Judul : The Grand Design (Rancang Agung)
Penulis : Stephen Hawking dan Leonard Mlodinow
Penerjemah : Zia Anshor
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun penerbitan : 2010
Ukuran : 20×13,5
Tebal : 203 halaman (1,1 cm)
Alam semesta terbentuk bukan karena penciptaan Tuhan, melainkan terbentuk sendiri karena hukum fisika. Benarkah demikian?
Kiranya hampir semua umat beragama akan menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban, “Salah, Tuhan lah yang punya kuasa dalam penciptaan alam semesta”. Namun, tidak demikian bagi fisikawan bernama Stephen Hawking. Melalui buku yang diselesaikan bersama dengan Leonard Mlodinow, ia menganggap hukum alam sebagai penyebab alam semesta terbentuk, bukan Tuhan.
Buku tersebut menjelaskan beberapa hal tentang Teori-M (M-theory) yang dianggap sebagai calon teori segalanya. Maksud teori segalanya adalah teori yang mampu mengungkap awal-mula penciptaan banyak alam semesta yang kompleks. Teori ini bukan merupakan teori tunggal, melainkan kumpulan aneka teori yang masing-masing menjabarkan pengamatan dalam kisaran situasi fisik tertentu. Meskipun masing-masing teori tersebut berbeda satu dengan yang lain, bisa jadi semuanya memiliki aspek-aspek teori dasar yang sama. Mengenai huruf M pada Teori-M, belum ada yang tahu apa kepanjangannya. Ada yang menganggapnya sebagai master (majikan), miracle (mukjizat), dan mystery (misteri).
Menurut teori-M, alam semesta tidak hanya satu. Teori yang ingin ditemukan Einstein ini memprediksi bahwa ada banyak sekali alam semesta tercipta dari ketiadaan. Menurut Hawking, penciptaan alam-alam semesta itu tidak memerlukan campur tangan Tuhan. Sebaliknya, alam semesta itu ada karena sendirinya, melalui hukum-hukum fisika.
Dalam usaha menemukan Teori-M, Hawking menjelaskan beberapa teori atau pandangan yang sekiranya bisa dirumuskan menjadi teori segalanya itu. Di antaranya adalah teori korpuskel oleh Newton, teori buckyball, fisika kuantum oleh Feynman, medan gaya magnet oleh Faraday, gelombang elektromagnetik oleh Maxwell, dan relativitas khusus oleh Einstein.
Teori elektromagnetisme Maxwell dan teori gravitasi Einstein (relativitas umum) adalah model yang menganggap alam semesta punya sejarah tunggal. Pada tingkat atom, model-model tersebut tidak cocok dengan pengamatan. Sebaliknya, harus digunakan teori kuantum yang menyatakan bahwa alam semesta bisa memiliki sejarah apapun yang mungkin. Untuk mengetahui perilaku atom dan molekul, diperlukan kuantum teori elektromagnetisme. Jika ingin mengerti awal alam semesta, diperlukan kuantum teori relativitas umum.
Oleh karena itu menurut Hawking, hukum-hukum alam dianggap lebih berkuasa dibandingkan dengan Tuhan dalam penciptaan alam semesta. Jika zaman diruntut ke belakang, ada suatu zaman ketika manusia memikirkan bahwa alam ini sepenuhnya diatur oleh sosok adikuasa atau dewa-dewi. Dalam buku ini, Hawking sedikit bercerita tentang bangsa Viking yang menganggap bahwa gerhana matahari dan bulan terjadi karena tertangkap dua serigala bernama Skoll dan Hati. Selanjutnya, juga diceritakan tentang Suku Indian Klamath di Oregon. Suku tersebut meyakini bahwa Gunung Mazama meletus karena penguasa Dunia Bawah bernama Llao sedang murka karena cintanya ditolak oleh seorang manusia di bumi.
Gagasan dewa-dewi mulai tergantikan oleh gagasan bahwa alam mengikuti kaidah-kaidah yang konsisten dan bisa dipelajari. Diawali dengan kisah filsuf dari Ionia (salah satu daerah di Yunani) bernama Thales yang dianggap orang yang pertama kali mengembangkan gagasan bahwa dunia bisa dimengerti. Salah satu prestasinya, ia berhasil memprediksi terjadinya gerhana matahari pada 585 SM meski dikabarkan hanya tebakan yang mujur. Setelah menjelaskan Thales, diulas tentang ilmuwan-ilmuwan yang berusaha memahami fenomena alam. Ilmuwan-ilmuwan tersebut yaitu Pythagoras dengan dalil Pythagoras, Arkhimedes dengan ketiga hukumnya, Demokritos dengan penjelasan tentang atomisme (sekarang disebut kelembaman).
Gagasan orang-orang Yunani kuno hanya berpengaruh kuat selama beberapa abad. Hal itu karena teori-teori mereka tidak punya tempat untuk gagasan bahwa dewa-dewi turut campur tangan dalam perjalanan dunia. Aristoteles menolak konsep atom –yang sebelumnya digagas oleh Demikritos– karena tidak terima bila manusia terdiri atas bahan-bahan tidak berjiwa. Namun demikian pada zaman modern, gagasan mereka tidak dianggap sebagai sains yang sahih karena mereka belum menemukan metode sains. Dengan kata lain, gagasan-gagasan mereka tidak didasarkan pada percobaan atau penelitian.
