Balairungpress
  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
Newest post
Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...
Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan
Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...
Proyek Kapitalisasi Kegilaan
Kelakar UGM, KKN Tak Boleh Kelar
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan
Jejak Trauma Kolektif Korban Kekerasan Orde Baru dalam...
Jurnalis Perempuan Selalu Rasakan Ketimpangan dan Kekerasan
Zine Media Perlawanan Alternatif Perempuan di Tengah Perayaan...
Proyek Kapitalisasi Kegilaan
Kelakar UGM, KKN Tak Boleh Kelar
Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah
Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau
Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender...
Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir
SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

Balairungpress

  • REDAKSI
    • KILAS
    • ALMAMATER
    • LAPORAN UTAMA
    • APRESIASI
    • INSAN WAWASAN
  • NALAR
    • WAWASAN
    • KAJIAN
  • REHAT
    • ARSIP
    • BUKU
    • FILM
    • OPINI
    • SASTRA
  • BINGKAI
    • ANALEKTA
    • INFOGRAFIS
    • KOMIK
    • PERISTIWA
    • SKETSA
  • PIPMI
    • Direktori
    • Suplemen
    • PUBLIKASI
  • ENEN
  • IDID
APRESIASIKABARREDAKSI

Gaya Hidup Kurangi Polusi dengan Jalan Kaki

Desember 3, 2021

©Sony/Bal

Terik cahaya matahari menembus kaca jendela, sinarnya membias ke arah layar laptop yang menampakkan kehadiran pria berkacamata dengan topi hitam di kepalanya. Pria itu bernama Abiyyi Yahya Hakim, salah satu pendiri Komunitas Pedestrian Jogja, yang ditemui oleh tim Balairung secara daring pada Selasa (9-11). Dengan latar belakang virtual bertuliskan “Jalan kaki solusi kurangi polusi”, Abiyyi menceritakan tentang tujuan poster tersebut dibuat. Poster berwarna biru dengan tulisan berwarna hitam tersebut, bagi Abiyyi, dibuat untuk menjadi salah satu perwujudan aksi dalam mengampanyekan kebiasaan berjalan kaki. “Gaya hidup berjalan kaki ini tentu menjadi solusi bagi kita untuk mengurangi polusi,” imbuhnya sebagai pembuka obrolan hari itu.

Setelah bercerita tentang latar belakang virtualnya, Abiyyi mengeluhkan kurangnya sambutan dan minat masyarakat atas kegiatan berjalan kaki. “Anggota koalisi pejalan kaki hanya kami ini saja, tidak berharap banyak juga karena selama ini anggotanya datang dan pergi,” ucapnya. Ia menambahkan, jika disandingkan dengan komunitas bersepeda, gerakan pejalan kaki jauh lebih sedikit peminatnya.

Senada dengan Abiyyi tentang rendahnya minat pejalan kaki, Universitas Stanford memaparkan bahwa rata-rata orang Indonesia berjalan kaki hanya 3.513 langkah per hari pada 2017. Apabila menatap data ini, masih jarang orang Indonesia yang berjalan kaki dibandingkan dengan rata-rata langkah pejalan kaki global, yakni lima ribu langkah per hari. Menyambung  ungkapan Abiyyi, data ini menunjukkan bahwa minat orang untuk berjalan kaki di Indonesia masih kurang.

Menanggapi keluhan Abiyyi, Dhimas Bayu Anindhito, Dosen Fakultas Teknik UGM, membeberkan fakta terkait hasrat jalan kaki di Indonesia yang masih minim. Dengan gaya bercerita, ia memaparkan dua alasan yang melatarbelakanginya. “Alasan pertama adalah kondisi cuaca di Indonesia,” ungkapnya. Dhimas menyatakan bahwa cuaca di Indonesia terlalu panas sehingga memberikan ketidaknyamanan suhu bagi orang untuk berjalan kaki.  

Selain masalah cuaca, Dhimas memaparkan alasan kedua, yaitu adanya aspek kontestasi ruang. Dalam hal ini, Dhimas menunjukkan kontestasi ruang terwujud dalam perebutan trotoar oleh pejalan kaki dan pedagang. “Meskipun terjadi kontestasi ruang, pembangunan trotoar merupakan kewenangan dari pemerintah kota atau pemerintah kabupaten,” tambahnya. 

