Kuliah Kerja Nyata-Program Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) UGM Periode 2 dilaksanakan secara daring sebagai upaya preventif penularan COVID-19. KKN-PPM Periode 2 melibatkan 4.504 mahasiswa dari 19 fakultas, didampingi 178 Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dan 15 Koordinator Wilayah (Korwil) serta melibatkan 178 lokasi di seluruh Indonesia, meliputi 27 provinsi, 77 kabupaten/kota, 143 kecamatan, dan 263 desa. Seluruh mekanisme pelaksanaan KKN-PPM dipindahkan ke sistem khusus di laman periode2.kkn-ppm.id. Sebelumnya, UGM juga telah melaksanakan KKN-PPM Periode 6 sebagai respons cepat terhadap pandemi COVID-19. Dalam tulisan ini, KKN-PPM Periode 6 dan 2 disebut sebagai KKN daring.
Pengalihan pelaksanaan KKN daring dari āterjun langsung ke lokasiā menjadi āmelalui rumahā menimbulkan kesan tersendiri bagi para pesertanya. Beberapa kesan yang timbul dan paling mencolok di antaranya adalah ketiadaan rasa mengabdi secara optimal dan kehilangan momentum KKN daring yang erat kaitannya dengan kerja langsung di desa-desa. Terlepas dari subjektivitas kesan-kesan tersebut, terdapat beberapa keresahan yang dirasakan oleh sebagian peserta KKN daring. Berangkat dari hal tersebut, Balairung mengadakan jajak pendapat keresahan mahasiswa KKN-PPM UGM mengenai pelaksanaan KKN daring. Jajak pendapat ini diisi oleh 83 peserta KKN daring, baik dari Periode 6 maupun Periode 2.
Jajak pendapat mengenai Keresahan Mahasiswa KKN-PPM UGM dalam pelaksanaan KKN Daring disebar melalui Google Form selama 9 hari dengan responden sebanyak 83 orang. Dari 83 responden tersebut, jumlah responden dari klaster sosial-humaniora adalah yang tertinggi yaitu 66,3%; diikuti oleh klaster saintek sebanyak 22,9%; klaster agro 6%; dan klaster medika 22,9%. Sebanyak 91,6% berasal dari angkatan 2017 dan 8,4% dari angkatan 2016; 94% responden melaksanakan KKN di Periode 2 dan 6% di Periode 6; responden terbanyak berlokasi KKN di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (43,4%), diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah (20,5%), Jawa Timur (10,8%), dan sisanya luar Pulau Jawa.
KKN daring mengharuskan para pesertanya untuk berhubungan dengan pihak desa dari jauh. Oleh karena itu, diperlukan perangkat gawai dan internet. Bantuan yang diberikan oleh UGM mengenai hal tersebut masih belum merata, terlihat dari hasil jajak pendapat di atas. Sebagian besar responden (55,40%) tidak menerima bantuan pulsa atau kuota internet. Dana asuransi yang menjadi hak peserta KKN juga tidak merata distribusinya, yaitu sebanyak 54,20% responden tidak menerima dana asuransi. Masih terdapat ketimpangan di bantuan dana untuk program kerja, yaitu sebanyak 89,20% responden menerima dana program kerja, sedangkan 10,80% sisanya tidak menerima.
Fasilitas lainnya yang diberikan oleh UGM adalah sosialisasi dan video tutorial pengisian Laporan Rencana Kegiatan (LRK), logbook, dan presensi. Lebih dari setengah responden (56,6% untuk sosialisasi dan 54,2% untuk video tutorial) mengaku biasa saja terhadap fasilitas yang diberikan oleh UGM tersebut. Responden yang mengaku sangat dibantu oleh adanya fasilitas tersebut adalah sebanyak 22,9% untuk sosialisasi dan 34,9% untuk video tutorial. Sisanya, sebanyak 20,5% untuk sosialisasi dan 10,8% untuk video tutorial mengaku tidak merasa dibantu sama sekali.
Responden yang tidak merasa dibantu sama sekali oleh sosialisasi dapat disebabkan oleh pembatasan jumlah peserta sosialisasi. Umumnya, satu kali sosialisasi hanya mensyaratkan 3 peserta dari masing-masing tim KKN sebagai perwakilan timnya. Peserta KKN daring yang tidak kebagian jatah, akan mendapat informasi melalui notulensi dari temannya yang mengikuti sosialisasi. Sementara itu, responden yang merasa tidak dibantu sama sekali oleh video tutorial dibantu teman satu timnya alih-alih harus menonton video tutorial terlebih dahulu.
