Antrian para pemilih terlihat memadati Tempat Pemungutan Suara (TPS) di jurusan Teknik Kimia, Selasa (17/12). Warga teknik mulai meramaikan acara pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tahun ini. Calon ketua melakukan orasi dengan banyak pertanyaan yang hadir karena calon ketua BEM tahun ini banyak yang independen. “Biasanya terlihat sepi, tetapi tidak untuk hari ini,” tutur Firdina Aprilia Aygyan Syah Puteri, mahasiswi Teknik Kimia’13.
Sebelum menetapkan sistem pemilihan yang baru, BEM Fakultas Teknik (FT) melakukan sharing dengan ketua lembaga. Sharing ini berlangsung selama sepuluh hari, yang dilakukan secara bertahap dan diharapkan lebih intensif. Dalam sharing ini banyak pendapat yang diutarakan oleh lembaga, ada yang setuju dengan sistem voting, atau musyawarah saja, dan dengan keduanya.
Ikhtisar yang dikemukakan Rhyno Senbyla Sesesega dari lembaga Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG) mengatakan bahwa cara musyawarah lebih representatif dan sebagai langkah seleksi aktif oleh lembaga kemudian dieksekusi untuk divoting. Pendapat berbeda di sampaikan oleh Anggoro Setia Budhi dari lembaga Keluarga Mahasiswa Teknik Arsitektur (KMTA) berkata bahwa lebih baik memperbaiki sistem yang ada yaitu voting dengan melakukan pembenahan pada sosialisasi, publikasi, dan orasi untuk lebih menghidupkan suasana pemilihan ketua BEM. Pendapat setuju dengan voting dan musyawarah hanya ingin menekankan agar teknis pelaksanaan dilapangan jelas. Dari hasil sharing tersebut menetapkan bahwa pemungutan suara di Fakultas Teknik UGM tahun ini menggunakan dua sistem. “Sistem tersebut adalah one man one vote dan voting with lembaga,” kata Moh Faza Rosyada selaku ketua BEM KMFT.
Sebagai langkah awal, calon kandidat melakukan pendaftaran. Kemudian berkas diverifikasi yang hasilnya diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Teknis ini sudah cukup jelas, jika nantinya ada yang lolos menjadi kandidat ataupun tersisihkan tidak menimbulkan perlawanan,” urai Muhammad Ikhlasul Amal sebagai ketua KPU.
Tahapan selanjutnya adalah musyawarah yang dilakukan oleh KM/HM dan BSO. “Tahap musyawarah tujuannya memilih calon yang memiliki kualifikasi sesuai kondisi masyarakat teknik,” ujar Faza. Jika terdapat lebih dari dua calon, maka panelis akan mengeliminasi berdasarkan kualitasnya menjadi dua kandidat. Jika terdapat dua calon, maka sistem musyawarah bersifat debat. Debat ini dilakukan kepada calon kandidat seputar pertanyaan, masukkan, kritikan, dan studi kasus oleh panelis. Jika satu calon yang lolos tahap verifikasi berkas registrasi, maka sistem orasi ditiadakan dan diadakan musyawarah insidential ketua lembaga. Teknis musyawarah ini tercantum di web http://www.bemkmftugm.org. Namun pada kenyataannya, lembaga melakukan musyawarah terbuka mengasilkan keputusan tentang ketetapan calon kandidat ketua BEM yang berbeda. Hasil musyawarah terbuka menetapkan untuk meloloskan tiga calon kandidat ketua BEM.
Tiga calon kandidat melakukan eksekusi voting pada tanggal 16 dan 17 Desember 2013. Nama calon ketua BEM yang lolos ke tahap pemungutan suara adalah Zaky Dzulfikar Harun, Muhammad Rifki Ali, dan Galang Gillespi. Voting ini dilakukan dengan cara pencoblosan surat suara oleh warga teknik. Bilik suara terdapat di delapan jurusan yang ada di teknik dan satu bilik khusus untuk surat suara khusus lembaga dan independen. Bilik suara yang ada disetiap jurusan terdapat sembilan bilik. Sedangkan bilik suara khusus untuk KM/HM/BEM/BSO hanya ada satu disetiap jurusan. “Tiap lembaga diberi kuota penilaian untuk KM/HM/BEM 20 suara, sedangkan BSO 10 suara,” kata Faza sebagai ketua BEM KMFT.
Perhitungan suara dilakukan pada tanggal 17 Desember 2013 yang menganut asas terbuka, transparan, adil, dan jujur. Dalam perhitungan suara ini ketua lembaga wajib hadir dan terlibat secara langsung dalam perhitungan suara. “Dalam perhitungan, suara Muhammad Rifki Ali disetiap jurusan memperoleh suara terbanyak, kecuali pada jurusan Perencanaan Wilayah Kota (PWK) dan surat suara lembaga,” ujar Faza.
Suara calon kandidat akan bertambah sesuai hasil gabungan nilai suara yang telah diberikan KM/HM/BSO. Suara lebih yang dimiliki lembaga (KM/HM/BSO/BEM) dapat menggantikan suara warga jurusan/anggota lembaganya ketika pencoblosan cenderung asal pilih tanpa pertimbangan, bahkan yang Golongan Putih (Golput). “Nilai suara terbanyak menandai ketua BEM KMFT terpilih untuk memimpin selanjutnya,” kata Faza.
Meskipun sebelumnya telah dibuat tahapan pemilu secara terperinci, namun tetap saja menuai pro dan kontra. “Tahun ini teknik tidak menggunakan sistem musyawarah dan pemungutan suara tetapi satu orang satu hak suara dan suara lembaga karena banyak terjadi pro dan kontra,” ujar Amal. Di sisi lain ada pihak yang tetap menyetujui menggunakan sistem musyawarah. “Tidak ada salahnya mencoba sistem baru seperti musyawarah karena belum pernah dilakukan atau dicoba dilingkup teknik. Berani mencoba maka akan lebih mengerti hasilnya seperti apa, sehingga bisa dijadikan pertimbangan di tahun-tahun berikutnya,” kata Flagra Egha Muhammad Harismina perwakilan dari BSO.
Perdebatan muncul mengenai sistem pemilu baru, banyak yang mengemukakan pendapatnya dan menguraikan dampaknya. “Dampak negatif musyawarah ialah terdapat unsur subjektifitas yang cukup tinggi,” urai Hendianto Pratama S. perwakilan Engineering Enterpreuneurship Center (EEC). Voting merupakan sistem yang telah lama diterapkan di teknik. “Voting memiliki kejelekan yaitu kualitas calon ketua BEM tidak terlihat dan minimnya pengetahuan pencoblos terhadap profil kandidat,” kata Doddy Dirgantara Putra perwakilan Lembaga Penelitian dan Kajian Teknik Aplikatif (LPKTA).
Amal mengatakan bahwa sikap budaya apatis warga teknik maupun lembaga berimbas pada pemilihan atau pencoblosan calon ketua BEM tanpa pertimbangan. Sikap apatis warga teknik harus diubah dengan membuat forum lembaga agar lebih aktif. “Ditahun ini memang kita belum menerapkan musyawarah tetapi melalui sistem suara lembaga sudah mewakili dengan melakukan musyawarah terbuka,” ujar Faza. [Amalia]