“Di sanalah ruang-ruang demokrasi dan partisipasi kita buka untuk suara-suara dari kampus, pelajar, buruh, dan seniman,” tutur Nailendra (nama samaran), Humas Gejayan Memanggil. Pasalnya, pada Senin (30-09), aksi Gejayan Memanggil kembali dilakukan dengan membawa konsep festival isu. Diungkapkan Nailendra, bahwa terdapat enam titik panggung aksi dan pelibatan kolektif seni di Yogyakarta. Berdasar pembagian massa yang terlihat, terdapat empat titik pusat untuk memastikan bahwa semua massa memiliki akses ke panggung, mendengarkan orasi, dan mengetahui tuntutan yang dibawa. Selain itu, secara teknis bertujuan memudahkan tim keamanan dan tim medis untuk mengontrol massa.
Sejak pagi, pihak humas mengaku mendapatkan serangan berupa puluhan pesan maupun telepon dari orang tak dikenal. “Modus mereka sama, yaitu menyangka saya menyediakan jasa video call seks,” imbuhnya. Selain itu, pihak humas juga mengkhawatirkan adanya teror kepada keluarga maupun individu setiap unsur dari aksi Gejayan Memanggil 2 ini. Namun, sejauh ini belum ada ancaman yang berarti terhadap pihak humas.
Perihal nama asli pihak-pihak terkait yang disamarkan merupakan kesepakatan dari Aliansi Rakyat Bergerak. “Ya percuma kalau kita ada nama tetapi terus tidak turun ke jalan, untuk apa sebuah nama?” tanya Nailendra. Hal tersebut juga dilakukan untuk menghindari penokohan dan pertimbangan keamanan.
Di balik itu, mereka juga menjelaskan bahwa menolak penokohan dilakukan untuk menghindari penggembosan. “Ketika ada satu tokoh yang keluar, itu mudah digembosi oleh pihak manapun,” jelasnya. Dia menambahkan belajar dari gerakan lainnya, bahwa satu nama akan mudah untuk diserang. Sama seperti penyerangan yang terjadi pada mahasiswa UI dan UGM ketika turun aksi di Jakarta.
Dalam kesempatan konferensi pers bersama media, humas Gejayan Memanggil menegaskan bahwa gerakan mereka tidak ditunggangi oleh pihak manapun. “Ada hoax yang bilang aksi kami ditunggangi HTI, FPI, partai oposisi, JAD, Anarko, dan yang terbaru kami dituduh komunis,” ungkap Nailendra. Padahal, menurutnya, tidak ada yang melakukan intervensi, termasuk pihak kepolisian. Semua telah diatur secara mandiri oleh pihak Gejayan Memanggil.
Berkaitan dengan aksi yang telah berlangsung dua kali ini, Nailendra sempat menyatakan bahwa gerakan kedepannya menyesuaikan kondisi yang ada. “Mungkin saja kami akan seperti gerakan di Hongkong yang tiap minggu siap turun ke jalan,” ucapnya. Artinya, mereka menegaskan bahwa aksi ini akan terus menjadi pengawas sampai tuntutan terpenuhi.
“Entah itu dalam bentuk aksi atau bentuk lainnya kami selalu konsolidasikan di dalam internal aliansi,” tambahnya. Dia menuturkan bahwa kini, mereka sedang bekerja sama dengan akademisi untuk membuat kajian agar bisa maju ke Mahkamah Konstitusi. “Kami bukan hanya turun ke jalan, tetapi kami juga mengkaji bersama akademisi untuk kemudian disebarluaskan,” jelas Nailendra. Selain itu, strategi-strategi lainnya juga terus dikaji dan dipikirkan dalam internal aliansi.
Aliansi Rakyat Bergerak menyatakan untuk tetap bersatu bersama semua elemen masyarakat, baik mahasiswa, buruh, tani, maupun pelajar-pelajar yang sempat dilarang. Mereka terus menyatakan dukungannya untuk gerakan perlawanan yang ada di seluruh Indonesia. “Kami di sini juga bersama rakyat Papua yang terus direpresi. Kami di sini bersama Bali menolak reklamasi. Kami di sini bersama masyarakat Kalimantan dan Sumatera yang menjadi korban asap dan terus disakiti,” tutupnya.
Penulis: Anis Nurul
Penyunting: Cintya Faliana