Dhimas juga menambahkan bahwa pemerintah di level nasional sudah mengeluarkan pedoman teknis perencanaan trotoar. Pernyataan ini diperkuat oleh Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 02/SE/M/2018 pada 2018. Kemudian, dari adanya surat edaran tersebut, terbitlah buku Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil: Perencanaan teknis fasilitas pejalan kaki. Dalam prakatanya, buku ini menjadi pedoman bagi para pemangku kepentingan, baik perencana, perancang, maupun pelaksana dalam menyediakan fasilitas pejalan kaki di perkotaan. 

Menyambung pendapat Dhimas soal pejalan kaki, Darmaningtyas, pendiri LSM Inisiatif Strategis untuk Transportasi (INSTRAN), menceritakan sejarah tren berjalan kaki di Indonesia. Pada tahun 80-an, trennya adalah penggunaan kendaraan tak bermotor, seperti jalan kaki atau menggunakan sepeda dan transportasi umum. Kemudian ia melanjutkan, pada era 90-an dan setelahnya, masyarakat beralih menuju kendaraan bermotor. 

Darmaningtyas menjelaskan fenomena tersebut sebagai wujud dari peralihan kultur masyarakat. Ia mengingatkan bahwa gaya hidup berjalan kaki pada era perubahan kultur memiliki tantangan tersendiri. Tantangan itu, menurutnya, berkaitan dengan kepentingan orang berjalan kaki. “Jalan kaki itu susah dibudayakan karena jarang sekali orang sengaja bepergian dengan jalan kaki.” ucapnya.

Selain perubahan tren, persoalan jarak tempuh juga dibahas oleh Darmaningtyas. Menurutnya, aktivitas jalan kaki cocok diterapkan sehari-hari dengan radius perjalanan dekat.  “Lima ratus meter adalah jarak paling ideal, kalau lebih, orang akan malas jalan kaki,” tegasnya. Ia berpendapat bahwa syarat menumbuhkan budaya berjalan kaki adalah fasilitas penunjangnya harus dibangun di seluruh kelas jalan. Darmaningtyas berharap adanya fasilitas trotoar di jalan utama, jalan kolektor, maupun jalan lingkungan. 

Perihal trotoar, Dhimas menyebutkan terdapat dua kriteria trotoar. Kriteria pertama, yaitu adanya kanopi dari pohon di sekitar area trotoar. Kriteria kedua, yaitu perabot jalan seperti lampu jalan, tempat sampah, dan tugu kecil penghalang. “Jadi, pejalan kaki bisa melewati tugu kecil penghalang, tapi kendaraan bermotor tidak bisa,” sambung Dhimas. Ia menambahkan bahwa harus ada pembatas yang jelas antara trotoar dengan jalan raya demi keselamatan pejalan kaki. 

Melanjutkan tentang pejalan kaki, Abiyyi menambahkan berjalan kaki tidak terlepas dari transportasi publik. Transportasi publik ini tentu harus lengkap dan memadai. Kemudian, ia berargumen bahwa dalam pembentukan budaya berjalan kaki, fasilitas seperti transportasi publik ini tentu menjadi syarat utama. “Berjalan kaki akan selalu terhubung dengan transportasi publik, ketiadaan fasilitas ini akan membuat orang malas berjalan kaki,” tegas Abiyyi.

Sambil sesekali membenarkan kacamata, Ahmes Syahda, mahasiswa pelaku gaya hidup jalan kaki, menuturkan bahwa kebanyakan orang hanya mengira kesehatan adalah satu-satunya manfaat dari berjalan kaki. Akan tetapi, menurutnya, manfaat berjalan kaki lebih dari itu. Ia menjelaskan bahwa dengan berjalan kaki, banyak orang akan lebih kenal lingkungan sekitarnya dibandingkan naik motor. “Dengan jalan kaki, kita jadi lebih mengenali lingkungan sekitar kita,” jelasnya.

Namun, dengan berbagai manfaat yang melatarbelakanginya, Ahmes menambahkan bahwa jalan kaki tidak selalu menjadi tawaran opsi yang efektif dalam mengurangi polusi. Untuk jarak tempuh lebih dari tujuh ratus meter, sepeda dan transportasi umum menjadi opsi lain yang dapat dipakai. “Berjalan kaki selalu dilengkapi dengan pemanfaatan transportasi umum atau sepeda untuk mengurangi polusi,” terangnya. 

