Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UGM memberi teguran terhadap tujuh mahasiswa yang mengkritik FKG UGM pada (21-4). Ketujuh mahasiswa tersebut berinisial AA, DN, FP, MEM, S, LS, dan, CA. Teguran tersebut berkaitan dengan pengunggahan kritik kinerja FKG UGM via media sosial. Salah satu poin dalam kritik tersebut menyinggung biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) profesi di FKG.
Objek yang mahasiswa FKG kritik adalah isu biaya UKT profesi yang dianggap tidak masuk akal. Berdasarkan kajian yang diinisiasi oleh Aliansi Pejuang UKT Koas FKG UGM, biaya UKT profesi bisa mencapai Rp5.400.000,00 atau mungkin disamakan dengan biaya UKT S1 FKG. Kajian tersebut menyebutkan bahwa biaya UKT profesi paling mahal adalah Rp4.200.000,00 yang dibayarkan oleh mahasiswa dengan UKT golongan 5. Sedangkan penetapan UKT profesi/semester dengan golongan 5 sebanyak 142 orang adalah Rp596.400.000,00. Nominal ini sudah melebihi total biaya perkiraan keseluruhan tingakatan UKT yaitu, Rp561.330.00,00.
Pada “Aksi 2 Mei” lalu di rektorat, Dr. drg. Ahmad Syaify, Sp.Perio(K) selaku Dekan FKG UGM memberikan pernyataan bahwa tidak ada pembungkaman kebebasan berpendapat di fakultasnya. Di depan aksi massa, ia menekankan bahwa pemanggilan ketujuh mahasiswa tersebut didasari oleh adanya peraturan mengenai pencemaran nama baik di lingkungan UGM. Syaify mengacu pada Peraturan Rektor UGM Nomor 711/P/SK/HT/2013 Tentang Tata Perilaku Mahasiswa UGM, pasal 5 dan 6. Ia mendapatkan bukti yang menurutnya merugikan institusi FKG, sebab pada kritik mahasiswa tersebut turut berisi ajakan untuk tidak mendaftar di FKG karena UKT profesinya mahal. Ia khawatir, jika kritik semacam ini dibiarkan, para mahasiswa tersebut bisa dituntut lebih lanjut, hingga dikenai sanksi. “Kalau dibiarkan, nanti mereka bisa tergelincir oleh peraturan,” jelasnya.
Maka dari itu, untuk mencegah proses hukum lebih lanjut yang dapat menimpa ketujuh mahasiswa tersebut, Syaify mengakui bahwa pihak dekanat FKG memanggil ketujuh mahasiswa tersebut untuk memberikan pengarahan. Arahan tersebut turut disertai dengan permintaan kepada para mahasiswa untuk membuat surat permohonanan maaf. Surat itu ditulis bersama dengan surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan yang dianggap pencemaran nama baik fakultas. Surat ini wajib dibubuhi tanda tangan oleh mahasiswa dan orang tua yang bersangkutan di atas materai.
Muhammad Atiatul Muqtadir, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKG UGM, menyampaikan bahwa batas pengumpulan surat adalah sebelum Ujian Akhir Semester. “Intinya apabila surat ini tidak dibuat, maka nilai semester tersebut bisa tidak dikeluarkan,” jelas mahasiswa Kedokteran Gigi ‘15 yang akrab dipanggil Fathur ini.
Berlainan dengan apa yang disampaikan Fathur, drg. Tetiana Haniastuti, M.Kes, Ph.D, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FKG, menyampaikan bahwa tidak ada sanksi akademik yang akan diberikan. “Tidak ada sanksi akademik apapun, saya hanya meminta mereka menulis surat tersebut,” ujar Tetiana. Di sisi lain, ia menilai kritik mahasiswa tersebut baik karena mahasiswa berperilaku aktif. “Mahasiswa UGM harus aktif dan juga konstruktif,” ujarnya.
Namun, menurut Tetiana, surat tersebut masih perlu dibuat agar mahasiswa berhati-hati ke depannya. Ia menyampaikan bahwa beberapa masalah dapat ditimbulkan dari tindakan serupa kritik tersebut. “Ketika kalian menjelek-jelekkan nama fakultas sendiri, apakah itu tidak menjadi senjata makan tuan?” ujarnya ketika ditanyakan dampak dari tindakan tersebut. Ia juga menyampaikan bahwa aksi serupa malah akan menyusahkan mahasiswa di kemudian hari. “Bagaimana kalian saat mencari pekerjaan nanti?” ungkapnya dengan memberi contoh.
Fathur menyampaikan bahwa sejauh ini BEM FKG UGM telah membantu ketujuh mahasiswa yang dipanggil oleh dekanat tersebut dengan memberikan pendampingan serta mengeluarkan pernyataan yang menyayangkan tindakan yang dilakukan dekanat. Ia menyampaikan bahwa upaya untuk menyelesaikan masalah secara internal dirasa lebih baik. “Kami yakin bisa menyelesaikannya di internal,” ujar Fathur.
Persoalan UKT di FKG ini telah muncul sejak setahun sebelumnya. Pada 27 Mei 2016, audiensi mengenai UKT profesi antara mahasiswa FKG UGM dengan Dekanat FKG UGM sudah diadakan, tetapi belum menghasilkan keputusan yang memuaskan. Menurut kajian Aliansi Pejuang UKT Koas FKG UGM, ada dua kesimpulan yang diambil dari audiensi tersebut. Pertama, tidak ada aturan yang menyatakan UKT profesi harus sama dengan UKT S1. Kedua, perhitungan nominal UKT yang dilakukan fakultas di awal hanya mencakup masa studi saat sarjana.
Fathur menyatakan bahwa isu biaya UKT profesi memang sudah ada sejak masa administrasi dekan sebelumnya. Fathur menyampaikan bahwa setelah pergantian dekan, mahasiswa kembali meminta transparansi nominal biaya UKT profesi kepada dekanat yang baru. “Dekanat menyampaikan bahwa mereka butuh waktu untuk meninjau kembali nilainya sebelum ada audiensi,” jelasnya. Fathur menyampaikan bahwa BEM FKG UGM meminta audiensi di bulan Desember yang kemudian disanggupi oleh Dekanat. Akhirnya audiensi baru dilaksanakan pada Selasa (18-4). Menurut Fathur, audiensi ini juga masih belum menemukan titik terang pada isu UKT profesi karena nominal per komponen UKT belum tersedia. “Itu yang kami minta, namun belum terjawab saat audiensi,” ujar Fathur.
Menanggapi berbagai kebuntuan tersebut, Syaify mengatakan bahwa perlu ada waktu untuk membuat kajian reformulasi UKT profesi. Kajian perlu dibuat oleh kedua belah pihak, dari sisi fakultas, maupun dari mahasiswa, sebelum pertemuan selanjutnya dilaksanakan. Ia tidak memungkiri bahwa reformulasi bisa dilakukan, jika memang ada kecocokan antara kedua belah pihak. “Masalah UKT profesi di FKG ini bisa didiskusikan bersama dengan mahasiswa,” tutupnya
Oleh: Chitito Audithio
Editor: Muhammad Respati