
©Hasya Nindita/BAL
Ada yang berbeda dari perayaan Hari Buruh Internasional di DKI Jakarta Senin pagi (01-05). Jika DKI Jakarta biasanya hanya disesaki oleh buruh yang melakukan unjuk rasa pada peringatan Hari Buruh Internasional, tahun ini para buruh juga hadir dalam acara “Festival May Day”. Festival yang baru pertama kali diadakan ini berlokasi di Golf Driving Range Senayan Gelora Bung Karno dan merupakan acara puncak dari serangkaian acara yang sudah berlangsung sejak Senin (17-04). Perayaan puncak yang mengundang tiga puluh serikat buruh ini diselenggarakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Asosiasi Pengusaha Indonesia. “Rangkaian kegiatan ‘Festival May Day’ ini dilangsungkan guna menunjang kesejahteraan buruh,” jelas Timboel Siregar, selaku Sekretaris Jendral Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia.
Rangkaian acara yang berslogan “May Day is Happy Day” ini dimulai dengan rangkaian acara pertama, yaitu kursus membuat kue pada 17─18 April di GSG Kementerian Ketenagarakerjaan (Kemenaker) RI. Acara tersebut dilaksanakan sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan para istri buruh agar mereka juga memiliki keahlian membuat kue. Dalam bidang olahraga, diadakan Kompetisi Futsal pada 26─27 April bertempat di Lapangan Futsal Kemenaker RI. Siregar mengatakan bahwa kompetisi futsal diadakan untuk menunjang para buruh dalam hal kesehatan. Kegiatan spiritual juga menjadi bagian dari rangkaian kegiatan, acara yang bertajuk Nusantara Buruh Mengaji dihadiri dua ribu buruh di Masjid Baitul Musthafa Kawasan MM 2001 pada Jumat, 28 April. Siregar menjelaskan bahwa kegiatan tersebut dilangsungkan untuk mendorong para buruh agar memiliki spiritualitas yang tinggi.
Siregar juga mengatakan bahwa acara ini menjadi strategi untuk menunjukkan bahwa tiga pelaku hubungan industrial yaitu, buruh, perusahaan, dan pemerintah, adalah mitra. Siregar berpendapat bahwa ini menjadi cara persuasif buruh kepada pemerintah, agar pemerintah melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan buruh. Menurut Siregar, strategi ini menjadi cara pemerintah untuk menumbuhkan kepercayaan dari buruh dan pengusaha. “Kita tidak pada posisi berhadap-hadapan, kita tidak pada posisi buruh melawan pengusaha atau buruh melawan pemerintah,” jelasnya. Siregar menjelaskan bahwa melalui kegiatan ini, berbagai permasalahan seperti jaminan sosial dan kesehatan dapat dibicarakan dengan pemerintah.
Dalam menanggapi tuntutan mengenai kenaikan upah buruh, Hanif Dhakiri, selaku Menteri Ketenagakerjaan, mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya dalam meningkatkan kualitas perlindungan dan kesejahteraan bagi buruh. Namun, ia berharap buruh dapat melihat bahwa upaya yang dilakukan pemerintah tidak hanya dari sisi upah saja. “Hal ini bisa dilihat dari sisi kebijakan sosial negara, misalnya, akses yang lebih baik terhadap pendidikan, kesehatan, keuangan, transportasi, perumahan, dan lain sebagainya,” tutur Dhakiri.
Dhakiri mengatakan bahwa Hari Buruh Internasional adalah momentum untuk merayakan perjuangan para buruh yang sudah berlangsung sedemikian lama. Selain itu, perayaan ini juga momentum untuk merefleksikan agar gerakan buruh bisa menjadi lebih efektif dan lebih optimal. Termasuk dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan buruh, serta kontribusinya bagi pembangunan. “Jika pada masa rezim otoritarian sulit untuk berdemonstrasi, sekarang pendekatan yang dikembangkan oleh kaum buruh juga harus berbeda,” jelas Dhakiri.
Miftah, salah seorang buruh wanita yang hadir di acara tersebut, turut mengungkapkan apresiasinya terhadap acara ini. Miftah mengatakan bahwa kehadirannya merupakan bentuk penghormatan para buruh dengan adanya pembagian dalam organisasinya, yakni ada yang menghadiri unjuk rasa dan juga ada yang menghadiri acara pemerintah. “Saya berharap tahun depan acara ini diadakan dengan lebih meriah lagi, karena cukup terlihat dukungan pemerintah terhadap kaum buruh,” ucap Miftah. Ia juga berharap di tahun selanjutnya acara ini dapat dilaksanakan di tempat yang lebih terjangkau bagi para buruh.
Penulis: Hasya Nindita
Editor: Devananta Rafiq