Jumat (24-03), belasan perwakilan dari berbagai unsur mahasiswa menemui jajaran rektorat dalam agenda diskusi tertutup terkait draf SOP Penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa baru 2023/2024. Sedangkan dari pihak rektorat, Arie Sujito selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni; Supriyadi, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan; dan Syaiful Ali, Direktur Keuangan, hadir menanggapi mahasiswa dalam diskusi hari itu.
Diskusi yang bertempat di Kantor Pusat UGM tersebut merupakan tindak lanjut dari pakta yang telah ditandatangani oleh Rektor UGM pada aksi (13-03) lalu. Dalam pakta tersebut, pihak rektorat berjanji untuk melibatkan mahasiswa dalam perumusan kebijakan Sumbangan Solidaritas Pembangunan Umum (SSPU) dan UKT terbaru. Adapun diskusi kali ini membahas terkait Indeks Kemampuan Ekonomi (IKE) serta pelibatan mahasiswa dalam penetapan UKT mahasiswa baru.
Supriyadi menggadang-gadang bahwa IKE akan memperbaiki kecacatan sistem UKT yang lama. Menurutnya, jangkauan pendapatan yang menjadi variabel utama dalam penentuan nominal dalam sistem UKT sebelumnya dinilai tidak dapat mencerminkan pendapatan keluarga mahasiswa. “Ada variabel-variabel lain yang akan dicatat. Formula tersebut menghasilkan Indeks Kemampuan Ekonomi yang disusun dari rentang paling rendah hingga paling atas,” kata Supriyadi.
Arie mengamini pernyataan Supriyadi. Ia mengeklaim, sistem yang baru ini memungkinkan penetapan UKT jadi lebih tepat sasaran, terutama bagi mahasiswa dengan penghasilan wali di atas mampu. Menurut Arie, hal tersebut kelak didukung oleh peran mahasiswa sebagai validator dan fakultas sebagai verifikator data.
Lebih lanjut, Supriyadi turut menjelaskan peran yang akan dilakoni mahasiswa dalam pelaksanaan kebijakan UKT. Pihak rektorat, menurut pemaparan Supriyadi, akan secara aktif melibatkan satu perwakilan dari mahasiswa sebagai anggota tim verifikator UKT. “Nantinya mahasiswa akan turut menilai dan mengonfirmasi data yang masuk secara acak supaya meminimalisir kesalahan dalam penentuan besaran UKT,” pungkas Supriyadi.
Bila dibandingkan dengan sistem UKT lama, pihak rektorat menjabarkan sejumlah perbedaan pada sistem UKT yang baru. Syaiful mengakui bahwa sistem lama hanya mempertimbangkan besarnya UKT dari penghasilan. Selain itu, penetapan UKT dilakukan setelah adanya pengecekan oleh fakultas tanpa melalui proses validasi dan konfirmasi. “Dengan demikian, boleh dibilang bahwa mekanisme penentuannya kurang baik,” akui Syaiful.
Syaiful menjanjikan bahwa pada sistem UKT yang sedang direncanakan ini akan mempertimbangkan tanggungan dan indeks lain. Seandainya ada penetapan UKT yang tidak tepat, mahasiswa diperkenankan meninjau kembali. “Prinsipnya adalah sama rata. Bila terjadi pemalsuan data, sanksi akan dikenakan,” tegas Syaiful.
Dalam wawancara bersama BALAIRUNG pada Minggu (26-03), Desta Ratu dari Forum Advokasi Mahasiswa (Formad) UGM turut mengomentari perihal pelibatan mahasiswa sebagai verifikator. Meskipun hanya sebagai verifikator, ia mengungkapkan jika pengawalan tetap perlu dilakukan. Perempuan yang kerap disapa Dera tersebut mengungkapkan bahwa Formad sedang berusaha menghubungi Direktorat Kemahasiswaan supaya segera memberikan simulasi sistem IKE. “Menurut kami, walaupun hanya berperan sebagai verifikator, mahasiswa tetap perlu mengetahui mekanisme kerja IKE karena merupakan aspek penting untuk penentuan,” ungkap Dera.
Selain itu, Dera juga mengeluhkan bahwa penyampaian draf SOP UKT terlalu larut malam dan berdekatan dengan acara diskusi. Berbekal informasi dari Dera, pihak rektorat baru mengirimkan rancangan SOP UKT ke mahasiswa pukul 22.07 WIB pada hari Kamis (23-03). Padahal, diskusi dijadwalkan terselenggara esok harinya pukul 10.00 WIB. Dera menilai bahwa pengiriman rancangan yang mendadak ini menyiratkan persiapan yang belum matang dari pihak rektorat. “Sepertinya sistem UKT [masih] belum matang karena rancangan yang dikirimkan terlalu mendadak,” keluh Dera.
Sehaluan dengan Dera yang tak puas dengan pemaparan dari rektorat, Tugus Trisna selaku Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa, sempat mengusulkan simulasi skenario IKE. Simulasi itu untuk memastikan mekanisme UKT yang baru sesuai dengan kemampuan mahasiswa. “Poin utamanya adalah wali dengan penghasilan berapa dengan UKT sekian? Apakah dia layak untuk itu?” ungkap Tugus. Ia juga mengatakan jika simulasi skenario IKE akan diakomodasi rektorat. Namun, sampai hari Minggu (26-03), belum ada informasi lebih lanjut terkait hal tersebut.
Menurut Tugus, porsi pelibatan mahasiswa dalam perumusan SOP UKT belum menemukan kendala yang berarti. Ia belum dapat menilai bahwa pelaksanaan ke depannya akan berjalan dengan baik, kecuali apabila terdapat pelanggaran terkait tuntutan yang telah disepakati. Untuk perancangan sistem UKT sejauh ini, Tugus mengatakan belum ada yang dipermasalahkan dari prosesnya. “Namun, pendapat itu bisa saja berubah seiring realitas implementasi sistem baru ini pada masa mendatang,” ujar Tugus mewanti-wanti.
Reporter : Ilham Maulana
Penulis : Adhika Nasihun Farkhan dan Tiefany Ruwaida Nasukha
Penyunting : Sidney Alvionita Saputra
Fotografer : Ilham Maulana