Masih segar di ingatan kita, pada tanggal 2 Maret 2020, telah teridentifikasi kasus positif COVID 19 di Indonesia. Kala itu, pemerintah membenarkan bahwa ada dua kasus positif COVID 19 di Indonesia. Pasien yang teridentifikasi COVID 19 tersebut kabarnya tertular virus dari salah seorang warga negara Jepang yang kemudian dinyatakan positif COVID 19 di Malaysia. Empat hari kemudian, pemerintah kembali mengumumkan ada 2 kasus baru, sehingga total menjadi 4 kasus.
Lambat laun, angka kasus positif COVID 19 semakin meningkat tajam. Dilansir dari situs covid19.go.id, dalam kurun waktu 2 minggu sejak kasus pertama ditemukan di Indonesia, sudah ada 134 kasus. Oleh karena itu, sebagai upaya memperlambat penyebaran virus SARS COV2 tersebut, pemerintah mulai mengimbau masyarakat untuk beraktivitas dari rumah mulai 16 Maret 2020.
Imbauan pemerintah tersebut mengharuskan masyarakat untuk menggunakan teknologi digital agar tetap bisa bekerja dari rumah. Banyak sekali cara yang digunakan oleh masyarakat agar tetap dapat bekerja dari rumah, antara lain dengan menggunakan WhatsApp grup, video conference, live melalui sosial media, dan lain sebagainya. Bahkan, belakangan ini, penggunaan aplikasi video conference mengalami peningkatan yang pesat. Sebut saja beberapa platform besar, seperti zoom, skype, serta google meet.
Beberapa minggu sejak diberlakukannya kebijakan work from home saja, penggunaan aplikasi Zoom meningkat hingga 183 persen dengan 257.853 pengguna per Maret 2020, disusul dengan skype mencapai 71.155 pengguna, namun kenaikannya hanya sebesar 8,02 persen. Google Meet tampaknya mengalami peningkatan cukup signifikan sebesar 32,14 persen yakni dari 7.917 pengguna menjadi 10.454 pengguna.
Selain itu, dalam bidang pendidikan, penggunaan aplikasi belajar seperti google classroom, ruang guru, bahkan situs e-learning dari kampus masing-masing tumbuh pesat dan menjadi andalan. Singkatnya, pandemi COVID 19 ini telah memaksa kita untuk beraktivitas secara daring.
Menteri komunikasi dan informatika, Johnny G. Plate mengatakan bahwa sebelum pandemi COVID 19, kebutuhan internet lebih banyak didominasi dari perkantoran, kampus, mall, pertokoan, serta gedung-gedung tinggi, bahkan kebutuhannya pun lebih banyak di kota. Namun, setelah pandemi COVID-19 ini, kebutuhan internet lebih banyak dari rumah-rumah. Bahkan dari desa-desa yang jauh terpencil.
Namun, kenyataan tidak selalu bisa memenuhi apa yang dibutuhkan. Tidak dapat dimungkiri lagi bahwa masih banyak daerah, ujung-ujung negeri ini yang kesulitan mendapat akses internet. Tidak hanya akses internet, namun juga terdapat kondisi yang mana beberapa orang tidak memiliki fasilitas seperti handphone, laptop, serta perangkat lain yang mendukung. Hal ini tentu saja menyulitkan masyarakat untuk bekerja dari rumah, juga para pelajar.
Di Baros, Kabupaten Serang, masih banyak siswa yang tidak memiliki smartphone karena kondisi ekonomi. Di daerah Grobogan, seorang guru terpaksa harus mendatangi rumah siswanya yang terletak di desa pinggiran hutan, agar proses pembelajaran dapat berlangsung. Begitu juga dengan di beberapa daerah di Aceh, kondisinya serupa dengan di Grobogan di mana guru harus menyambangi rumah siswanya untuk proses belajar mengajar. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan internet menjadi beban tersendiri. Beruntung banyak kampus yang menyediakan kuota internet untuk mahasiswa, namun belum mencakup secara keseluruhan.
Dari uraian di atas, sebetulnya negara kita belum sepenuhnya siap untuk melakukan transformasi digital, terutama disebabkan karena kondisi ekonomi serta letak daerah yang kurang mendukung untuk akses internet. Oleh karenanya, peran berbagai pihak tentu dibutuhkan. Perlunya bantuan biaya untuk akses internet seperti subsidi kuota atau menggratiskan akses internet bisa membantu. Selain itu, provider operator seluler juga diharapkan bisa menjangkau daerah yang masih kekurangan akses internet, bahkan jika perlu memberikan keringanan biaya penggunaan data seluler.
Kontributor: Radya Putra
Tulisan ini merupakan kontribusi dalam “Berbagi dalam Pandemi”, sebuah proyek penggalangan dana untuk pihak terdampak COVID-19. Proyek ini merupakan kerja sama dengan Clapeyron dan BPPM Equilibrium dan tulisan-tulisan kontribusi lainnya dapat dibaca dengan mengunjungi situs tersebut.