Perjalanan hidup manusia yang penuh warna selalu menarik untuk dinikmati. Fase kehidupan dari anak-anak hingga dewasa selalu memiliki cerita tersendiri. Terisnpirasi dari fase perjalanan hidup tersebut, Gadjah Mada Chamber Orchestra (GMCO) UGM mengahdirkan Grand Concert,  dengan tema The Story of  Our Life (14/11). Grand Concert kelima ini, menyajikan cerita fase kehidupan dalam balutan orkestra, melalui kolase lagu dengan genre yang beragam. Semua lagu yang dibawakan berhasil mengajak penonton untuk kembali menikmati perjalanan kehidupan manusia dari kecil hingga dewasa.
Pembukaan konser dimulai dengan mereka ulang masa kanak-kanak dalam lantunan  lagu-lagu soundtrack film âPetualangan Sherinaâ. Lagu-lagu yang populer di kalangan anak-anak pada era 90-an ini, dibawakan oleh Dominique Naura Ilari Namorin, siswa kelas 5 SD Model Sleman. Dominique bernyanyi dan bermonolog dengan suaranya yang riang dan lugu khas anak-anak. Suasana Grha Sabha Pramana berhasil dihidupkan dengan lantunan lagu yang menggambarkan kegembiraan dan keceriaan baik dari melodi, tempo, serta liriknya.
Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, Dominique turun dari panggung digantikan oleh tiga gadis berpakaian SMA. Masuknya ketiga gadis ini, menggambarkan masa remaja dengan cerita masa sekolah yang penuh kisah cinta dan semangat. Â Diiringi dengan lagu Crazy Little Thing Called Love oleh grup vokal milik GMCO, Vocca GMCO, mereka mulai menebarkan perasaan bahagianya kepada penonton. Lagu yang diaransemen dengan sentuhan jazz klasik tahun 80-an ini mampu mengajak penonton untuk melebur dan mengiringi lagu dengan tepuk tangan. Tempo musiknya yang agak cepat membuat adanya kesan semangat dalam diri seorang remaja.
Cahaya panggung meredup diringi dengan pergantian suasana di atas panggung. Kini, suasana sendu mulai terasa dari atas panggung. Kisah cinta remaja telah sampai pada tahap pengujian oleh jarak. Cerita ini diwakilkan dengan lagu Jet Lag milik Simple Plan yang telah diaransemen oleh Agung Prasetyo dengan sentuhan orkestra. Lagu yang menceritakan tentang cinta jarak jauh ini membuat para penonton merasakan bagaimana sulitnya menjalani cinta yang harus terpisah oleh jarak. Â Lagu ini mewakili kisah penantian yang diwarnai dengan kesedihan dan kegembiraan. Awalnya, perasaan sedih sangat terasa dari lagu ini sebab musik yang disajikan pelan dan temponya lambat. Namun, ketika memasuki bagian akhir lagu, tempo lagu mulai menjadi lebih cepat dan memberikan kesan semangat pada penonton.
Penantian cinta yang terhalang oleh jarak memang tidak selalu berujung pada kebahagiaan. Tak jarang cinta yang mereka jalani harus kandas di tengah jalan. Kisah cinta ini direpresentasika melalui pembawaan lagu Jar of Heart oleh Vocca GMCO yang berkolaborasi dengan Mei Artanto  dengan  flutenya. Lagu yang dipopulerkan oleh Cristiana Perri ini diaransemen dengan sendu. Tempo yang pelan semakin membawa penonton larut dalam kegalauan. Meskipun telah melalui kisah cinta yang pilu, tetapi seseorang tidak boleh terpuruk. Mereka harus menjalani hidup dengan penuh kedewasaan. Begitulah cerita ini direpresentasikan melalui medley lagu-lagu Dewa 19. Medley yang terdiri dari lagu Arjuna dan Pupus yang dinyanyikan oleh Vocca GMCO ini mampu memperlihatkan bagaimana bangkit dari kepiluan dan kesedihan cinta yang telah dialami. Kemampuan mereka bangkit tergambarkan dalam lirik dari kedua lagu yang dinyanyikan.
Setelah perjalanan cinta yang melelahkan, tibalah pada masa yang dinantikan. Penonton kembali dibawa menjelajahi fase kehidupan manusia. Fase kali ini adalah fase kebahagian dengan iringan lagu Wedding March milik Felix Mendelsson. Lagu yang digunakan untuk mengiringi prosesi pernikahan ini ditampilkan dengan sakral dan memperlihatkan teater pernikahan yang dimainkan oleh Keluarga Rapat Sebuah Teater Fakultas Psikologi. Teater itu diawali dengan masuknya perempuan bergaun renda putih panjang membawa bunga ke tengah panggung. Seorang lelaki berjas hitam telah menantinya dengan senyuman. Setibanya di tengah panggung, ia bersama sang lelaki mengucap janji suci. Kecupan yang disematkan oleh sang lelaki di dahi perempuan sontak membuat semua penonton berteriak iri.
Filemon Alfian berdiri dengan saksofon silvernya di atas panggung. Perlahan dia mulai meniup saksofon itu dan mulai mengalun nada-nada indah. Nada-nada itu memberi isyarat kepada Vocca GMCO untuk mulai menyanyikan lagu Isnât She Lovely . Sembari mengiringi lagu ini, Filemon tak jarang menunjukan kemampuan bermain saksofonnya yang lihai. Ia menekan keys-keys saksofonnya dengan lincah. Mereka sukses menggambarkan kebahagiaan orang tua yang tengah menyambut kelahiran buah hatinya di dunia.
Penonton kembali bertepuk tangan riuh. Kali ini, tepuk tangan itu diberikan untuk Guest Singer pergelaran kali ini, Putri Ayu. Gadis Medan ini berhasil menggemakan harapan dalam ketiga lagu yang ia bawakan, Rather be, I Dreamed a Dream, dan The Spirit Carries On. Semua penonton terhanyut mendengarkan vokal mezzo soprano-nya. Bersama alunan chordophone, ideophone, membranophone, dan aerophone, lagu Time to Say Goodbye yang ia bawakan membuat penonton masih ingin terus menyaksikan pertunjukan ini.
Penampilan memukau dari Putri Ayu menutup konser malam itu. Tepuk tangan meriah diberikan pada semua pengisi acara yang berhasil memberikan penampilan terbaiknya pada penonton. Wieka Praseilla, mahasiswa Manejemenâ13, ketua panitia pergelaran mengaku sangat bahagia karena konser telah terlaksana dengan baik. âSenang sih, tapi belum puas karena dalam setiap proses pasti kita menemukan celah-celah. Ini tuh harus begini, itu tuh harusnya begitu,â ungkapnya. Afriza juga ikut memberikan komentar. Ia mengaku sangat bahagia bahwa susah payah alumni untuk mengajak orang-orang untuk menonton konser GMCO dapat terobati dengan pertunjukan ini.
Kesuksesan dari konser ini pun terlihat dari keberhasilannya mengajak penonton untuk bernostalgia ke masa lampau. Veronica Losari, mahasiswa Teknik Sipil â11, mengaku sangat puas setelah menonton orkestra ini meski baru pertama kali. Penampilan yang paling memukau baginya adalah penampilan lagu pertama dari Dominique.âLagu itu membawa kita untuk bernostalgia ke masa kecil,â ucapnya. Â [Juli Wira, Sitti Rahmania]