Matahari bersinar terik di atas Gelanggang Mahasiswa. Siang itu (12/11), keringat menetes dari pipi mahasiswa yang memarkirkan kendaraan bermotornya. Di sudut lain, terlihat beberapa mahasiswa memarkirkan sepeda kampus dan sepeda pribadinya di stasiun sepeda. Tempat ini ramai dengan aktivitas mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Sebagai tempat yang ramai akan aktivitas mahasiswa, Gelanggang Mahasiswa kurang mendapatkan keamanan dari pihak kampus. Lokasi yang terus hidup selama 24 jam menjadikannya rawan akan pencurian.
Data dari Satuan Keamanan dan Keselamatan Kampus (SKKK) menyatakan bahwa pada tahun 2014 terjadi 15 kasus pencurian sepeda. Jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 23 kasus pencurian sepeda. Data tersebut menyatakan bahwa seluruh kasus pencurian sepeda terjadi pada sepeda pribadi mahasiswa. Sebanyak 7 dari 15 kasus pada tahun 2014 dan 8 dari 23 kasus pada tahun 2013 terjadi di Gelanggang Mahasiswa.
Heri Astono, salah seorang penjaga Stasiun Sepeda Kampus di Gelanggang Mahasiswa membenarkan maraknya pencurian sepeda di lokasi tersebut. Menurut Heri, sepeda dengan merek Polygon menjadi langganan para pencuri. “Harga jualnya relatif mahal,” ujarnya. Heri juga menambahkan, kurangnya petugas penjaga Gelanggang Mahasiswa di tiap shift-nya menjadi penyebab maraknya pencurian. “Di area parkir sepeda Gelanggang Mahasiswa, hanya ada seorang penjaga pada shift pagi, siang dan sore,” ungkapnya saat ditemui di pos jaga Gelanggang Mahasiswa.
Berdasarkan kesaksian Heri, para pencuri lebih aktif di malam hari antara pukul 18.00 WIB sampai pukul 22.00. Hal itu disebabkan karena pada malam hari Gelanggang hanya dijaga oleh seorang petugas piket dari Gelanggang Mahasiswa. Ia menyayangkan sistem penjagaan tersebut. Menurutnya, sistem tersebut sangat rapuh karena seorang petugas piket mengawasi bagian dalam gedung sekaligus mengawasi area parkiran. “Konsentrasi penjaga terbagi untuk menjaga bagian parkir, dan bagian dalam gedung,” tegas Heri.
Menanggapi maraknya pencurian di Gelanggang Mahasiswa, Kepala Seksi Organisasi dan Fasilitas Kemahasiswaan Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa) UGM, Pangadiyono, S.IP. berpendapat, “Gelanggang Mahasiswa merupakan tempat yang strategis bagi pencuri mengingat tempatnya yang dekat dengan pintu masuk UGM.” Sayangnya hal ini tidak didukung oleh jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) berupa petugas piket dan petugas penjaga parkir yang memadai, sehingga Gelanggang Mahasiswa menjadi lokasi favorit pencurian sepeda. “Idealnya ada 2 orang yang berjaga setiap shift pagi, siang, dan malam,” ungkapnya.
Dr. Noorhadi Rahardjo selaku Kepala SKKK mengatakan, “Ada dua faktor utama yang dimanfaatkan para pencuri sepeda.” Pertama, mengenai ketidak jelasan identitas kepemilikan sepeda pribadi. Hal itu dikarenakan sepeda milik pribadi tidak diberi identitas apapun oleh pemilik maupun petugas. Kejelasan identitas kendaraan hanya diberikan pada kendaraan bermotor melalui Kartu Identitas Kendaraan (KIK). Kedua, kurangnya kewaspadaan para pemilik sepeda untuk mencegah pencurian terjadi. “Seharusnya sepeda itu dikunci dan dititipkan kepada petugas, tetapi nyatanya tidak,” tambahnya.
Sepeda yang telah terkunci pun tak luput dari pencurian. Lengkong Sanggat Ginaris tak pernah menyangka sepeda miliknya yang telah terkunci akan raib dibawa pencuri. “Saya tak pernah mengira sebelumnya. Saya kira pencuri mengambil sepeda yang tidak terkunci,” tutur mahasiwa jurusan Arkeologi ’13 tersebut.  Menanggapi kejadian tersebut, Noorhadi menjelaskan bahwa para pencuri dapat menjebol pengaman sepeda dalam waktu singkat. Informasi ini Ia peroleh dari pencuri yang tertangkap di Fakultas Teknik beberapa waktu lalu. ” Walau hanya menggunakan gunting atau tang  ternyata kunci dapat dijebol hanya dalam hitungan detik,” ungkapnya.
Rawannya pencurian kendaraan di area parkir membuat mahasiswa angkat suara. Ismiani Nabila, mahasiswi Sekolah Vokasi (SV) Bahasa Inggris ’13 mengungkapkan bahwa tingkat keamanan area parkir kampus saat ini terbilang rendah. “Hanya 45% menurutku,” ujarnya ketika ditanya mengenai presentase keamanan area parkir. Nabila berpendapat bahwa banyaknya pencurian di area parkir kampus disebabkan karena pihak SKKK tidak selalu berada di sana untuk melakukan pengawasan melalui patroli.
Menanggapi hal tersebut, Noorhadi mengungkapkan bahwa hal tersebut terjadi karena hanya terdapat 20-30 personil SKKK per-shift selama 24 jam yang disebar di setiap lingkungan kampus. Luasnya wilayah pengawasan SKKK berdampak pada banyaknya tempat yang perlu dilindungi. “SKKK tidak bisa berjaga di setiap tempat, dan tidak mungkin mengawasi satu persatu warga UGM,” ungkap Noorhadi.
Keinginan terhadap pengembangan fasilitas keamanan area parkir juga datang dari para mahasiswa. “Lebih bagus dipasang CCTV di setiap area parkir,” saran Lengkong. Lain halnya dengan Nabila, kesiagaan SKKK dalam menjaga kendaraan perlu ditingkatkan. “Sering-sering melakukan patroli dalam mengontrol kendaraan yang terparkir, bukan hanya di pos dan membagikan karcis,” tegas Nabila.
Sesungguhnya Noorhadi telah memiliki solusi untuk menyelesaikan masalah keamanan parkir. Ia berharap dapat menambah SDM serta membangun fasilitas penunjang tugas SKKK seperti penambahan CCTV. Sayang, keinginannya terkendala oleh minimnya dana. “Saat ini, UGM lebih memprioritaskan dana untuk pembangunan infrastruktur, seperti gedung perkuliahan” tuturnya. Senada Noorhadi, Pangadiyono pun berharap pengembangan fasilitas keamanan parkir dapat terlaksana dalam waktu dekat. Ia telah mengusulkan dipasangnya CCTV di area parkir Gelanggang Mahasiswa dan meningkatkan jumlah petugas jaga di Gelanggang Mahasiswa. “Saat ini pengadaan CCTV sudah diusulkan,semoga tahun depan dapat disetujui,” pungkasnya. [Gupuh Sinung Hari Bawana, Devananta Rizqi Rafiq, Rafika Fauziah, Muryati Sukmawati]