
©Elvira/Bal
Kamis (31-03), Gerakan Rakyat Menggugat Jawa Tengah menggelar aksi “Rakyat Jawa Tengah Menggugat” di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Aksi yang dihadiri oleh massa dari berbagai elemen seperti Aliansi Solidaritas untuk Wadas, mahasiswa, dan buruh ini digelar sebagai wujud mosi tidak percaya kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Sikap tersebut diambil sebagai respons terhadap banyaknya persoalan yang belum terselesaikan, seperti kasus Wadas, persoalan UU Cipta Kerja, dan Upah Minimum Provinsi yang merugikan rakyat. Aksi berjalan tertib dengan diisi kegiatan orasi, pembacaan puisi, dan aksi simbolik.
Di tengah teriknya panas matahari, ratusan massa aksi mulai berjalan dari Patung Pangeran Diponegoro menuju Kantor Gubernur Jawa Tengah. Barisan dirapatkan, spanduk dibentangkan, dan orator mulai naik mimbar menyerukan mosi tidak percaya terhadap Ganjar. Menurut Junaidi, salah satu orator aksi, mosi tidak percaya harus didengungkan karena Ganjar telah gagal menyelesaikan persoalan di Jawa Tengah. “Mundur kau Ganjar Pranowo kalau tidak mampu mengakomodasi segala bentuk kepentingan rakyat!” seru Junaidi dengan lantang.
Sepakat dengan seruan Junaidi, Naim selaku koordinator aksi dari UIN Walisongo menyatakan bahwa mereka sudah berkali-kali menggelar aksi untuk menyuarakan keresahan, tuntutan, dan meminta kejelasan dari Ganjar. Akan tetapi, Ganjar hanya mengiakan tanpa mau membuat kesepakatan. Menurut Naim, ada banyak kasus yang tidak terselesaikan sehingga membuat rakyat tidak lagi mempercayainya. “Tidak ada komunikasi lebih lanjut dengan massa aksi. Kita sudah muak dengan Ganjar,” ungkap Naim.
Alih-alih menyelesaikan masalah, Azim Muhammad, salah satu massa aksi dari Wadas, mengungkapkan bahwa aksi-aksi yang digelar sering kali dipolitisasi. Gerakan yang dibuat secara sepihak diakuisisi oleh Ganjar demi mengangkat elektabilitasnya. Oleh karena itu, menurutnya, saat ini massa aksi sudah tidak mau apabila Ganjar angkat bicara. “Ditakutkan oleh teman-teman, aksi ini untuk mengangkat elektabilitasnya lagi seperti aksi 22 Maret 2022,” terang Azim.
Turut menegaskan, Rahmatullah Yudha Welita dari Aliansi Suara Undip juga mengaku tidak ingin Ganjar mendatangi massa aksi lagi. Hal tersebut didasarkan pada sikap Ganjar yang selama ini tidak pernah konsisten dengan perkataannya. “Ini membuat kami benar-benar tidak memercayainya, pendekatan dialogis sekalipun tidak akan kami lakukan,” tegas Rahmat. Sebab, menurutnya, pendekatan dialogis sudah pernah dicoba berkali-kali, tetapi tidak ada respons.
Jika ditarik mundur ke belakang, menurut Rahmat, mosi tidak percaya ini lahir dari beberapa kegagalan proses dialog dan aksi yang pernah dilakukan. Misalnya, pada aksi 22 Maret 2022, massa aksi telah membuat nota kesepakatan untuk Ganjar yang saat itu turun ke jalan. Meski Ganjar turun menemui massa aksi, tuntutan massa tetap tidak diakomodasi. Nota kesepakatan tersebut tidak ditandatangani, bahkan tidak dikembalikan kepada massa aksi. Padahal, seluruh bentuk pengawalan sudah ditempuh, mulai dari jalur litigasi sampai nonlitigasi. “Hingga pada akhirnya kita melempar mosi tidak percaya kepada Ganjar Pranowo atas dasar tidak diperdulikannya suara konstituen,” terang Rahmat.
Melihat persoalan dan tuntutan yang tak kunjung diselesaikan, massa aksi tak gentar untuk terus menyusun strategi mendesak Ganjar. Rahmat menuturkan bahwa aksi kali ini bukanlah aksi terakhir. Setelah mosi tidak percaya ini diserukan, massa aksi akan menunggu respons Ganjar. Senada dengan Rahmat, Naim menuturkan bahwa akan ada aksi lanjutan. “Strategi yang bisa kita lakukan ya satu, terus membuat gerakan aksi massa,” jelas Naim.
Menanggapi aksi yang terus dilakukan, Mulyono, perwakilan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia Jawa Tengah berharap aksi semacam ini bisa menjadi lebih besar. Menurutnya, sudah menjadi hak rakyat untuk senantiasa mengingatkan gubernur bahwa suara rakyat harus didengar. Ia juga menyatakan bahwa janji-janji Ganjar ketika mencalonkan diri menjadi gubernur harus benar-benar ditepati. “Sudah menjadi kewajiban kita selaku masyarakat untuk menyuarakan keresahan, situasi dan kondisi saat ini memang sedang tidak kondusif,” pungkasnya.
Reporter: Elvira Sundari, Fahrul Muharman, Ilham Maulana, Linda Prastica, Ryzal Catur Ananda Shandy Surya, dan Salma Shidqiyah
Penulis: Yeni Yuliati
Penyunting: Han Revanda Putra
Fotografer: Elvira Sundari