Kamis (24-08), Komite Persiapan Serikat Pekerja Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM menyelenggarakan diskusi bertajuk “Hasil Riset Pemenuhan Hak Pekerja Fisipol UGM”. Diskusi tersebut memaparkan hasil riset mengenai pemenuhan hak pekerja di lingkungan Fisipol UGM yang telah dilakukan Komite Persiapan Serikat Pekerja Fisipol UGM dengan responden 60 dosen dan 75 tenaga kependidikan (tendik). Diskusi yang bertempat di Taman Sansiro Fisipol UGM ini menghadirkan empat pembicara, yaitu Dian Fatmawati selaku perwakilan Komite Persiapan Serikat Pekerja Fisipol UGM, Khemas Choirudin selaku tendik Fisipol UGM, Ahmad Ryan Faza selaku Dewan Mahasiswa Fisipol UGM, dan Stefanus Fajar selaku pekerja dari PUSKA (Pusat Kajian) YouSure UGM.
Diskusi dibuka dengan pemaparan dari Dian mengenai data persebaran dosen Fisipol UGM. Per Juli 2023, dosen Fisipol UGM berjumlah 174 orang dengan persebaran dosen berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 101 orang, dosen tetap non-PNS 70 orang, dan tiga orang dosen tidak tetap dengan Surat Keterangan rektor. “Telah diprediksi jumlah dosen tetap non-PNS akan terus meningkat karena status UGM yang sudah PTN-BH,” ujar Dian.
Status dosen ini berkaitan dengan tunjangan serta dana atau skema pensiun. Data yang didapat melalui Focus Group Discussion (FGD) menyebutkan bahwa dosen tetap non-PNS tidak memiliki tunjangan keluarga serta dana atau skema pensiun yang jelas. “Perbedaan status antardosen memengaruhi kepastian pensiun yang mereka dapatkan,” ujar Dian. Selain itu, upah pokok yang rendah mengakibatkan daya tarik profesi dosen berkurang.
Tentang kelayakan upah, Dian menyebutkan bahwa upah bagi dosen dan tendik masih tidak layak untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan hidup. Dalam pertanyaan mengenai kecukupan upah, survei kepada dosen menghasilkan jawaban “Tidak” sebanyak 71,7% dari 60 responden. Sementara itu, survei kepada tendik menghasilkan jawaban “Tidak” sebanyak 48% dari 75 responden. Dian juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap upah lembur yang diberikan terhadap tendik. “Ketika ditanya mengenai upah lembur, mayoritas menjawab tidak mendapatkan upah lembur,” ucap Dian.
Menambahkan Dian, Choirudin mengeluhkan terkait kesenjangan penggajian yang terjadi antarpekerja. Penggajian yang ia permasalahkan adalah sistem Insentif Berbasis Kinerja (IBK) yang tidak sesuai. Menurut Choirudin, IBK yang diberikan kepada pekerja menyamakan insentif kinerja pekerja, baik yang rajin maupun tidak. “Pertimbangannya ada di sisi administratif karena kami hanya melaporkan jabatan dan apa yang kami kerjakan,” ujar Choirudin.
Di sisi lain, Stefanus memaparkan mengenai isu yang menyoroti staf PUSKA, yaitu perbedaan terkait PUSKA kaya dan PUSKA miskin. Ia menyatakan bahwa PUSKA kaya dikategorikan memiliki staf yang banyak dan dapat merekrut staf paruh waktu yang memenuhi. Sementara itu, PUSKA miskin memiliki staf yang sedikit, tetapi dengan beban kerja yang berlebih. “Sumber daya dengan finansial dan tenaganya tidak mencukupi. Jadi pekerjaan yang seharusnya bisa dilakukan oleh beberapa orang, hanya diandalkan kepada dua orang,” ujar Stefanus.
Lebih lanjut, Stefanus merasa bahwa anggaran yang diberikan oleh Fisipol tidak masuk akal. Menurut Stefanus, hal tersebut menghambat PUSKA untuk mengoptimalisasikan sumber daya manusia sehingga berdampak pada beban kerja, terlebih lagi pada PUSKA miskin. “Rencana Keuangan Anggaran Tahunan alokasi fakultas dalam setahun itu hanya 75 juta,” ujar Stefanus.
Pada penghujung diskusi, Faza menyebutkan bahwa tanpa adanya wadah seperti serikat, kepentingan pekerja kampus dan mahasiswa rentan diadu domba. Menurutnya, serikat pekerja dapat menjembatani aspirasi dosen, tendik, dan mahasiswa untuk membuat gerakan yang lebih massal dan terorganisir. Sebagai penutup, Muchtar Habibi, salah satu peserta diskusi, menyatakan bahwa gerakan Serikat Pekerja Fisipol tak berhenti sampai di sini. “Kita undang kawan-kawan semua untuk hadir di Kongres Pekerja Fisipol tanggal 1 September 2023 di Fisipol UGM!” serunya.
Penulis : Muhammad Fariz Ardan, Nandini Mu’afa, dan Rais Aulia
Penyunting : Catharina Maida
Fotografer : Nandini Mu’afa