Cerita Pasien Dalam Pengawasan, Suatu Ketika
/1/
“Kau perlu disuntik dua puluh kali, aku ambil
darahmu kita periksa, semoga kau tak kena corona,”
dokter itu berkata.
Isolasi melumat pikiran pelan-pelan,
ketika kita bangun dari pemeriksaan
yang melelahkan.
/2/
Rasa sepi tak pernah disapu
Kabar keluarga jadi pelukan terhangat
Kecemasan & waktu telah menjadi bias
hingga datang hari keempat belas
/3/
Pada akhirnya memang,
ada mati, ada takdir, sesuatu
yang harumnya seperti mawar
kita menyebutnya: harapan.
(Purbalingga, Mei 2020)
Indonesia & Wabah dalam Tiga Paragraf
HIDUP telah direnggutnya juga mimpi, cinta, angka, kebohongan-kebohongan,
data, berita palsu atau hal paling remeh bernama harapan. Orang-orang lucu
–di negeri ini, mendamba ruang yang sempurna setelah wabah bertalu-
talu menyerang; setelah pandemi membubuhkan takdirnya di sendi sebuah
negeri; setelah penguasa kehabisan akalnya; setelah ekonomi jadi
sebuah janji sementara petani dilengserkan dari ketercukupan, sementara
pejabat-pejabat lucu diagungkan dari segala omong kosong itu lagi.
Luka-luka menawarkan ingatannya di setiap sudut kepala manusia.
Orang-orang desa tak bisa lagi bersembunyi dari saudaranya di luar kota
Pertanyaan dilafalkan seumpama dirinya menenteng virus yang penuh
nyeri & kejam itu. Tapi apa arti kejam? Kematian selalu dekat, orang-orang
kota menimpalinya demikian.
Ketika kemudian neraka & surga dibentangkan dari pucuk-pucuk pohon
belimbing. Dengan langgamnya bocah-bocah memanjatnya dan meneriakinya
dari dahan-dahan yang licin pada pagi hari yang sebentar. Dengan nafas yang
tak pernah diracuni kekhawatiran untuk mati dari pandemi. Semoga masih,
mereka katakan di sepertiga malam, ada matahari esok pagi.
(Purbalingga, Mei 2020)
Wabah dan Kehilangan-kehilangan Lain
Guratan nasib seperti berdentum
di antara raut muka
akhir-akhir ini: teriak wabah.
“Tak ada kesendirian, tak ada lafal
untuk menahan fajar dari barat,” ajal menjadi
wewangian yang tak sempat disesapnya.
Ajal menjadi tak berarti.
Orang-orang mengurung diri, membuat
dirinya menjaga orang lain.
Seperti luka, seperti kehilangan
tapi kehilangan –kau pikir, bukankah ajal?
teramat dekat, yang sering kita lupa
akhir-akhir ini.
(Purbalingga, Mei 2020)
Kontributor: Arafik Nur Fadliansah.
Tulisan ini merupakan kontribusi dalam “Berbagi dalam Pandemi”, sebuah proyek penggalangan dana untuk pihak terdampak COVID-19. Proyek ini merupakan kerja sama dengan Clapeyron dan BPPM Equilibrium dan tulisan-tulisan kontribusi lainnya dapat dibaca dengan mengunjungi situs tersebut.