Pemahaman mengenai hukum alam masih berlanjut pada zaman modern (abad ke-17) yang diawali oleh Kepler. Meski tidak dicantumkan bagaimana pemikirannya, Kepler memahami bahwa hukum alam sejalan dengan sains modern –biasanya dirumuskan dengan matematika– meskipun tetap menganut pandangan animistik atas objek fisik. Selanjutnya, dijelaskan tentang Galileo yang banyak menemukan banyak hukum alam meski tidak menggunakan istilah “hukum”. Setelah itu, diulas tentang Descartes yang percaya bahwa Tuhan menetapkan hukum alam tetapi tidak punya pilihan menyangkut hukum alam. Tokoh yang dijelaskan berikutnya adalah Newton yang membuat konsep modern hukum sains diterima secara luas dengan tiga hukum gerak dan hukum gravitasinya. Hukum tersebut menjelaskan orbit bumi, bulan, dan planet-planet, serta menerangkan fenomena pasang-surut.
Manusia telah mampu memahami hukum-hukum yang mengatur alam sampai sedekat itu. Pemahaman tersebut merupakan prestasi hebat sepanjang masa. Pemahaman tersebut bisa saja mengarah pada suatu teori unik yang memprediksi dan menjabarkan alam semesta. Jika telah dibuktikan kebenarannya, maka teori itu akan menjadi penemuan gemilang sebagai rancang agung (grand design) setelah sekian lama. Hawking berkata, “Kita akan berhasil menemukan rancang agung.”
Berdasarkan penjelasan pada buku, sudah bisa dipastikan bahwa rancang agung yang dimaksud Hawking adalah suatu rancang yang terlepas dari kuasa Tuhan. Maka dari itu, buku ini bisa saja mempengaruhi pemikiran seseorang supaya tidak yakin lagi bahwa alam semesta ini bukan diciptakan oleh Tuhan, melainkan terbentuk karena adanya hukum fisika yang sejak awal sudah ada. Kalau pun tetap meyakini Tuhan, bisa jadi yang dimaksud adalah tuhan sains.
Bagi pembaca dari latar belakang pendidikan non-eksak, mungkin agak kesulitan dalam memahami penjelasan beberapa teori dalam buku. Namun setelah penjelasan suatu hukum atau dalil, diikuti contoh-contoh relevan yang sangat membantu untuk memahami. Selain itu, diperjelas lagi dengan ilustrasi-ilustrasi menarik. Meskipun banyak istilah-istilah sains, namun sudah dicantumkan daftar istilah pada bagian belakang buku. Walaupun ada upaya untuk memperjelas isi, masih banyak dijumpai penulisan yang kurang efektif seperti penggunaan kata ‘dan’ dan ‘tapi’ di depan kalimat. Selain itu, masih ada beberapa penulisan kalimat kurang efektif pula. [Beniardi Nurdiansyah.bal]
6 komentar
Alam semesta itu ada karena sendirinya, melalui hukum-hukum fisika. Dari mana hukum fisika itu berasal…?
Pertama kali Allah menciptakan “pena” untuk menuliskan hukum-hukum / ketentuan tentang segalanya yang ditulis di lauhil mahfudz dengan kata KUN (jadi), maka semuanya terjadi dengan sendirinya sesuai dengan hukum-hukum/ketentuan yang ada.(qodar)
Kalau jawabannya Tuhan … Pertanyaan sama muncul dari mana asalnya Tuhan …? Nah lo
Pertama kali Allah menciptakan “pena” untuk menuliskan hukum-hukum / ketentuan tentang segalanya yang ditulis di lauhil mahfudz dengan kata KUN (jadi), maka semuanya terjadi dengan sendirinya sesuai dengan hukum-hukum/ketentuan yang ada.(qodar)
Saya juga berpendapat bahwa alam semesta tercipta berdasarkan hukum-hukum alam yang berlaku, namun hukum-hukum alam itu sendiri dirancang dan diciptakan oleh Allah. Serumit apapun hukum-hukum itu bagi Allah sangatlah mudah. Kemudian Allah sendiri asalnya dari mana? Sebenarnya pertanyaan ini bukanlah barang baru, melainkan sudah timbul sejak dahulu (zaman para nabi/rasul). Dalam sebuah hadis, Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w. pernah mengingatkan kepada para sahabat agar jangan mempersoalkan hal tsb (dari mana zat Allah itu berasal), karena pertanyaan2 semacam itu dibisikkan oleh setan, dengan tujuan agar manusia meragukan keberadaan Allah dan menjadi kafir.
Bagaimanapun sains hanya mampu menjangkau hal-hal yang natural, adapun hal-hal yang sifatnya supranatural tidak harus dapat dijelaskan secara ilmiah dan hanya bisa diimani.
Bagaimanapun yg beriman lebih diuntungkan, karena jika ternyata alam semesta terjadi dengan sendirinya (tidak ada Tuhan), maka juga tidak akan ada yang menghukum orang2 betiman.
“lebih baik aku mati dalam kondisi beriman lalu mengetahui surga itu tidak ada, daripada aku tidak percaya akan hal itu dan ternyata neraka itu nyata”