Sebanyak 92,8% responden mengatakan bahwa UGM belum siap melaksanakan KKN-PPM Daring. Teknis KKN daring pun dirasa menyulitkan oleh 80,7% responden. Hal tersebut dapat dilihat pada kendala yang dialami oleh sebagian besar responden. Kendala yang paling banyak dialami oleh responden adalah susah komunikasi dengan pihak desa akibat sinyal buruk dan/atau pihak desa kurang antusias (86,5%); lalu diikuti oleh simpang siur info pengisian LRK dan logbook (78,30%); susah menentukan output KKN daring (71,1%); susah mendapat kontak pihak desa (59%); serta aturan jam kerja kurang fleksibel (57,8%.)
Melalui wawancara mendalam terhadap seorang peserta KKN daring yang berlokasi di Morowali, dipaparkan bahwa memang komunikasi dengan masyarakat desa tidak maksimal. Penyebab utamanya adalah sinyal dan koneksi internet yang buruk. Hal tersebut berdampak pada pelaksanaan lainnya, seperti output program kerja yang sulit untuk ditentukan.
Berdasarkan grafik di atas, sebanyak 45,8% responden tidak tahu apakah program KKN mereka berhasil menjawab permasalahan di desa. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh grafik Pelaksanaan KKN daring berdasarkan kendala, bahwa sebagian responden mengalami susah komunikasi dengan pihak desa sehingga identifikasi permasalahan berasal dari asumsi peserta KKN. Akibatnya, penyusunan program kerja yang diniatkan untuk membantu membenahi masalah di desa, rentanĀ salah sasaran.
Sebanyak 39,80% responden mengatakan bahwa program kerja mereka tidak memberikan solusi bagi permasalahan di desa. DPKM telah melarang peserta KKN daring Periode 2 untuk terjun langsung ke lapangan, berbeda dengan Periode 6 yang semi daring. Sementara itu, sebagian permasalahan di desa membutuhkan solusi nyata alih-alih berkas digital seperti poster, booklet, dan sejenisnya. Namun, tentu saja, solusi nyata tidak mungkin dilakukan secara daring. Maka wajar apabila responden merasa tidak memberikan solusi bagi permasalahan di desa.
Terakhir, sebanyak 14,50% responden mengatakan bahwa program kerjanya dapat memberikan solusi bagi permasalahan di desa. Desa merasa terbantu dengan kerja-kerja dari tim KKN dan indikator capaian kegiatan KKN-PPM UGM dapat terpenuhi.
Meskipun demikian, ketimpangan antara jumlah responden yang memilih ātentu saja dapat memberikan solusi bagi pihak desaā dengan responden yang memilih ātidakā dan ātidak tahuā perlu diperhatikan untuk dievaluasi. Sejatinya, KKN merupakan perwujudan dari poin ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Jadi, poin ketiga tersebut dapat terpenuhi apabila masyarakat merasakan pengabdian dari mahasiswa, salah satunya adalah adanya solusi bagi permasalahan di masyarakat. Grafik pada Gambar Dampak KKN bagi pihak desa merupakan poros dari jajak pendapat ini, bahwa sistem KKN daring masih belum memberikan dampak ke masyarakat.
Berdasarkan grafik pada di atas, sebanyak 42,2% responden mengatakan bahwa sebaiknya KKN daring tidak perlu diadakan; lalu diikuti oleh 41% responden memilih KKN tetap diadakan, namun mengabdinya di kampung halaman masing-masing. Kedua pilihan tersebut memiliki hubungan yang kuat. KKN daring tidak perlu diadakan karena bersifat daring (tidak bisa memberikan solusi yang nyata pada masyarakat), namun beban SKS mengharuskan mahasiswa tetap melaksanakan KKN. Alternatif harapannya adalah, KKN tetap diadakan dengan terjun lapangan, namun mengabdinya di kampung halaman masing-masing. Lebih masuk akal, lebih berdampak ke masyarakat, dan tentunya sesuai dengan nama KKN: Kuliah-Kerja-Nyata.
Penulis: Fadhilla Dwi Prameswary Rayes
Penyunting: Beby Putri Adriansyah Pane
Ilustrator: Rizky Ramadhika