“Bos! Bos! Bos! Pintar benar politiknya. Rakyat pun dihipnotis merasa lumrah hidupnya.” Kalimat tersebut adalah penggalan salah satu lagu yang dinyanyikan oleh seorang massa aksi di panggung rakyat dalam aksi #TolakKenaikanBBM pada (15-09). Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) itu memadati depan Pasar Beringharjo Yogyakarta hingga menutup Jalan Malioboro. Aksi ini merupakan aksi lanjutan pascaaksi sebelumnya pada Sabtu (10-09) di depan gerbang Kantor DPRD Yogyakarta.
Pada pukul 13.25, massa aksi berkumpul di Bundaran UGM yang kemudian dilanjutkan dengan longmars menuju Jalan Malioboro. Mereka sempat berhenti di perempatan Tugu Pal Putih untuk melakukan orasi. Kemudian, mereka juga sempat melakukan aksi di depan kantor Pertamina Marketing Branch Yogyakarta dan Surakarta untuk menyampaikan aspirasi. Aksi puncak berupa pertunjukan panggung rakyat dilaksanakan di depan Pasar Beringharjo pada pukul 14.46 WIB.
Amel selaku Tim Kajian ARB menjelaskan bahwa aksi kali ini merupakan aksi puncak pascakonsolidasi nasional. Di samping penolakan kenaikan harga BBM, terdapat beberapa tuntutan yang dibawa pada aksi kali ini, seperti tindak lanjut upaya pemerintah dalam mengusut tuntas kasus HAM, RKUHP, dan Omnibus Law. “Aksi ini ditujukan khususnya untuk para wakil rakyat yang menyusun kebijakan yang tidak transparan dan tidak menyediakan ruang partisipasi bagi publik,” tegasnya.
Aksi yang bertajuk Panggung Rakyat kali ini tidak hanya berisikan orasi politik, tetapi juga menampilkan aksi teatrikal, puisi, dan nyanyian. Selain mahasiswa, komunitas pedagang kaki lima (PKL) dan becak motor Malioboro juga turut meramaikan aksi. “Memang sudah saatnya buruh, pekerja, dan semua elemen masyarakat bergerak untuk menyuarakan isu ini,” lanjut Amel.
Keterlibatan berbagai elemen masyarakat tentu bukan tanpa alasan. Kenaikan BBM tidak hanya berdampak terhadap pengguna kendaraan bermotor. Kebijakan mengenai kenaikan harga BBM berpotensi menghasilkan efek domino terhadap kenaikan harga bahan-bahan pokok. Hal tersebut diungkapkan oleh Bryan (bukan nama sebenarnya), salah seorang massa aksi unsur mahasiswa. Bryan menambahkan bahwa tujuan utama aksi kali ini, selain menyadarkan pandangan masyarakat, juga menuntut pemerintah mengembalikan harga BBM bersubsidi semurah-murahnya. “Harapannya supaya masyarakat kecil menengah maupun rentan dapat menikmati BBM bersubsidi demi kesejahteraan rakyat,” ujar Bryan.
Bruce (bukan nama sebenarnya), salah satu massa aksi dari UGM, mengatakan bahwa massa aksi telah melayangkan ultimatum kepada pihak DPRD Yogyakarta melalui aksi pada 10 September 2022. Adapun isi dari ultimatum tersebut adalah peringatan jika dalam tiga hari pascaaksi tidak dihiraukan, maka akan ada aksi yang lebih besar lagi.
Benar saja, masih tidak ada pernyataan sikap maupun tanggapan dari pihak Pemerintah Yogyakarta hingga aksi kali ini dilakukan. “Sudah berulang kali aksi diadakan di depan Gedung DPRD Yogyakarta, tetapi mereka masih budek, jadi buat apa aksi di situ lagi?” terang Bruce. Ia juga menambahkan bahwa hal tersebut sekaligus menjadi alasan lokasi aksi dipindahkan ke Pasar Beringharjo yang dianggap strategis dan dekat dengan rakyat.
Selain didahului oleh konsolidasi nasional, aksi kali ini juga merupakan tindak lanjut aksi internal di beberapa universitas. Feri, salah satu massa aksi internal di UGM, menilai bahwa aksi ARB di depan gerbang DPRD DIY pada 10 September 2022 terkesan terburu-buru. Ia mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan tanpa kajian. Mereka tidak ingin bergabung jika tanpa kajian atas tuntutan aksi. “UGM adalah kampus yang selalu menekankan partisipasi gerakan-gerakan intelektual,” tambahnya.
Pemilihan lokasi pada aksi 12 September ini pun bukan tanpa alasan. Bundaran UGM dipilih untuk menegaskan bahwa mahasiswa UGM menuntut kampus untuk bersuara. Akademisi kampus dianggap tidak menunjukkan sikap kooperatif. Mereka yang seharusnya memihak kepada rakyat malah bungkam. Feri mengaku bahwa pihak akademisi kampus sama sekali tidak menunjukkan sikapnya terhadap kebijakan-kebijakan yang dinilai menyengsarakan rakyat. “Selama saya berkuliah di UGM, pihak kampus sama sekali tidak pernah memberikan sikap terhadap permasalahan yang pernah terjadi karena kebijakan pemerintah,” ucap Feri.
Selain nihilnya kajian, Bruce yang juga menjadi humas aksi internal UGM menerangkan bahwa Aliansi Mahasiswa UGM memiliki tujuan internal. Aksi internal ini menuntut suara dari pihak kampus terhadap isu yang disuarakan. Mereka melontarkan orasi-orasi satire kepada elite-elite kampus.
Bruce mengungkapkan bahwa awalnya mereka mengundang akademisi kampus. “Sebagai konsep awal, sebenarnya kami dari aliansi internal mahasiswa UGM telah mengundang akademisi dari FEB kemarin, tetapi ternyata mereka tidak bisa hadir karena suatu hal,” ucap Bruce. Itulah sebabnya aksi diadakan di kampus sendiri. Selain memantik, aksi ini juga ditujukan kepada akademisi tersebut.
Feri menjelaskan, isu kenaikan BBM ini akan terus dikawal sejauh belum ada respons dari pemerintah. “Aksi pada 15 September 2022 di Yogyakarta merupakan sebuah pemantik sebelum aksi nasional,” pungkas Feri. Evaluasi pascaaksi akan dilakukan demi menghindari polarisasi massa.
Reporter: Sidney Alvionita, Maria Adelina Puspaningrum, Vigo Joshua, Cahya Saputra, dan Edo Saut Hutapea
Penulis: Vigo Joshua, Cahya Saputra, dan Edo Saut Hutapea
Penyunting: Bangkit Adhi Wiguna
Fotografer: Zidane Damar