Minggu (14/8) pagi, suasana Taman Tugu Pal Putih Yogyakarta tampak beda. Banner besar bergambarkan foto Udin dan bertulisakan “Peringatan Dua Puluh Tahun Udin, Rawat Kebebasan Tolak Kekerasan” terpampang di sudut utara taman. Para pengunjung dan pengguna jalan di jalan Sudirman secara bergantian menggunakan banner tersebut sebagai tempat berfoto. Selain itu, beberapa orang nampak berdiri memampangkan poster bergambarkan wajah Udin.
Kegiatan bertajuk “Kampanye Kebebasan Pers dan Kebebasan Berekspresi” ini diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta. “Kampanye ini diselenggarakan sebagai pembuka dari rangkaian acara yang diadakan sebagai peringatan dua puluh tahun kematian Fuad Muhammaad Syafruddin alias Udin,” terang Anang Zakaria, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.
Setelah kampanye ini, acara selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Selasa (16/8) yang akan mengundang tokoh dari berbagai elemen masyarakat. Akan ada Orasi Budaya dari beberapa tokoh, mulai KH. Imam Aziz, Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Sastrawan Joko Pinurbo, perwakilan masyarakat sipil, dan beberapa seniman. Banyaknya pihak yang terlibat, menjadi bukti adanya desakan untuk segera menuntaskan kasus wartawan Udin. “Bukan hanya AJI saja yang berharap segera dituntaskannya kasus ini, akan tetapi juga berbagai kalangan lintas sosial,” tambahnya.
Berbeda dengan peringatan tahun-tahun sebelumnya, peringatan kematian Udin kali ini dilaksanakan dengan cara-cara yang populer. Para pengunjung diajak untuk berfoto berlatarkan banner foto yang disediakan, kemudian panitia mengarahkan untuk mengunggah foto ke dalam media sosial para pengunjung. “Kami mencoba cara-cara populer supaya mudah diterima oleh masyarakat. Santai tapi mengena untuk mengenalkan siapa Udin,” terang Anang Zakaria, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.
Tommy Apriando, selaku koordinator lapangan mengungkapkan bahwa penyelesaian kasus Udin menjadi pintu masuk pada hal serupa yang dialami oleh tujuh jurnalis lainnya, seperti Naimullah jurnalis Harian Sinar Pagi, Agus Mulyawan jurnalis Asia Press, Muhammad Jamaluddin cameramen TVRI, Era Siregar Jurnalis RCTI, Herliyanto jurnalis Tabloit Delta Pos Sidoarjo, Ardiansyah Matra’is Wibisono jurnalis TV lokal Merauke, Alfred Mirulewan Jurnalis Tabloit Pelangi. Kasus ke tujuh jurnalis ini pun tengah dalam kawalan AJI. “Penanganan kasus hilangnya nyawa beberapa wartawan tersebut menjadi gambaran bagaimana kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) belum terselesaikan di Indonesia,” tambahnya.
Tommy pun prihatin akan kondisi kebebasan pers yang terus mengalami penurunan, terlebih Pers Mahasiswa. Pers Mahasiswa POROS dari Universtias Ahmad Dahlan (UAD) misalnya, teman-teman POROS secara sepihak dinonaktifkan oleh pihak kampus secara sepihak. “Masih ada masalah kebebasan pers di Yogjakarta. Terutama bagi teman-teman pers mahasiswa, sejak Januari hingga Agustus tahun ini, ada lebih dari tiga kasus yang telah kami catat,” terangnya.
Selain itu Tommy juga menerangkan adanya peningkatan kesadaran dan partisipasi publik mengenai kasus Udin. ”Mungkin dari peringatan pertama hingga ke lima belas hanya kalangan pers yang berpartisipasi. Namun berbeda pada peringatan kali ini, masyarakat umum, seniman, akademisi dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga turut berpartisipasi. Partisipasi ini yang mungkin belum ada pada lima atau enam tahun lalu,” paparnya.
Oliv, Mahasiswi Universitas Atmajaya yang ikut meramaikan kampanye, mendukung kegiatan ini. Ia menuturkan bahwa acara semacam ini memang harus dilakukan, mengingat masyarakat perlu tahu kelanjutan dari kasus Udin. “Takutnya nanti ada kasus yang sama, wartawan kan perlu untuk dilindungi.” ujarnya. Anang pun berharap setelah peringatan ini pihak yang berwenang segera menyelesaikan kasus Udin. Selebihnya ia berharap kedepan, pers tidak boleh dibiarkan sendiri, harus bersama-sama dengan masyarakat, aktivis, dan para akademisi. Kalau pers salah, jangan gunakan kekerasan pada wartawan atau media, itu merupakan pembodohan. “Gunakan hak jawab dan hak tolak. Pers tidak bisa jalan sendiri, kalau salah diingatkan, kalau benar didukung,” pungkas Anang. [Rosalina Woro Subekti]