Pada 1988, Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa (LKIM) diadakan untuk pertama kalinya. Kemudian, pada 1990 LKIM berubah menjadi Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS). Sejak saat itu, nama PIMNAS digunakan secara resmi hingga sekarang. Dalam penyelenggaraan PIMNAS XVII tahun 2004, penghargaan juara umum mulai diadakan berdasarkan perolehan medali emas, perak, dan perunggu. Dua belas tahun sejak pengadaan juara umum PIMNAS, Universitas Gadjah Mada (UGM) telah berhasil memperoleh gelar juara umum sebanyak lima kali, yakni pada tahun 2006, 2007, 2010, 2011, dan 2014. Selama kurun waktu tersebut, UGM telah mengumpulkan 44 medali emas, 28 perak, dan 39 perunggu.
Keikutsertaan UGM dalam PIMNAS pun mengalami pasang surut. Hal ini terlihat dari persentase usulan proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Ristekdikti) dan lolos ke PIMNAS, serta prestasi kumulatif. Berdasarkan data statistik dalam Buletin Nawala Kreativitas edisi Januari 2016, pada tahun 2013-2014, sebanyak 45% proposal didanai Ristekdikti, 13% di antaranya lolos ke PIMNAS dengan perolehan 28 medali dengan rincian 13 medali emas, 8 perak, dan 7 perunggu. Sedangkan, pada tahun 2014-2015, dari 45% proposal yang didanai, hanya 6% di antaranya yang lolos ke PIMNAS dengan memperoleh 14 medali dengan rincian 4 medali emas, 4 perak, dan 6 perunggu. Pada tahun inilah UGM melepas gelar juara umumnya dengan berada di peringkat dua.
Pada tahun 2015-2016, UGM mengajukan 1209 proposal dan 285 di antaranya berhasil didanai. Sebanyak 33 karya kemudian melaju ke PIMNAS XXIX tahun 2016 dengan perolehan 20 medali dengan rincian 9 medali emas, 5 perak, dan 6 perunggu. Ini menjadi tahun kedua UGM berada di peringkat kedua PIMNAS.
Melihat kondisi ini, UGM telah melakukan beragam strategi untuk mempertahankan gelar juara umum di PIMNAS. Salah satunya dengan membentuk Subdirektorat (subdit) Kreativitas Mahasiswa di bawah Direktorat Kemahasiswaan pada Mei 2015. Hal pertama yang dilakukan oleh subdit ini adalah membentuk PKM Center yang beranggotakan mahasiswa UGM yang pernah berkompetisi di PIMNAS. “PKM Center bertugas melakukan sosialisasi, pelatihan dosen pembimbing, membuat buku saku PKM, dan pembimbingan mahasiswa,” ujar Dr. Ahmad Agus Setiawan selaku kepala subdit.
PKM Center juga memiliki strategi dalam dunia maya. Hal ini dilakukan karena bagi Agus, kampanye melalui media sosial terkadang lebih efektif daripada cara konvensional. Dalam setiap pengumuman di akun media sosialnya, PKM Center membubuhkan beberapa tanda pagar khusus seperti #BikinBanggaUGM, #PKMUGM, dan #2000ProposaluntukUGM. Agus pun melihat hal ini sebagai pekerjaan dari PKM Center untuk menyemangati mahasiswa. Baginya, PKM Center tidak boleh lengah karena saat kondisi PKM UGM sedang baik, itu bukan kondisi yang tetap. “Harus ada upaya untuk menjaga kondisi ini. Jadi memang harus menyiapkan ini-itu,” paparnya.
Selain itu, sejak 2015 UGM telah mewajibkan seluruh penerima beasiswa untuk mengajukan proposal PKM. Dengan memberlakukan kebijakan ini, diharapkan akan semakin banyak proposal yang diajukan sehingga peluang untuk lolos dan menjuarai PIMNAS semakin besar. Berdasarkan Laporan Utama Balkon Edisi 151 Desember 2015, strategi ini baru diterapkan kepada mahasiswa penerima beasiswa Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidikmisi). Walaupun begitu, sampai saat ini UGM belum melansir surat keputusan untuk meregulasi kebijakan ini.
Beberapa fakultas turut mengupayakan suksesnya UGM dalam PKM-PIMNAS. Terkait hal ini, Dr. Drs. Senawi, M.P. selaku Direktur Kemahasiswaan UGM menyatakan bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari sistem yang dibangun dari pusat. “Dibangunnya PKM Corner di fakultas adalah inisiatif kami, dan menjadi suatu kelebihan dari fakultas itu sendiri,” tuturnya. Sejauh ini, PKM Corner telah dibangun di beberapa fakultas seperti di Fakultas Filsafat dan Sekolah Vokasi (SV).
