Menapaki kearifan Romo Mangun dalam membentuk kepribadian manusia Indonesia yang humanis.
Setiap peradaban selalu memiliki persoalan sosial yang menimbulkan berbagai pemikiran untuk menyelesaikan persoalan tersebut, salah satunya humanisme. Menurut Lorens Bagus, pandangan humanisme melihat manusia sebagai individu yang memahami nilai-nilai kemanusiaan, empati, serta penerimaan terhadap kompleksitas dalam kehidupan. Persoalan humanisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan kebudayaan Renaissance Eropa yang berupaya untuk menyatukan kembali manusia dan alam semesta sebagai makhluk rohani. Sehingga manusia menduduki posisi yang sangat sentral dan penting dalam praktek hidup sehari-hari.
Dalam perkembangannya makna humanisme menjadi berbeda tergantung pada kepentingan kemanusiaan, kebudayaan, dan konteks zaman masing-masing. Dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Ia membicarakan hakikat manusia Indonesia dari berbagai aspek yang menghasilkan pandangan baru tentang humanisme di Indonesia. Perumusan humanisme Pancasila tentunya berbeda dengan perumusan humanisme Barat karena memiliki latar belakang yang berbeda. Hal itupun disadari oleh Y. B. Mangunwijaya dalam menyajikan pemikirannya tentang humanisme Indonesia
Para pengagum Y.B Mangunwijaya mencoba mengajak pembaca untuk merefleksikan humanisme Indonesia di dalam buku yang berjudul Humanisme Y.B. Mangunwijaya. Buku ini tersusun dari beberapa makalah yang dibahas di Forum Mangunwijaya dan artikel yang ditulis di luar forum tersebut. Bagaimana membentuk manusia yang humanis menjadi pertanyaan fundamental di dalam buku ini. Konsep kemanusiaan dengan religiusitas dan manusia pasca-Indonesia serta pasca-Einsten yang diusung Mangunwijaya menjadi jawaban pertanyaan tersebut. Buku ini menilai upaya yang dirintis oleh Mangunwijaya mengantarkan masyarakat Indonesia memasuki milenium ketiga. Walaupun Mangunwijaya tidak sempat mencicipi dinamika milenium ketiga.
Latar belakang Romo Mangun sebagai pastor memengaruhi pandangannya bahwa manusia merupakan makhluk yang bersifat religius. Oleh karena itu, kemanusiaan yang identik dengan religiusitas dipandang Romo Mangun sebagai pandangan hidup yang sepatutnya dimiliki oleh masyarakat Indonesia dalam memasuki milenium ketiga. Religiusitas ini dipahami sebagai kesadaran atas eksistensi ilahi dan aspek kesucian dalam bertindak, bukan sekedar beragama. Kesadaran yang muncul ini membuat manusia sadar sebagai ciptaan Tuhan yang menjunjung moralitas dan tidak hanya bertindak atas dasar rasionalitas.
Setiap tindakan yang berasal dari akal bersinergi dengan nilai-nilai kebaikan. Oleh karena itu, semangat kemanusiaan menjadi dasar kerja sama yang dilakukan masyarakat di segala bidang tanpa memberikan ruang perbedaan agama yang dimaknai secara destruktif. Pemikiran Romo Mangun ini dapat direfleksikan kembali dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang cenderung memperjelas perbedaan agama dan menjadikan hal itu sebagai alasan tidak bekerja sama.
Konsep manusia pasca-Indonesia atau pasca-nasional dan pasca-Einstein merupakan konsep manusia yang ditawarkan oleh Mangunwijaya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang humanis. Romo Mangun melalui konsep manusia pasca-nasional menginginkan manusia Indonesia menjalani hidup dengan menyerap nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan tetap berpedoman dengan nilai-nilai Indonesia. Perjalanan hidup manusia merupakan proses perkembangan yang didominasi kesadaran, pikiran, dan hubungan di dalam diri manusia menuju kesejatian sebagai manusia. Proses tersebut dipahami sebagai upaya menciptakan kebudayaan yang humanis dengan menginklusi seluruh umat manusia.
