Iringan sepeda memadati Jalan Margo Utomo, selatan Tugu Kota Yogyakarta pada Minggu (26/1) pagi. Rombongan tersebut adalah satu dari sekian banyak komunitas sepeda di Yogyakarta. Mereka menamakan diri sebagai Komunitas Sepeda Federal Jogja (Fedjo). Komunitas ini tak hanya bersepeda, tetapi juga melestarikan dan memperkenalkan kembali sepeda Federal kepada masyarakat.
Tahun 1989 menjadi tahun kejayaan sepeda merek Federal. Pasalnya, pada tahun itulah sepeda buatan dalam negeri ini menjadi primadona dan sukses di pasaran. Tak hanya di Indonesia, popularitas sepeda ini juga merambah dataran Eropa. Namun beberapa tahun kemudian produksi sepeda ini dihentikan.
Puluhan tahun berlalu dan Federal mulai dilupakan. Hingga pada 2009, Bagas Triaji menyatukan pengguna sepeda Federal yang masih tersisa ke dalam sebuah komunitas berbasis sosial media. Tujuh bulan semenjak grup itu dibentuk, tak satu pun orang yang bergabung menjadi anggota. Tetapi kini, komunitas itu terdaftar telah memiliki enam puluh anggota.
Mulai dari mahasiswa, pekerja, hingga dosen pun ikut bergabung kedalam komunitas ini. Masing-masing memiliki alasan tersendiri mengapa hingga kini masih menggunakan sepeda Federal. Salah satu anggota Fedjo, Toni menjelaskan kelebihan yang dimiliki sepeda ini. Meskipun buatan Indonesia, Federal memiliki kualitas yang tidak kalah dengan produk impor. “Federal yang lama tidak terpakai memang berkarat, tapi tidak sampai keropos dan rusak bentuk serta strukturnya,“ ungkapnya. Sepengetahuannya, Federal menggunakan bahan baku besi murni sehingga sepeda yang diproduksi dapat bertahan lama. Selain itu, meski merupakan sepeda lama, Federal ternyata tetap cocok menggunakan suku cadang sepeda lain.
Selain karena kualitas dan ketangguhannya, mereka mempunyai alasan lain menggunakan Federal. Salah satunya untuk mengenang masa kecil karena kebanyakan anggota komunitas ini menggunakan sepeda Federal sejak kanak-kanak. Meskipun pecinta Federal, Bagas mengaku tidak menginginkan kembalinya produksi Federal di Indonesia. Baginya dan bagi anggota lain komunitas ini, ketiadaan produksi dan keterbatasan jumlah Federal kini memiliki arti tersendiri.
Terbatasnya jumlah sepeda Federal saat ini membuat kepuasan tersendiri bagi anggota Fedjo yang mencari dan mengoleksinya. “Sepeda itu menjadi memorabilia bagi kami yang menggunakannya sejak kecil,” ungkapnya. Bagas juga mengakui, yang menjadikan anggota komunitasnya sebanyak ini ialah keterikatan emosional sesama pengguna sepeda lama.
Kisah lain tentang Federal datang dari salah satu anggota Fedjo, Supriyadi. Ia sampai mengosongkan satu ruangan khusus di rumahnya untuk menyimpan sepeda koleksinya. “Karena saya punya sekitar tiga puluh sepeda Federal di rumah” jelasnya. Walaupun begitu, orang-orang terdekatnya tidak pernah protes soal hobinya ini. Justu, mereka ia ajak untuk bergabung ke dalam komunitas Fedjo.
Sukarningsih Ekaningtyas, istri dari Andy Mardianto juga berpendapat serupa. Ia tidak merasa aneh akan hobi suaminya tersebut. “Dari awal sebelum menikah saya sudah tau bahwa hobinya adalah bersepeda,” jelasnya. Sukarningsih mendukung hobi tersebut karena merasa kegiatan komunitas ini tidak terlalu banyak.
Andy lalu menjelaskan bahwa Fedjo sendiri hanya memiliki satu agenda tetap setiap bulan, yakni Tunjukkan Federalmu. Acara ini biasa dilaksanakan saat minggu ketiga. Selain itu terdapat agenda lain namun sifatnya mendadak, seperti bersepeda bersama dan touring ke suatu tempat. Ada pula agenda tiap dua tahun yang dilaksanakan bersama seluruh komunitas sepeda Federal se-Indonesia, yakni Jambore Nasional. “Di acara ini kami biasanya bersepeda bersama, diskusi dan silaturahmi ke sesama pengguna sepeda Federal,” tambahnya.
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, komunitas ini memiliki program safety riding yang dikampanyekan ke pengguna sepeda di Yogyakarta. Pasalnya, sejumlah anggota Fedjo menyadari bahwa masih banyak pesepeda yang tidak menaati aturan lalu lintas. Pelanggaran yang mereka lakukan ini lalu memicu terjadinya kecelakaan yang melibatkan pesepeda dan pengendara lain. “Selain mengampanyekan safety riding, kami juga akan mengajak masyarakat yang belum bersepeda untuk beralih menggunakan sepeda,” tutur Andy.
Tidak hanya program safety riding, komunitas ini juga mengampanyekan penggunaan kembali sepeda lama. Dalam pandangan Bagas, pesepeda tidak perlu menjual sepeda lamanya hanya demi membeli sepeda baru. “Kenapa harus malu kalau sepeda tuamu masih mampu?” kritiknya. [Muhammad Faisal Nur Ikhsan, Mayang Pramudita Yusuf]