Rabu (15-02), serikat Pekerja Rumah Tangga (PRT) Yogyakarta menggelar “Aksi Serbet Raksasa Dan Aksi Puasa” di depan Gedung DPRD DIY guna memperingati Hari PRT Nasional. Selain di Yogyakarta, aksi yang dikoordinasi oleh Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) ini juga dilaksanakan secara serempak di depan Gedung DPRD di beberapa wilayah Indonesia. Melalui aksi yang tergabung dalam agenda Rabuan ini, para peserta berusaha mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Pada pukul 10.15 WIB, aksi dimulai dengan penyampaian latar belakang Hari PRT Nasional oleh Jumiyem selaku koordinator aksi di Yogyakarta. Kemudian, aksi dilanjutkan dengan doa bersama dan sesi dokumentasi. Selain Jumiyem dan peserta aksi lainnya, payung-payung hitam bertuliskan #SAHKANRUUPPRT juga turut menghiasi pelataran depan Gedung DPRD DIY. Beberapa serbet raksasa bertuliskan PRT Bersatu Menuntut Kesejahteraan, Stop Kekerasan Terhadap PRT, dan Wujudkan Perlindungan bagi PRT juga terlihat menghiasi pelataran sebagai representasi semangat pekerjaan PRT.
Menurut penuturan Jumiyem, latar belakang diperingatinya Hari PRT Nasional berawal dari kisah seorang PRT anak berusia empat belas tahun di Surabaya bernama Sunarsih. Ia mengalami berbagai macam penyiksaan dan kekerasan yang membuatnya meninggal pada 15 Februari 2001. Maka dari itu, sejak tahun 2007, 15 Februari diperingati sebagai Hari PRT. “Seperti perdagangan orang, ada yang mengajak Sunarsih bekerja tapi orang tuanya tidak tahu dia dipekerjakan di mana, dan tiba-tiba sudah meninggal pada Februari 2001,” ujar Jumiyem. Menurutnya, latar belakang tersebut kuat untuk mendesak disahkannya RUU PPRT agar tragedi yang semacam Sunarsih alami tidak terulang kembali.
Selain aksi turun langsung ke lapangan, Jumiyem mengatakan bahwa aksi kali ini juga diselenggarakan melalui Zoom. Bagi PRT yang tidak dapat mengikuti aksi, mereka dapat mengirim surat melalui kantor pos maupun melalui tautan di media sosial. “Sejauh ini sudah terkumpul 1.500 surat,” ujar Jum yang juga merupakan pengurus Serikat PRT Tunas Mulia Yogyakarta.
Setelah menyampaikan latar belakang, Jumiyem kemudian menyampaikan tuntutan yang dikoordinasikan oleh JALA PRT, yakni RUU PPRT harus segera disahkan. Sebab, menurutnya, perjanjian kerja, keselamatan dalam lingkungan kerja, dan sistem upah yang layak adalah hal-hal yang belum didapatkan sebagian PRT dan akan diakomodasikan oleh RUU tersebut. “Mengingat saat ini PRT berada dalam situasi seperti diskriminasi dan perbudakan, sangat penting bagi PRT untuk memiliki UU ini,” ujarnya.
Jumiyem juga menyampaikan bahwa selama ini belum ada jaminan sosial dan ketenagakerjaan bagi PRT. “Selama ini PRT belum diakui negara sebagai pekerja, jadi hak-haknya sebagai pekerja belum didapatkan. Salah satunya, ketiadaan hak perlindungan sosial,” sambungnya.
Selain itu, Jumiyem juga mengungkapkan bahwa RUU PPRT ini tidak hanya melindungi PRT. Hak dan kewajiban para penyalur serta pemberi kerja, menurutnya, juga akan dilindungi oleh RUU ini. Bahkan, menurut Jumiyem, RUU PPRT ini juga akan berdampak kepada pekerja rumah tangga yang berada di luar negeri. “Memang betul pekerja imigran sudah ada UU-nya, tetapi implementasinya masih belum maksimal. Kenyataannya, masih banyak PRT imigran yang mendapat kekerasan,” ungkapnya.
Menurut penuturan Jumiyem, terhitung sudah hampir dua puluh tahun sejak RUU PPRT ini diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2004. “Sekitar 1997 itu sudah dibuat draf RUU-nya, dan diajukan kepada DPR dari tahun 2004 sampai sekarang,” imbuhnya. Akan tetapi, Jumiyem menyayangkan upaya yang dilakukan oleh pemerintah masih belum menunjukkan kabar baik.
Berbicara soal aksi lanjutan, Jumiyem mengungkapkan akan ada aksi berupa puasa keprihatinan yang dimulai pada tanggal 15 Februari. “Ada 5.000 PRT yang akan melaksanakan aksi puasa keprihatinan mulai besok pagi sampai RUU ini ditetapkan menjadi UU. Aksi ini dilakukan secara bergilir dan bergantian serta dilakukan bersama-sama,” tutur Jumiyem. Selain aksi puasa, aksi Rabuan juga akan terus dilaksanakan di depan Gedung DPRD.
Heni sebagai salah satu peserta aksi menuturkan alasan dirinya mengikuti aksi ini. Latar belakangnya sebagai PRT membuat dirinya juga merasa membutuhkan UU tersebut. Sebab, selama bekerja, ia merasakan berbagai macam ketidakadilan. “Mulai dari gaji saya yang tidak langsung diberikan oleh majikan, sampai mendapatkan kekerasan secara fisik,” tutur Heni.
Heni berharap akan adanya penyegeraan pengesahan RUU PPRT sebelum nasib PRT semakin memburuk. “Saya melihat kalau tidak ada UU PRT, maka selamanya nasib PRT akan selamanya digantung sedemikian rupa. Akan semakin banyak kekerasan-kekerasan yang terjadi pada PRT,” pungkasnya.
Senada dengan Heni, Jumiyem berharap diadakannya aksi tersebut dapat menggerakkan hati pihak DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT. “Pengesahan disegerakan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kekerasan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan baik oleh PRT maupun majikan,” tutup Jumiyem.
Penulis: Nandini Mu’afa, Tuffahati Athallah, Yasmin Nabila Sahda
Penyunting: Fauzi Ramadhan
Fotografer: Muhammad Adrian Firmansyah