Puluhan mobil datang beriringan memadati kantor Grab Yogyakarta pada Selasa (22-10). Mereka adalah driver online yang tergabung dalam Front Independen Driver Online Indonesia (Front Indonesia). Mereka datang ke kantor Grab untuk melakukan aksi mogok makan dan menyampaikan beberapa tuntutan. Selain para driver online, hadir pula elemen lain dalam aksi tersebut, seperti mahasiswa dan pelajar.
Aksi dimulai dengan orasi di atas mobil komando yang tepat mengarah ke depan kantor Grab. Namun sayangnya, menyikapi aksi ini, Grab hanya mengirimkan perwakilannya untuk menemui massa aksi, sebab kantor Grab tidak beroperasi hari itu. Di pintu masuk kantor Grab tertempel pengumuman bahwa kantor tutup sampai batas waktu yang belum ditentukan. BALAIRUNG mencoba mencari tahu alasan mengenai tutupnya kantor Grab dengan mewawancarai satpam dan Yoga, perwakilan manajemen Grab Yogyakarta. Mereka enggan memberi komentar terkait tutupnya kantor Grab saat itu. Sabar M. Silaloho selaku Presiden Front Indonesia menilai tutupnya kantor Grab adalah bukti bahwa mereka tidak bertanggung jawab.
Sabar menuturkan bahwa sebelumnya para driver online telah membuat petisi lalu melakukan audiensi dengan pihak Grab. Namun, pihak Grab tidak mengeluarkan keputusan yang memenuhi tuntutan driver online. “Hasilnya deadlock, yang kami dapat hanya sebatas jawaban retorika,” ucap Sabar. Selepas orasi dan pembacaan sikap, Sabar memberikan dokumen berupa tuntutan Front Indonesia kepada perwakilan Grab.
Dalam siaran persnya, Front Indonesia menilai kebijakan yang dibuat Grab hanya berorientasi keuntungan dan menihilkan sisi kemanusiaan. Kebijakan-kebijakan tersebut juga dibuat secara sepihak tanpa pernah melibatkan driver selaku mitra. Sabar menilai bahwa driver online saat ini mengalami tragedi kemanusiaan yang tidak pernah disadari. Maka dari itu, Front Indonesia memilih mogok makan dalam aksi kali ini. “Tragedi kemanusiaan harus dibalas dengan aksi kemanusiaan,” tutur Sabar. Selain itu, Sabar menilai bahwa mogok makan juga merupakan simbol dari protes kelaparan para driver online.
Front Indonesia memiliki tujuh tuntutan kepada Grab. Pertama, mendesak Grab untuk menghapuskan sistem skema yang diskriminatif dan tidak transparan. Kedua, mendesak Grab untuk kembali membuka fitur Grabcar di area bandara. Ketiga, menuntut Grab menghapuskan pungutan liar sebesar Rp 2000 per trip atau hilangkan potongan 20 persen. Keempat, menuntut Grab untuk segera menuntaskan pemutakhiran data. Kelima, meminta transparansi aturan putus mitra. Keenam, mendesak Grab untuk menghapuskan potongan tambahan dari koperasi. Ketujuh, pemerataan order untuk semua mitra.
Tak hanya driver online, mahasiswa dan pelajar juga turut menyampaikan orasi pada aksi ini. Dalam orasinya, Josardi, mahasiswa Filsafat UGM menegaskan bahwa driver online adalah pekerjaan yang paling dekat dengan mahasiswa. “Setiap hari mahasiswa menggunakan jasa driver online, maka mahasiswa harus ikut bersolidaritas mendukung perjuangan mereka,” serunya. Selain elemen mahasiswa, perwakilan pelajar juga ikut berorasi. Diawali dengan seruan, “Hidup Driver yang Melawan!” Alif, perwakilan pelajar, menjelaskan dalam orasinya bahwa kebijakan Grab sejatinya adalah bentuk diskriminasi kepada driver online. Alif menilai bahwa Grab telah memperlakukan driver online seperti robot dan tidak memberikan jaminan terhadap pekerjaan mereka. “Apakah ini yang disebut dengan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia?” tegas Alif.
Esok harinya, Rabu (23-10) Grab mengirimkan wakilnya dari Jakarta untuk menemui massa aksi untuk melakukan dialog. Namun, Taufik menerangkan bahwa perwakilan yang Grab kirimkan bukanlah pengambil keputusan dan dialog yang berlangsung tidak sesuai dengan apa yang diharapkan massa aksi. “Kami tidak mendapatkan jawaban berupa keputusan. “Hanya basa-basi, sama seperti dialog-dialog yang sudah kami lakukan sebelumnya,” tutur Taufik, salah satu massa aksi.
Sesuai kesepakatan, Taufik menegaskan bahwa massa aksi akan tetap bertahan di depan kantor Grab sampai tuntutan mereka dipenuhi. Melansir dari Kedaulatan Rakyat, dua peserta mogok makan dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sakit perut dan sesak nafas. Front Indonesia akhirnya menyiapkan tim medis untuk terus memantau kondisi massa aksi yang melakukan mogok makan.
Kamis (24-10) Grab mengeluarkan surat tanggapan atas aksi yang dilakukan Front Indonesia. Di surat itu, Grab merespon tujuh tuntutan yang dituntut oleh Front Indonesia. “Surat itu juga sama, tidak berisikan keputusan. Yang kami mau itu jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’. Kami akan tetap mogok makan dan bertahan di sini,” tegas Taufik. Pada bagian akhir surat, Grab juga melontarkan ancaman kepada massa aksi karena menilai aksi yang dilakukan terindikasi melanggar hukum. Salah satunya, tuduhan ancaman penguncian properti serta pemutusan arus listrik di Kantor Grab Yogyakarta. Merespon upaya kriminalisasi ini, Taufik menuturkan bahwa massa aksi akan membahasnya terlebih dahulu. Sebab, melansir Kedaulatan Rakyat, massa aksi sendiri merasa tidak melakukan pelanggaran hukum seperti yang disangkakan Grab.
Dari beberapa massa aksi yang terlibat dalam aksi mogok makan, Sabar terlihat sudah mengenakan infus. Hal ini disebabkan karena Sabar sudah melakukan mogok makan sejak hari pertama aksi. Meskipun begitu, Taufik menegaskan bahwa mogok makan akan terus berlanjut, sebab surat tanggapan dari Grab dinilai oleh massa aksi hanya sebagai bentuk penundaan yang tidak memberikan kepastian.
Sampai hari Sabtu (26-10), Sabar adalah massa aksi yang masih bertahan melakukan mogok makan. Melansir Tirto, Sabar memilih tetap bertahan meski kondisinya semakin menurun. Pukul 09.00, Sabar akhirnya dievakuasi ke rumah sakit karena kondisinya yang semakin kritis.
Penulis: Harits Arrazie
Penyunting: Ahmad Fauzi