Selain mengadakan PKM Corner, SV juga menyelenggarakan Liga Proposal PKM. Seperti dilansir dari Panduan Final Liga Proposal PKM 2016, bentuk kegiatan Liga Proposal PKM SV adalah lomba penulisan proposal PKM 5 bidang dalam lingkup SV. Fitri Damayanti Berutu, S.E., S.S., M.Sc. selaku dosen koordinator Liga Proposal PKM berpendapat bahwa liga ini dapat menjadi sarana pengembangan kreativitas mahasiswa. “Tujuan kami adalah mendukung agar jumlah proposal yang kami kirim ke Ristekdikti lebih meningkat dan berkualitas,” tutur Fitri. Tahun ini, target jumlah proposal PKM oleh mahasiswa SV yang akan diajukan ke Ristekdikti adalah dua ratus proposal.
Antusiasme juga terlihat di fakultas yang belum memiliki PKM Corner, salah satunya Fakultas Pertanian. Sosialisasi seputar PKM-PIMNAS di fakultas ini diadakan oleh Klinik Agromina Bahari (KAB), sebuah himpunan mahasiswa yang berfokus ke bidang pengetahuan. “KAB juga memberikan bimbingan penulisan proposal PKM jika diperlukan,” tukas Dewi Septialiani, mahasiswi Manajemen Sumberdaya Perikanan 2015.
Para mahasiswa yang sedang menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN) juga tak luput dari kebijakan UGM terkait PKM-PIMNAS. Hal ini dilakukan karena tak jarang mahasiswa yang lolos ke PIMNAS sedang berada dalam masa KKN, sehingga anggota kontingen UGM belum dapat sepenuhnya fokus dalam kompetisi ini. “Mereka bisa langsung kita tarik (dari KKN),” tegas Senawi. Selain itu, mereka yang diberikan dispensasi KKN pun juga tidak perlu mengulang di tahun berikutnya. “Keistimewaanya di situ, ini kita membawa almamater. Itulah bedanya UGM dan universitas yang lain,” sambungnya.
Des Andrew P.H., seorang mahasiswa yang tengah menjalani masa KKN di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan saat diumumkan lolos ke PIMNAS XXIX, menyetujui kebijakan ini. “Karena waktu itu seluruh program dalam sub unit KKN saya sudah terlaksana, saya tidak mempermasalahkan penarikan ini,” tutur mahasiswa Filsafat 2013 ini. Baginya, nilai-nilai dalam KKN juga relevan dengan karya PKM karena ia bukan hanya sekadar penelitian, melainkan untuk dikembalikan lagi kepada rakyat. Pernyataan ini juga seirama dengan pendapat Senawi. Menurutnya, PKM menekankan pada aspek kepedulian, kecerdasan mencari solusi, dan berujung pada bagaimana mahasiswa berkontribusi untuk membangun Indonesia.
Des sepakat terhadap upaya UGM untuk mengakomodasi kreativitas mahasiswa. Namun, ia juga melihat adanya pergeseran nilai dan makna dalam keikutsertaan UGM dalam PKM-PIMNAS. Menurut pengalamannya sebagai anggota kontingen PIMNAS XXIX UGM, terdapat suatu pola pikir yang ditanamkan UGM untuk merebut juara umum kembali. “Kita penelitian ini untuk rakyat Indonesia, bukan hanya untuk suatu prestise, keagungan, reputasi, dan eksistensi kita di nasional,” ucap peraih medali perak kategori presentasi PKM-PSH (Penelitian Sosial Humaniora) ini. Hal senada pun disampaikan oleh salah seorang mahasiswa UGM. Baginya, kreativitas bukan hanya melalui PKM. “Mahasiswa bukan alat untuk menjual nama UGM lewat PIMNAS,” tukasnya.
Des juga menambahkan bahwa UGM tidak perlu mengejar juara PIMNAS karena ia sudah mengemban gelar Universitas Kerakyatan. Hal yang seharusnya dipikirkan adalah kemanfaatan karya peserta PIMNAS UGM. Menurutnya, hasil karya peserta PIMNAS UGM masih terhenti dalam batas publikasi di jurnal tingkat fakultas atau universitas, sehingga manfaatnya belum dapat dirasakan oleh semua kalangan. “UGM, ayolah, PIMNAS itu bukan segalanya,” tutup Des. [Eka Rahayu Manggarsari, Kalyca Kris, Oktaria Asmarani]