Langit kian menunjukkan pekatnya malam di hari Minggu (22/10) saat sesosok pria berkacamata menyambut Tim Balairung di rumahnya. Ialah I Made Andi Arsana. Meskipun waktu telah menunjukkan pukul delapan lebih, ia terlihat masih bersemangat menerima tamu. Pria yang akrab disapa Andi ini mulai menuturkan perjalanan hidupnya di gazebo halaman belakang.
Meniti karir sebagai dosen di Jurusan Teknik Geodesi UGM membuat Andi mampu berkontribusi mengenai batas laut dan segala problematikanya. Kontribusi itulah yang membawa pria kelahiran 1978 ke berbagai event penting Internasional sebagai pembicara. Hari ini, misalnya, ia baru saja kembali dari India untuk mengikuti IIEPG (Indonesia India Eminent Persons Group). Program ini hanya menghadirkan lima perwakilan dari tiap negara untuk berdiskusi mengenai hubungan bilateral. Selanjutnya pria kelahiran Tabanan ini akan bertolak ke Kamboja sebagai pembicara ReCAAP esok hari. ReeCAAP sendiri adalah sebuah lembaga yang konsisten berperan dalam membasmi kejahatan terhadap kapal di perairan Asia.
Kehidupan Andi di dunia perbatasan maritim bermula dari sebuah âkecelakaanâ. Hal itu bermula pada tahun 2003, saat pria berambut klimis ini menjabat sebagai dosen baru di UGM. Pada awal Mei, ia mengemban tugas untuk menggantikan dosen lain dalam menentukan batas darat Indonesia-Timor Leste. Ia merasa bahwa ilmu yang dipelajari ini penting. Bahkan dapat menentukan apakah akan ada perang atau tidak. âSaya baru menyadari bahwa ilmu geodesi yang saya dalami  punya implikasi besar untuk hubungan antar negara.â tuturnya. Hal itu membuat Andi bertekad untuk mengambil masalah perbatasan darat untuk studi Magisternya.
Namun apa yang direncanakan tidak sesuai dengan kenyataan yang selanjutnya ia hadapi. Di University of New South Wales, dimana Andi mendapat beasiswa, yang tersedia justru ilmu batas laut. Meski begitu, bukan Andi namanya kalau ia menyerah dengan hal baru. Merasa tertantang oleh ilmu yang ia anggap langka, pria ini memutuskan untuk tetap terjun ke ranah tersebut. Ia memulai segalanya dari nol, mempelajari ilmu baru sampai menekuni bidang itu. Bertambahnya ilmu baru yaitu hukum laut akhirnya melahirkan tesis dari pengalaman Andi sebelumnya mengenai perbatasan Indonesia-Timor Leste.
Keteguhannya saat mengenyam pendidikan di Australia berbuah manis. Selain berhasil merampungkan tesis, setelahnya Andi menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil menulis di sebuah buku batas maritim Internasional. Pencapaian gemilang Andi selanjutnya adalah berkesempatan diundang oleh Presiden Somalia untuk menjadi penasehat batas maritim. Diantara segala pencapaiannya, ada satu prestasi yang selalu ia kenang. Yaitu saat tulisannya mengenai Ambalat dimuat pertama kalinya di media cetak nasional. âKarena saya merasa, bukankah itu berarti masalah yang saya angkat itu penting ?â tegas Andi.
Meskipun sudah menulis di koran hingga berbagai jurnal, ayah satu anak ini tidak berhenti sampai di situ saja. Tidak semua kalangan mau membaca penulisan ilmiah. Hal ini kemudian menjadikan Andi berinisiatif membuat tulisannya ringan untuk dibaca siapapun. Dosen berusia 38 tahun ini merasa membagikan gagasannya di media sosial maupun blog bisa menjadi alternatif.
Secara tersirat Andi ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk peduli akan batas negara melalui tulisannya. Kurang tanggapnya masyarakat dibuktikan dengan kasus-kasus sengketa batas perairan dengan beberapa negara tetangga. Menurutnya hal itu dapat diminimalisir dengan mempelajari lebih dalam batas maritim. Tidak hanya ahli kemaritiman yang terlibat, ia mengharapkan rekan-rekan di bidang lain untuk turut berpartisipasi sesuai dengan perannya. Dosen hukum, misalnya, diharapkan terlibat sebagai pihak yang menghubungkan teknis dengan apa yang dibicarakan oleh hukum.
Sebagai pemerhati batas maritim, Andi merasa UGM dan tenaga pengajarnya masih kurang dalam menanamkan perhatian. Belum banyaknya dosen yang menghubungkan ilmunya ke arah sini menjadi bukti nyata. Padahal, menurut Andi, UGM merepresentasikan Indonesia. Menguatkan UGM, berarti juga menguatkan Nusantara. âSecara geografis dan geospasial, Indonesia didominasi oleh laut. Jadi jangan lupa kalau laut juga merupakan tanggungjawab,â pungkasnya.[Alya Amir, Cokorda Savita]