Pagi itu (11/02), lima Pedagang Kaki Lima (PKL) Gondomanan keluar dari gedung Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta dengan wajah lesu. Sebagian gugatan Eka Aryawan yang dilayangkan kepada kelima PKL tersebut akhirnya dikabulkan oleh Majelis PN Yogyakarta. Putusan pengadilan memutuskan bahwa kelima PKL yang terdiri dari Agung Budisantoso, Budiyono, Sutinah, Suwarni, dan Sudiyanto, terbukti melanggar hukum karena telah menempati lahan hak orang lain. Akibatnya, kelima PKL tersebut harus pindah dari lahan yang sehari-hari mereka gunakan untuk mencari nafkah.
Dalam putusan hakim tersebut, pengusaha Eka Aryawan, terbukti memiliki hak atas tanah seluas 27 meter persegi yang ditempati oleh kelima PKL. Hal tersebut diputuskan melalui pertimbangan surat kekancingan Nomor 203/HT/KPK/2011 milik Eka yang dikeluarkan oleh Badan Pengelola Tanah Keraton Yogyakarta, Panitikismo. Surat kekancingan sendiri adalah surat izin untuk menggunakan tanah keraton yang dikeluarkan oleh Panitikismo. Penggunaan tanah tersebut bersifat tidak permanen dan penyewa diwajibkan membayar uang sewa setiap tahunnya. Dalam hal ini, Eka juga telah membayar biaya sewa sebesar Rp274.000 per tahun kepada Keraton.
Menanggapi hal tersebut, Rizky Fatahillah SH, Kuasa Hukum PKL Gondomonan menilai terdapat kejanggalan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Majelis Hakim. Sebab, terdapat ketidakkonsistenan antara pertimbangan dan putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Menurut Rizky, para PKL seharusnya tidak dinyatakan bersalah. Sebab, berdasarkan pertimbangan majelis hakim.“Jika tanah Keraton Yogyakarta tersebut diakui sah disewa oleh penggugat, seharusnya yang digugat bukan para PKL,” kata Rizky usai persidangan.
Rizky beranggapan, jika yang dugunakan adalah hukum sewa menyewa, maka seharusnya pihak Panitikismo yang digugat. Sebab, mereka (pihak Panitikismo) seharusnya menyelesaikan perkara sewa terlebih dahulu sebelum disewakan kepada pihak lain. “Seharusnya yang melanggar adalah Panitikismo karena yang memberikan sewa dan mengeluarkan surat kekancingan adalah pihak tersebut,” jelasnya.
Sementara itu kuasa hukum Eka Aryawan, Oncan Poerba SH mengaku akan mempertimbangkan langkah selanjutnya yang akan ditempuh. Walaupun tidak semua gugatan dikabulkan, pihaknya merasa cukup puas karena pengadilan menyatakan kelima PKL tidak memiliki hak atas tanah yang mereka tempati. “Mereka terbukti melanggar hukum jadi memang tak memiliki hak terhadap tanah tersebut. Terkait ganti rugi sebesar 1,12 M yang ditolak, hal itu karena objek sewa memang tidak boleh disewakan lagi,” ungkapnya.
Meski demikian, diketuknya palu hakim tidak membuat kelima PKL menyerah begitu saja. Mereka menyatakan tidak akan melaksanakan keputusan hakim untuk mengosongkan tanah. Budiyono (57) mengatakan akan tetap mempertahankan tanah tersebut untuk berjualan. Selain telah menggunakan lahan tersebut secara turun menurun, ia beranggapan bahwa yang boleh mengusinya adalah pihak Keraton selaku pemilik tanah.
Budiyono juga mengatakan bahwa ia dan keempat PKL lainnya akan kembali ke Keraton untuk setidaknya meminta lahan seluas 9 meter. Selain itu, menurut Rizky, kelima PKL juga akan kembali mengajukan banding. Melihat putusan hakim dalam perkara yang ditanganinya, Rizky beranggapan bahwa hal ini akan menjadi contoh buruk bagi pengguna tanah Keraton lainnya. Menurutnya, ke depan akan semakin banyak warga pengguna lahan Keraton yang diusir karena surat kekancingan. “Secara tidak langsung, hal ini juga merupakan kekalahan warga lain yang terancam digusur pemegang kekancingan Keraton,” pungkasnya.[Lamia Putri Damayanti]