“Tujuh puluh tahun Indonesia merdeka, tapi belum merdeka dari korupsi,” ucap Wasingatu Zakiyah, Direktur Eksukutif Institute of Development Economic Analysis (IDEA), memulai diskusi siang itu (20/08). Zakiyah pun menambahkan bahwa warga adalah korban pertama dari korupsi. Diskusi yang bertemakan “Merdeka dari Korupsi: Kuatkan Warga, Kuatkan KPK, dan Cari Pimpinan KPK yang Berani” ini, bertempat di Foodpark Lembah UGM.
Diskusi yang diinisiasi oleh Perkumpulan IDEA dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi ini, menghadirkan tiga tokoh aktif dalam dunia pemberantasan korupsi. Mereka adalah Bambang Widjojanto (Pimpinan KPK non aktif), Dra. Yuliani Putri Sunardi (Sekretaris Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi)), dan Mohammad Gudono (Ketua Komite Audit UGM dan salah satu calon pimpinan KPK dari Jogja). Diskusi ini diikuti oleh beberapa komunitas di Jogja seperti Satgas Muda Anti korupsi, Komunitas Warga Berdaya, dan Saluran Informasi Akar Rumput Jogja, dan Sarang Lidi.
Dalam diskusi ini, Yuliani menceritakan tentang pengalamannya dalam melawan korupsi di dunia pendidikan. Hal ini bermula dari sakit hatinya yang disebabkan oleh tindakan korupsi guru-guru dan kepala sekolah yang seharusya menjadi contoh bagi peserta didiknya. Ia menyampaikan bahwa ia pernah melaporkan beberapa kasus korupsi yang terjadi di sekolah. Namun dari semua kasus yang dilaporkannya, hanya satu yang sampai proses pemidanaan dan yang lainnya berakhir nihil. “Saya lapor ke Tipikor dan Polda tapi pada akhirnya mentok doang di sana,” tuturnya.
Gudono menjelaskan bahwa penanganan kasus korupsi sebaiknya menggunakan sistem seperti yang dilakukan perusahaan taksi Blue Bird. Dalam sistem taksi Blue Bird, semua supir taksi harus menyetor uang sesuai dengan jumlah pendapat per argo. Namun, supir taksi masih dapat bertindak curang dengan tidak menggunakan argo. Meski demikian, perusahaan taksi Blue Bird memiliki cara untuk mengatasinya dengan pemberian penghargaan. Perhargaan itu diberikan kepada supir yang menemukan supir taksi Blue Bird yang lampu taksinya tidak menyala tetapi terdapat penumpang di dalamnya. “Istilahnya adalah peniup peluit,” ucap Gudono. Ia pun menambahkan, meski cara tersebut tidak dapat menghilangkan kasus korupsi seratus persen, namun setidaknya bisa mengurangi.
Bambang, sebagai seorang yang pernah menjadi pimpinan KPK, ikut memberikan pendapatnya. Ia menyampaikan bahwa proklamasi berarti membebaskan diri dari kekuasaan absolut, dimana kekuasaan absolut sudah pasti korup. Bambang memberikan solusi dalam mengatasi kasus korupsi, yaitu dengan kebijakan cutting off. Kebijakan ini dilakukan dengan membebaskan koruptor yang mengembalikan uang korupnya.
Selain kebijakan cutting off, ia juga menawarkan kebijakan pemberian penghargaan seperti yang disampaikan oleh Gudono. Hal ini bisa medorong masyarakat untuk berani membeberkan kasus korupsi di lingkungannya. Bahkan para mantan pelaku koruptor juga akan terdorong untuk memburu para pelaku korupsi lainnya. “Sehingga bisa terwujud kontrol korupsi yang masif,” tambah Bambang. Ia pun menambahkan bahwa kasus korupsi layaknya pelacuran yang sampai kapan pun tidak akan pernah hilang. Namun dengan kontrol yang masif, bisa mengurangi korupsi yang sejak zaman VOC telah ada meracuni negeri ini. [Sitti Rahmania]