“Bebaskan Fatia-Haris! Bebaskan! Bebaskan! Bebaskan!” Sorakan massa aksi solidaritas #BEBASKANFATIAHARIS terdengar lantang di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur pada Senin (08-01). Mereka sedang menunggu sidang pembacaan putusan hakim terkait kasus kriminalisasi aktivis HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar. Aksi tersebut diselenggarakan oleh koalisi antara Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Amnesty Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, serta Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional.
Putusan mulai dibacakan oleh Majelis Hakim pada pukul 10.22 WIB. Tepat satu jam kemudian, hakim menyatakan bahwa Fatia dan Haris bebas dari segala dakwaan pada pukul 11.22 WIB. Sontak massa aksi berseru, bertepuk tangan, dan menabuh genderang atas kemenangan perjuangan mereka. “Buka, buka, buka pintunya! Buka pintunya sekarang juga!” Massa kembali bersorak untuk segera bertemu dengan Fatia dan Haris.
Akhirnya, pada pukul 11.56 WIB, Fatia dan Haris keluar dari Gedung PN Jakarta Timur untuk menyapa puluhan massa aksi. Kemudian, massa mengiringi keduanya naik ke atas mobil komando untuk berorasi. “Hidup rakyat! Hidup perempuan yang melawan! Hidup mahasiswa! Hidup buruh!” pekik Fatia dalam pembukaan orasinya dan disambut oleh sorakan massa.
Fatia menyebut bahwa hari ini rakyat telah membuktikan mereka bisa menang. Menurutnya, kemenangan ini adalah milik rakyat yang terus kritis terhadap tindak korupsi, isu lingkungan, dan pelanggaran HAM. Fatia mengatakan rakyat harus terus mengawasi negara yang selalu sewenang-wenang dan melakukan penindasan. “Selama penindasan dan pelanggaran HAM itu masih ada, kita harus terus berjuang jangan sampai suara kita terus dibungkam,” ucap Fatia dari atas mobil komando.
Melanjutkan Fatia, Haris berorasi mengenai pentingnya perlawanan. Bahkan, menurut Haris, rakyat sudah menang sebelum putusan dibacakan karena mereka melawan. Ia berpesan kepada rakyat untuk jangan bersedia menyerahkan nasib pada para politisi. Haris menyebut rakyat harus merebut nasibnya sendiri. “Meskipun kita berdarah, terluka, berkeringat, kita harus lawan!” soraknya dengan lantang.
Haris mengatakan republik ini bukan milik golongan tertentu, melainkan rakyat. Aktivis HAM ini berpandangan rakyat punya kebutuhan dan hak asasi yang harus diperjuangkan. Ia menyerukan bahwa rakyat harus terus berjuang melalui aksi dan organisasi tanpa perlu takut. Haris berkata, “Kita jadikan putusan ini sebagai mimpi buruk bagi penguasa dan oligarki, kita akan lawan!”
Muhammad Isnur selaku kuasa hukum Fatia-Haris mengatakan bahwa kasus Fatia-Haris merupakan bagian dari Strategic Lawsuit Against Public Participation, yakni cara-cara hukum yang digunakan oleh penguasa untuk membungkam partisipasi publik. Isnur menyatakan cara-cara seperti ini sering dilakukan oleh penguasa pada para aktivis HAM dan lingkungan. “Ini menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk jangan takut dengan ancaman-ancaman semacam itu,” ujarnya.
Isnur mengatakan pelaporan para aktivis oleh penguasa terjadi di mana-mana. Ia tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi di daerah-daerah apabila Fatia dan Haris diputus bersalah. Ketua YLBHI itu menyebut mereka bukan semata-mata membela Fatia dan Haris, melainkan juga membela hak asasi manusia, hak kebebasan berpendapat, dan mengkritisi pemerintah. “Putusan ini harus disambut baik, karena akan menjadi preseden, ketika [masyarakat -red] mengkritik pemerintah bisa bebas,” tutur Isnur.
Senada dengan Isnur, Kahar S. Cahyono, Ketua Bidang Informasi Komunikasi dan Media Partai Buruh, membeberkan bahwa represi negara terhadap kebebasan berekspresi masih kerap terjadi. Kahar menyebutkan mengenai kasus kriminalisasi yang terjadi di Desa Pakel, Banyuwangi, Jawa Timur. “Tiga warga Desa Pakel yang tengah memperjuangkan ruang hidupnya melawan ketimpangan penguasaan lahan harus mengalami kriminalisasi atas tuduhan penyiaran berita bohong,” ujar Kahar.
Tak hanya itu, Kahar juga menambahkan mengenai pembungkaman kebebasan berpendapat lewat pembubaran aksi. Salah satunya adalah pembubaran aksi mogok kerja buruh di PT SEMASI oleh aparat keamanan. “Vonis bebas atas Fatia dan Haris mengingatkan kita semua bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk melindungi dan memperkuat kebebasan berekspresi di negeri ini,” pungkas Kahar.
Reporter: Catharina Maida, Fachriza Anugerah, dan Michelle Gabriela
Penulis: Catharina Maida dan Fachriza Anugerah
Editor: Sidney Alvionita