Fakultas Kedokteran Hewan merupakan fakultas “terkotor” di UGM.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 153 Tahun 2000, UGM ditetapkan menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) pada 26 Desember 2000. Keputusan ini didasarkan pada PP No 61 Tahun 1999 tentang penetapan perguruan tinggi sebagai badan hukum. Alasan penetapan menjadi BHMN ini dilakukan karena UGM dianggap memiliki kemampuan pengelolaan yang cukup.
Dalam PP 153 Tahun 2000 disebutkan, UGM diberikan otonomi, tanggung jawab dan kemandirian dalam pengelolaan universitas. Termasuk juga dalam hal pengelolaan dana. Meski demikian, laporan keuangan UGM tetap harus disampaikan kepada pemerintah setiap tahun sekali. Melalui PP No 66 Tahun 2010, UGM diubah statusnya dari BHMN menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Dalam sistem BLU, pengelolaan keuangan harus melalui mekasnismecheck and balances antara pihak universitas dengan pemerintah. Menurut Penjelasan Atas PP No 66 Tahun 2010, perubahan penyesuaian pengelolaan keuangan dari BHMN menjadi BLU harus di selesaikan pada 31 Desember 2012.
Pada 30 Desember 2011, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil pemeriksaan atas pengadaan barang dan jasa yang dilakukan UGM untuk tahun anggaran 2008, 2009, dan 2010. Dalam laporannya, disebutkan UGM masih menggunakan pengelolaan keuangan sistem BHMN. Kemudian UGM masih mengelola keuangan secara mandiri dan tidak disetorkan ke Kas Negara. Jika demikian halnya, maka ada kemungkinan penyalahgunaan yang akan dilakukan oleh UGM.
Ada empat masalah utama yang menjadi pokok bahasan mengenai pengelolaan rekening dalam laporan BPK tersebut. Pertama, standar operasional dan prosedur rekening belum ditetapkan. Kedua, pembukuan rekening tiap unit kerja tidak sesuai dengan ketentuan dan penyesuaiannya belum dilaksanakan secara menyeluruh. Ketiga, pemberian pinjaman kas kepada civitas academica tidak sesuai denga prosedur yang sudah ada. Keempat, biaya penerimaan pendidikan dan nonpendidikan UGM tahun 2010 tidak disetorkan ke rekening Rektor UGM.
Dari keempat pokok bahasan dalam pengelolaan rekening berdasar dari laporan BPK, kami mencoba menganalisis tentang keberadaan rekening “liar.”Rekening selain rekening atas nama Rektor UGM. Analisis kami tersebut hanya berlaku jika memang saat ini UGM telah melaksanakan sistem BLU. Karena pada realitasnya belum demikian, maka tulisan ini hanya bersifat prediktif.
Kami menganalisis satuan kerja mana yang dapat dikatakan “bersih” dan “kotor”. Satuan kerja yang dimaksud disini yakni; kantor pusat, pusat studi (PS), fakultas, dan unit kerja lain dibawah UGM. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan antara jumlah rekening yang dimiliki setiap satuan kerja. Tepatnya perbandingan antara rekening atas nama unit kerja dengan rekening yang diatasnamakan pribadi. Setelah dibandingkan kami mengurutkan satuan kerja mana yang paling banyak memiliki rekening pribadi.
Parameter yang kami gunakan ialah pembedaan jumlah rekening atas nama pribadi dan atau unit kerja yang ada pada setiap satuan kerja di UGM. Satuan kerja yang paling banyak memiliki rekening pribadi dinilai lebih “kotor” daripada rekening atas nama unit kerja. Rekening atas nama pribadi akan lebih susah untuk dikontrol aliran uang yang masuk dan keluar. Selain itu, dengan penggunaan rekening atas nama pribadi, dimungkinkan uang pribadi dan uang dari UGM, bisa tercampur. Penggunaan rekening pribadi tersebut sulit untuk dipertanggungjawabkan bila dibandingkan dengan rekening atas nama satuan kerja. Maka, kami menempatkan kepemilikan rekening atas nama pribadi sebagai lapisan primer penyaringan pengurutan, sedangkan yang mengatasnamakan satuan kerja sebagai lapisan sekunder.
Analisis serta pengurutan yang kami lakukan berhasil menemukan tiga satuan kerja paling kotor serta paling bersih. Pada level satuan kerja dan PS, di dapatkan satuan kerja yang paling bersih adalah Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4). Dengan satu rekening unit kerja dan nol rekening pribadi. Kedua ditempati oleh PS Keamanan & Perdamaian dengan dua rekening unit kerja dan nol rekening pribadi. Sedang yang ketiga ditempati oleh PS Jerman dengan total dua rekening terdiri dari dua rekening unit kerja dan nol rekening pribadi.
Sedangkan satuan kerja paling “kotor” adalah PS Bencana. Dengan rincian tiga pribadi dan enam rekening satuan kerja. Sedangkan peringkat terkotor kedua, di tempati oleh PS Asia Pasifik. Hampir sama dengan PS Bencana, secara keseluruhan PS ini memiliki delapan rekening. Dengan rincian dua rekening pribadi dan enam rekening satuan kerja. Serta terkotor terhakhir harus diserahkan pada PS Lingkungan Hidup dengan rincian dua rekening pribadi dan satu rekening satuan kerja.
Kemudian berlanjut dengan pengurutan fakultas. Fakultas yang dinilai paling “kotor” disematkan pada Fakultas Kedokteran Hewan. Dengan rincian 19 rekening pribadi dan nol rekening unit kerja. Urutan terkotor kedua diperoleh pada Fakultas Kedokteran Gigi dengan 17 rekening pribadi dan nol rekening unit kerja. Serta urutan terkotor ketiga harus dilekatkan pada Fakultas MIPA, dengan 16 rekening pribadi dan 10 rekening unit kerja.
Harus diapresiasi dan boleh sedikit bangga, peringkat fakultas dengan predikat terbersih ditempati oleh Fakultas Kehutanan. Dengan jumlah 6 rekening, terdiri dari 6 rekening unit kerja dan 0 rekening pribadi. Kedua, diduduki oleh Fakultas Peternakan dengan jumlah 8 rekening, dengan rincian 8 rekening unit kerja dan 0 rekening pribadi. Serta urutan ketiga ditempati oleh Fakultas Fisipol dengan jumlah rekening 14, terdiri dari 14 rekening satuan kerja dan 0 rekening pribadi.
Meski telah dilakukan pengurutan, bukan berarti satuan kerja yang bisa dikatakan paling “kotor,” secara faktualnya juga memang kotor. Bukan berarti tulisan ini bisa digunakan untuk menjustifikasi tindak korupsi satuan kerja. Ada banyak alasan serta variabel lain yang harus digunakan untuk mengatakan satuan kerja memang kotor. Bisa saja, satuan kerja yang menempati urutan buncit, hanya kesalahan administrasi semata. [Dias Prasongko]