Rabu(18/5) sore, perwakilan berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa(BEM KM), dan Forum Komunikasi (Forkom) UGM berkumpul di kafetaria Gelanggang Mahasiswa UGM. Mereka menghadiri acara diskusi tentang proyek sepeda biru yang diselenggarakan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UGM.Dalam acara bertajuk Obrolan Santai tersebut, hadir Imam Bustomi (pegiat KOPMA) dan Azhar (pegiat BEM KM) sebagai narasumber.
Proyek sepeda biru merupakan salah satu upaya pihak rektorat UGM untuk mewujudkan kawasan kampus educopolis. Sebelumnya pihak rektorat juga pernah mengeluarkan program serupa yang diberi nama sepeda hijau. Namun, beberapa masalah pengelolaan seperti sepeda yang hilang dan dijual oleh oknum-oknum tertentu membuat program ini tidak berjalan mulus. Akhirnya, pada 2011, pihak rektorat kembali membuat program serupa (baca: https://www.balairungpress.com/2011/04/sepeda-baru-di-kampus-biru-2/).
Dalam diskusi tersebut, dibahas beberapa kebijakan rektorat seputar proyek sepeda biru. Selain masalah titik-titik stasiun sepeda, hal yang cukup menyita perhatian adalah rencana pihak rektorat untuk menutup sebagian ruas jalan dan mempekerjakan mahasiswa sebagai penjaga stasiun sepeda.
Rencananya, guna mewujudkan kondisi lalu-lintas yang kondusif untuk bersepeda, beberapa ruas jalan di sekitar UGM akan ditutup. “Guna menghindari kecelakaan dalam penggunaan sepeda, rencananya pihak rektorat akan menutup ruas Jalan Kaliurang (Jakal) dan sekitarnya yang mengelilingi wilayah UGM,” tutur Atina, ketua Forkom UGM. Hal tersebut ditanggapi serius oleh peserta diskusi. Pasalnya, tindakan tersebut dapat menyebabkan kemacetan dan membuat warga dari Jakal yang ingin menuju Jalan Gejayan terpaksa mengambil jalan memutar.
Selain itu, rencana pihak rektorat untuk mempekerjakan mahasiswa sebagai penjaga shelterjuga mendapat perhatian. Menurut Bustomi, pihak rektorat berencana memberikan pekerjaan paruh waktu sebagai penjaga stasiun sepeda. Per jamnya mahasiswa akan dibayar empat ribu rupiah. Sehingga, dalam satu shift yang terdiri dari empat jam, mahasiswa bisa mendapat enam belas ribu rupiah. “Mungkin saja pihak rektorat ingin menanamkan jiwa enterpreneurkepada mahasiswa,” ujarnya. Selain itu, menurutnya, hal tersebut juga ditujukan untuk melibatkan mahasiswa dalam kebijakan kampus.
Hal tersebut dikritisi oleh Azhar. Menurutnya, rencana tersebut tidak bijak. Sangat naif apabila mahasiswa-mahasiswa cerdas yang berhasil diterima di UGM dipekerjakan sebagai penjaga stasiun sepeda. “Jiwa enterpreneur seperti apa yang ingin diajarkan dengan menjadi penjaga stasiun sepeda?” tandasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, rencana mempekerjakan mahasiswa sebagai penjaga stasiun sepeda perlu dipertanyakan. Mahasiswa yang diterima di UGM adalah mahasiswa cerdas, disayangkan jika hanya dilibatkan dalam urusan teknis. “Kan kasihan kalau jauh-jauh ke UGM dari kampung halaman hanya menjadi penjaga sepeda,” pungkasnya. [Ibnu]