“Cuci bersih korupsi!” seru perempuan-perempuan berbaju batik di beranda Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) pada Minggu (8/3). Di tangan mereka tergenggam poster bernada protes dan imbauan menumpas korupsi. Bukan hanya poster, mereka juga menggenggam panci, telenan dan solet. Mereka lalu mencuci perkakas rumah tangga tadi sambil terus meneriakkan slogan anti korupsi. Salah satu orator menjelaskan, aksi ini menarasikan usaha perempuan membersihkan negara dari jerat korupsi.
Debbie Prabawati, salah satu penggerak aksi mengatakan, aksi ini diinisiasi oleh gerakan Perempuan Indonesia Anti Korupsi (PIA). Gerakan ini merangkul setidaknya 14 LSM termasuk di antaranya akademisi perempuan anti korupsi, perwakilan pekerja seni, perempuan difabel dan pelindung pekerja rumah tangga. “Tapi kami terbuka bagi siapapun yang ingin bergabung,” jelas Debbie.
Di Hari Perempuan Internasional kali ini, PIA ingin menekankan pentingnya peran perempuan dalam upaya pencegahan korupsi. “Selama ini, perempuan hanya menjadi korban tindakan korupsi,” tukas Debbie. Data Komnas Perempuan menunjukkan perempuan mengalami dampak korupsi lebih berat dibanding laki-laki. Dalam hal pengelolaan sumber daya alam misalnya, korupsi beras akan menyusahkan perempuan dalam memenuhi gizi keluarganya.
Oleh karena itu, Debbie mendorong perempuan untuk terlibat aktif melawan korupsi. Pariyem, perwakilan petani perempuan menyatakan, perlawanan korupsi bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti keluarga. “Nah, ibu yang memegang peran vital dalam pendidikan keluarga harus menyadari hal ini,” tukasnya. Rachmawati Husein, sebagai perwakilan akademisi menambahkan bahwa pendidikan anti korupsi menjadi penting karena mencegah lebih baik daripada mengatasi.
Di akhir konferensi pers, Shinta Wahid sebagai wakil PIA menuntut Presiden dan Wakil Presiden agar bersikap tegas dalam pemberantasan korupsi. Ia juga mendorong perempuan untuk menjadi garda terdepan dalam upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, hal sederhana yang bisa dilakukan perempuan adalah menjadikan semangat anti korupsi sebagai bagian wajib dari pendidikan anak-anak.
Sebelum mengakhiri aksi siang itu, Shinta mengimbau elemen masyarakat untuk terus memperkuat usaha pemberantasan korupsi. Pasalnya, banyak pihak yang mencoba memecah belah kekuatan masyarakat. Salah satunya adalah kasus kriminalisasi TEMPO yang memuat berita tentang rekening gendut Budi Gunawan. Pito Agustinus sebagai perwakilan dari jurnalis mendorong masyarakat untuk tidak takut memberantas korupsi. “Satu kata yang harus kita pegang–lawan!” [Ganesh Cintika Putri]