“Homophobia dan transphobia adalah gangguan jiwa!” Seruan tersebut tertulis dalam salah satu poster pada demonstrasi yang dilaksanakan oleh aktivis Solidaritas Perjuangan Demokrasi (SPD) Selasa (2/23) sore. Demonstrasi ini merupakan tandingan dari aksi menolak kaum lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) yang dilakukan Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) beserta Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI). Aksi tersebut dilaksanakan di Titik 0 KM dan Tugu Yogyakarta. Oleh karena itu, SPD menyoroti secara khusus isu penolakan terhadap kaum LGBT dalam aksinya hari itu.
Pada awalnya massa SPD yang berkumpul di area parkir McDonalds Jalan Sudirman berencana untuk melakukan long march ke Tugu Yogyakarta. Namun, sempat terjadi bentrok ketika polisi menghadang rombongan demonstran yang hendak menuju Tugu. Terjadi dorong-mendorong antara polisi dengan demonstran yang hendak keluar dari area parkir. Massa mencoba keluar dari wilayah restoran hingga tiga kali, namun berhasil didorong mundur oleh polisi. Menurut Kapolresta Yogyakarta, Pri Hartono yang saat itu berada di lokasi, demonstran dihadang karena tidak memiliki izin untuk melakukan aksi.
Akan tetapi, Delon, perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang bertugas mengawasi aksi tersebut, menyatakan bahwa surat izin telah diajukan oleh SPD. Namun, Delon mengatakan bahwa pemberian izin tersebut dipersulit oleh kepolisian hingga akhirnya tidak keluar. Meskipun tidak mendapat izin resmi, Ani, humas SPD, menyatakan bahwa demonstrasi sore itu merupakan aksi damai. Oleh karena itu, SPD tetap melaksanakan demonstrasi tersebut.
Terlepas dari kerusuhan yang terjadi, Ani menganggap aksi sore itu cukup berhasil karena mereka masih bertahan walapun dihadang polisi. “Sebelumnya, aksi-aksi serupa selalu berhasil dipukul mundur oleh polisi,” ungkapnya. Menurutnya, SPD telah berhasil mewujudkan perjuangan kaum LGBT dengan tetap berada di tempat walau harus berhadapan dengan polisi.
Massa demostran yang bertahan sampai menjelang petang akhirnya diberi izin oleh pihak kepolisian untuk melakukan aksi. Namun, aksi tersebut terbatas hanya pada area parkir McDonalds. Beberapa orator kemudian maju bergantian untuk menyuarakan aspirasi demonstran hingga akhirnya membubarkan diri saat maghrib. Mereka terutama menyampaikan harapan bahwa suatu saat nanti akan ada ruang bagi kaum minoritas, termasuk LGBT. “Perjuangan (kaum minoritas, LGBT) belum selesai. Semangat kami akan diturunkan, ditularkan, dan diteruskan!” teriak salah seorang orator menutup aksi tersebut. [Indrabayu Seloargo , Sultan Abdurrahman]