Di sisi lain, Romo Mangun juga menawarkan cara bersikap yang mengacu kepada dinamika relativitas dengan mereduksi kemutlakan pada konsep pasca-Einstein. Permasalahan yang dihadapi manusia tidak sederhana, terdapat kompleksitas di dalamnya. Kompleksitas yang membuat manusia tersadar bahwa setiap permasalahan bersifat relatif. Oleh karena itu, manusia dilihat sebagai makhluk yang seharusnya memiliki paradigma berpikir lateral dalam menyelesaikan masalah. Lebih dari itu, konsep ini mencita-citakan manusia yang dapat menanggapi masalah dengan memperhatikan berbagai dimensi permasalahan.
Untuk mewujudkan konsep ini, Romo Mangun melihat pendidikan dapat menjadi jalan. Pendidikan yang hanya digunakan untuk menyebarkan nilai-nilai mayoritas tanpa memberikan kebebasan kepada siswa tidak dapat menghasilkan manusia humanis. Pendidikan tidak seharusnya melakukan indoktrinasi kepada siswa. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi sarana pencarian identitas diri dan pendewasaan yang evolutif dengan melihat berbagai dimensi kehidupan.
Pola pendidikan tersebut diterapkan pada SD Kanisius Eksperimental Mangunan. Sekolah ini ditujukan bagi kelompok yang kurang mampu. Metode pengajaran yang digunakan menekankan kemampuan siswa dalam mengeksplorasi ilmu sebagai ilmu kehidupan. Pembelajaran diciptakan dalam suasanan yang menyenangkan sehingga anak dapat menerima ilmu tanpa terpaksa (Pradipto, 2007).
Topik mengenai humanisme diangkat karena Romo Mangun merupakan sosok yang memiliki komitmen untuk menjadikan masyarakat Indonesia lebih humanis. Komitmen tersebut dituangkan melalui gagasan di berbagai media yang memiliki kedekatan dengan masyarakat. Karya sastra yang diciptakan oleh Romo Mangun mengangkat cerita masyarakat dari setiap kelas, seperti novel Burung-burung Rantau yang mengisahkan kelas menengah dan novelet Balada Becak tentang kelas bawah. Pesan humanisme pun disampaikan oleh Romo Mangun selama menjalankan tugas sebagai pastor. Profesi Mangunwijaya sebagai arsitek juga tidak luput menjadi jalan menyebarkan humanisme. Karya arsitektur yang dibuat dengan menyertakan makna-makna simbolik dalam proses dan hasil, seperti pembangunan yang bergantung pada kerja tukang daripada pabrik.
Buku ini dapat memberikan pembaca gambaran tentang menjadi manusia yang humanis. Berpegang pada pemikiran Romo Mangun, buku ini pun menjelaskan tentang media yang digunakan oleh Romo Mangun dalam mengkonsepsikan humanisme, seperti karya sastra, kegiatan keagamaan, dan karya arsitektur. Para penulis di dalam buku ini dapat menunjukkan bahwa upaya mewujudkan manusia humanis dapat dilakukan melalui berbagai bidang. Akan tetapi, alur penarasian di buku ini tumpang tindih. Bagian buku yang berjudul Humanisme Religius dan Nasionalisme yang Terbuka, Faham Dasar Pendidikan Mangunwijaya serta Manusia Humanis Menurut Romo Mangun menjelaskan konsepsi humanisme Romo Mangun, terutama manusia pasca-Indonesia. Terjadi pengulangan pembahasan di beberapa bagian mengingat buku ini merupakan kumpulan makalah yang sebagian besar membahas hal yang sama. Meskipun demikian, buku ini dapat menjadi pijakan dalam membentuk manusia humanis di milenium ketiga.
Oleh: Jihadir Rahman dan Selma Theofany
Editor: Unies Ananda Raja