membacakan gugatannya pada sidang itu. Keempat penggugat tersebut adalah, Nawaf Syarif, Talabudin, Priyanggodo, dan Kadir. Gugatan ditujukan kepada Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Presiden Republik Indonesia, serta Gubernur Jawa Tengah yang kehadirannya diwakilkan oleh kuasa hukum masing-masing.
Selepas persidangan, BALAIRUNG mewawancarai Nawaf Syarif tentang rangkaian mediasi yang sudah digelar sejak Desember tahun lalu. Ia mengatakan bahwa hasil mediasi yang sudah dilakukan sebanyak tiga kali selalu buntu. Nawaf menjelaskan bahwa kebuntuan tersebut disebabkan karena pihak penggugat masih bersikukuh mempertahankan tanahnya dan pihak tergugat juga masih ingin melanjutkan proyek pertambangan batu andesit di Wadas. “Mediasi kemarin [Desember 2023-red] berakhir deadlock, belum ada kesepakatan yang terjadi di sana,” katanya.
Menambahkan Nawaf, Talabudin menjelaskan sikap warga Wadas terkait rangkaian mediasi. Ia menuturkan bahwa Warga Wadas selaku pihak penggugat sangat terbuka atas mediasi yang dilakukan di luar persidangan, kemudian hasil dari mediasi dapat diselesaikan di pengadilan. Sayangnya, Talabudin mengungkapkan bahwa pemerintah tidak mau menerima tuntutan warga Wadas sepanjang proses mediasi yang buntu itu. “Untuk itu, kita tetep bersikukuh, pokoknya melanjutkan persidangan,” katanya.
Masih menurut Talabudin, dalam pembacaan gugatan di sidang kali ini, pihak penggugat menegaskan sikap menolak keras keberlanjutan atas rencana pertambangan di Wadas. Ia menjelaskan, penambangan batuan andesit di bumi Wadas dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan serta munculnya konflik sosial yang mengancam kesejahteraan hidup masyarakat Wadas. “Kita meminta sama pemerintah, pokoknya tidak ada penambangan di desa Wadas, entah dengan alasan apapun,” ujarnya.
Lebih jauh, Talabudin membeberkan kondisi terkini di desa Wadas. Ia mengatakan bahwa beberapa lahan yang sudah dibebaskan, baik yang bertempat di bukit maupun lahan bekas perumahan warga telah mengalami penggundulan dan penggusuran. “Kalau yang sudah dibersihkan lahannya itu, hampir 80% sudah dilakukan penggundulan lahan,” ujar Talabudin.
Di dalam naskah resume gugatan yang dibagikan oleh Talabudin kepada BALAIRUNG, salah satunya berisi dua usulan perdamaian yang ditawarkan oleh pihak penggugat kepada pihak tergugat. Pertama, menghentikan pengadaan tanah untuk lokasi pertambangan andesit. Kedua, memindahkan lokasi pertambangan andesit dari Wadas dalam rangka pengadaan tanah. Dua poin usulan perdamaian itu menjadi tuntutan dalam gugatan yang dilayangkan pihak penggugat guna merespons PMH dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/19 tahun 2023.
Talabudin juga menyampaikan bahwa selanjutnya adalah giliran pihak tergugat untuk segera memberikan jawaban atas gugatan yang diajukan sejumlah warga Wadas sebagai pihak penggugat. Ia mengungkapkan bahwa Ini merupakan hal yang penting bagi keberlanjutan proses persidangan untuk meninjau kesanggupan dari pihak tergugat. “Untuk kelanjutan jadwal sidang berikutnya itu belum diumumkan ke kita, dari pengadilan itu belum,” pungkas Talabudin.
Penulis: Gayuh Hana Waskito dan Maylafaizza Nafisha Zifa (Magang)
Penyunting: Muhammad Fariz Ardan
Fotografer: Fatimah Azzahrah