Rabu (2-3), Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (DPP Fisipol UGM) menyelenggarakan kuliah umum berkolaborasi dengan Citres-Edu bertajuk “Politik Transisi Energi dan Krisis Ukraina”. Diskusi ini diselenggarakan secara daring dengan menghadirkan tiga narasumber, yakni Nanang Indra Kurniawan, Kepala Research Centre for Politics and Government UGM; Tadzkia Nurshafira, Alumnus Pascasarjana Politik dan Pemerintahan UGM; dan Hasrul Hanif, Dosen Politik Sumber Daya Alam DPP Fisipol UGM. Diskusi ini mencoba menggali tentang polemik politik migas antara Rusia-Ukraina.
Pada awal diskusi, Nanang memaparkan bahwa belakangan ini ramai pembahasan tentang invasi Rusia ke Ukraina. Ia berpendapat bahwa isu invasi Rusia dan Ukraina ini memiliki pengaruh terhadap proses transisi energi, salah satunya program Green Deal. Program tersebut dirumuskan Uni Eropa pada tahun 2020 dan akan menggagas Net Zero Emission pada tahun 2050. Salah satu komitmen Uni Eropa dalam mencapai Net Zero adalah menggeser investasi di sektor energi berbasis fosil ke sektor energi terbarukan. “Tujuannya agar Uni Eropa menjadi pionir penting bagi dunia dalam upaya pengurangan emisi karbon yang bermaksud untuk menahan laju peningkatan suhu bumi,” tutur Nanang.
Menanggapi Nanang, Hanif mengatakan bahwa penutupan sumber energi nuklir dan batu bara akan ditutup, serta pengurangan investasi pada sektor migas akan terjadi dalam transisi energi. Uni Eropa merencanakan energi gas akan berperan penting sebagai pengganti transisi tersebut. Gas dipilih menjadi pengganti karena dianggap relatif dan bersih dibandingkan batu bara dan nuklir.
Untuk mendukung berjalannya transisi energi ini, menurut Nanang, Jerman dan Uni Eropa melakukan kerja sama dengan membangun proyek pipa gas dari Rusia yang dinamai Nord Stream 1 dan Nord Stream 2. Dalam proyek Nord Stream 2, terdapat konsekuensi geostrategis akibat pembangunannya yang melewati Ukraina. “Rusia menjadi salah satu penyumbang suplai gas paling besar dalam mendukung program Green Deal,” jelas Nanang.
Lebih lanjut, Nanang memaparkan bahwa dengan adanya konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina menghambat proyek Nord Stream 2. Akibatnya, beberapa negara mencoba menekan Jerman dan Uni Eropa untuk menghentikan sementara proyek tersebut dengan harapan dapat memberikan daya tekan diplomatik kepada Rusia. Namun, menurut Nanang, ketergantungan ekonomi terhadap gas Uni Eropa yang cukup tinggi ke Rusia membuat Eropa tidak dapat melakukan intervensi ke Ukraina.
Mengenai transisi energi, Tadzkia memaparkan bahwa invasi Rusia ke Ukraina ini memengaruhi agenda transisi energi dalam jangka panjang. Krisis antara Rusia dan Ukraina mengakibatkan bahan energi gas dianggap salah satu sumber masalah karena ketergantungan Uni Eropa kepada Rusia. “Hal yang terjadi di Rusia dan Uni Eropa ini sangat dipengaruhi oleh struktur wewenang yang bergantung pada penempatan gas sebagai sumber energi sentral,” ujar Tadzkia.
Menurut Hanif, invasi Rusia dan Ukraina hanya menjadi pintu masuk untuk khalayak dapat mendiskusikan isu transisi energi lebih jauh. Banyak negara-negara di Uni Eropa menganggap bahwa Rusia memiliki pengaruh yang besar. Sebab, mereka juga berkepentingan dengan gas yang dimiliki oleh Rusia. “Masyarakat dapat melihat sikap yang tidak cukup tegas dalam menyikapi proses invasi Rusia di Ukraina,” tegas Hanif.
Hanif melanjutkan penjelasannya tentang kata kunci ‘paradoks’ yang memiliki implikasi cukup serius. Konsep keamanan energi memastikan kesinambungan energi dengan suplai yang stabil dan ajeg dengan harga yang masuk akal. “Namun di sisi lain, keamanan energi justru menghadapi tantangan ketidakamanan energi akibat kepentingan beberapa negara,” ujar Hanif. Tindakan Rusia yang dengan sengaja menahan suplai dan menaikkan harga gas merupakan salah satu contohnya.
Hal yang menarik menurut Hanif adalah ketika keamanan energi tidak hanya berhubungan dengan kepentingan domestik suatu negara, tetapi juga kepentingan keamanan energi sendiri. Proses pengabaian terhadap sesuatu yang sifatnya jangka panjang masih sering ditemukan. Proses ini menunjukkan bahwa konflik Rusia-Ukraina dan relasinya dengan Uni Eropa, banyak paradoks dan dilema yang ditemukan menunjukkan bahwa isu soal transisi energi menjadi isu yang sangat politis. “Ketidakamanan energi menghasilkan kecenderungan untuk mengabaikan hal yang bersifat jangka panjang dalam skala yang lebih sistemik,” pungkas Hanif.
Penulis: Lindra Prastica, M. Fahrul Muharman, dan Rizka Nur Hamidah
Penyunting: Renova Zidane Aurelio
Fotografer: Zidane Damar