Jumat (29/4) malam, Keluarga Mahasiswa Satra Indonesia (KMSI) UGM menyelenggarakan acara “Koin Sastra” untuk Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Dalam acara yang diselenggarakan diHall Teater Gadjah Mada Gelanggang Mahasiswa UGM tersebut, KMSI bekerja sama dengan mediasastra.com. KMSI mengundang Prof. Dr. Faruk S.U., Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Alwi Atma Ardhana, salah seorang aktivis sastra, sebagai pembicara.
Faruk memiliki pandangan tersendiri seputar permasalahan PDS HB Jassin. Menurutnya, acara “Koin Sastra” tidak efektif dan momental. “Kita suka sekali dengan event-event. Namun setelahevent itu selesai, tindakan kita juga selesai,” ujarnya. Ia menambahkan, seharusnya digitalisasi bisa menjadi solusi dalam permasalahan tersebut. “Sekarang zaman sudah maju, dengan digitalisasi masalah tersebut bisa diatasi,” gagasnya.
Wacana penutupan PDS HB Jassin karena minimnya dana dari pemerintah memang menuai reaksi keras dari pecinta sastra di Indonesia. Alokasi dana dari pemerintah untuk pemeliharaan PDS HB Jassin terus menurun dari tahun ke tahun.
Sebelumnya, PDS HB Jassin sempat memperoleh Rp 500 juta per tahun, kemudian turun menjadi Rp 300 juta. Tahun lalu, dana tersebut mengerucut lagi menjadi Rp 164 juta. Dan tahun ini, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No. SK IV 215 tertanggal 16 Februari 2011, PDS HB Jassin hanya memperoleh anggaran Rp 50 juta per tahun.
Kebijakan tersebut mendapat tanggapan dari masyarakat, khususnya pecinta sastra. Di berbagai kota, para pecinta sastra mengadakan acara penggalangan dana bertajuk “Koin Sastra”. Dengan diangkatnya permasalahan ini di media massa, permasalahan ini akhirnya bisa diselesaikan.
Menurut Alwi, wacana kekurangan dana yang dilontarkan pengurus PDS HB Jassin sebenarnya ditujukan untuk mendesak pemerintah agar mengalokasikan dana yang sesuai untuk perawatan. “Setelah diangkat ke media dan mendapat reaksi yang sangat positif dari masyarakat dengan penggalangan dana, permasalahan seputar dana sebenarnya sudah selesai,” ungkapnya.
Meskipun ada yang menganggap permasalahan dana sudah selesai, para penggalang koin sastra merasa masih perlu mengadakan acara tersebut. Walaupun dana yang terkumpul relatif kecil, yakni sebesar Rp 70.450, acara tersebut dipandang penting guna menunjukkan kepedulian terhadap masalah yang terjadi.
Retno Iswandari, mahasiswa Sastra Indonesia 2006 menuturkan, acara sejenis koin sastra akan lebih efektif jika diikuti dengan upaya-upaya jangka panjang. “Jika kegiatan ini diikuti dengan tindakan jangka panjang, diharapkan bisa menghasilkan hasil yang nyata,” tuturnya.[Ibnu]