Kembali menatap poster miliknya, Abiyyi menyampaikan sebetulnya berjalan kaki dapat menjadi sarana pengurangan polusi. Sebab, menurut Abiyyi, jalan kaki mampu meminimalisasi penggunaan ruang dan energi di jalan raya. Menurutnya, berjalan kaki artinya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, penyumbang emisi karbon terbesar di udara. “Budaya berjalan kaki sebanding dengan pengurangan pengendara kendaraan bermotor, jadi mengurangi polusi juga,” terang Abiyyi.

Sependapat dengan Abiyyi, Darmaningtyas menyebutkan bahwa gaya hidup jalan kaki ialah aksi nyata menjaga ekosistem lingkungan. Ia berpendapat juga bahwa jalan kaki menawarkan segudang manfaat. Bagi Darmaningtyas, jalan kaki berkontribusi langsung mereduksi polusi udara dan suara, serta menghemat bahan bakar minyak (BBM). “Suatu kota atau daerah yang tidak memiliki polusi, tingkat kesejahteraannya, baik dari aspek fisik maupun psikis, akan meningkat,” imbuhnya.

Matahari perlahan bergeser seiring sorotnya memudar. Bersamaan dengan bunyi jendela dan pintu ditutup, perbincangan bersama Abiyyi mencapai titik akhir. Dengan suara sarat akan harapan, Abiyyi mengatakan bahwa pembangunan adalah tentang berproses. Menurutnya, pembangunan kota merupakan hal kompleks sehingga dibutuhkan penyelesaian menyeluruh. “Harus ada kolaborasi antara komunitas, pemerintah, dan masyarakat,” ucapnya. Ia menutup perbincangan dengan mempertegas kembali, untuk sampai pada situasi kota yang bebas polusi jalan kaki mampu menjadi solusi.

Penulis: Malika Mumpuni Mahfud, Sinta Damayanti, Fahri Reza Muhammad (Magang)
Penyunting: Valentino Yovenky
Fotografer: Theodorus Sony Baskoro (Magang)

2
Facebook Twitter Google + Pinterest

Artikel Lainnya

Pusparagam Perjuangan dalam Temukan Ruang Aman

Jalin Merapi Tak Pernah Ingkar Janji

Sastra untuk Semua lewat Sastra Suara

Awab Ajar Awam, Gunakan Daya dari Surya

Resistensi atas Trauma Korban Kekerasan ‘65

Belasut Puja-Puji Palsu Tubuh Perempuan dalam Kanvas

Pusparagam Perjuangan dalam Temukan Ruang Aman

Jalin Merapi Tak Pernah Ingkar Janji

Sastra untuk Semua lewat Sastra Suara

Awab Ajar Awam, Gunakan Daya dari Surya

Resistensi atas Trauma Korban Kekerasan ‘65

Belasut Puja-Puji Palsu Tubuh Perempuan dalam Kanvas

Berikan Komentar Batal Membalas

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pos Terbaru

  • Aksi Hari Buruh Soroti Ketimpangan atas Ketidakpedulian Pemerintah

    Mei 4, 2025
  • Gerakan Hijau Tersandera Meja Hijau

    Mei 4, 2025
  • Naskah Nusantara seperti Cerita Panji Ungkap Keberagaman Gender dalam Sejarah Indonesia

    Mei 3, 2025
  • Masyarakat Pesisir Tuban Kian Terpinggir

    April 30, 2025
  • SEJAGAD, Serikat Pekerja Kampus Pertama di Indonesia, Resmi Didirikan

    April 28, 2025

Jurnal Balairung Vol. 2 No. 2 (2020)

Infografis

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Yu Par, Legenda Kantin bonbin

Menyambut Coming Out Age dengan Berubah Menjadi Panda

Moral Tanpa Tuhan

Sampah Kota Ditopang Swadaya Warga

Berebut Gunungkidul

Hubungi Kami

Facebook Twitter Instagram Pinterest

Ads

Footer Logo
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • AWAK
  • KONTAK
  • KONTRIBUSI

©2022 BPPM BALAIRUNG UGM