Rabu (27/4) siang, Lembaga Kajian Opini Publik (LKOP) mengadakan diskusi media bertajuk “Menimbang Kepentingan Publik dalam Digitalisasi Penyiaran.” Bertempat di University Club UGM, LKOP mengundang Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, Dosen Ilmu Komunikasi UGM dan Ir. Anang Ahmad Latif, M.Sc., Kepala Sub Divisi Pengembangan Infrastruktur Kemenkominfo, selaku pembicara.
Di hadapan hadirin yang berasal dari kalangan jurnalis, Komisi Penyiaran Indonesia, aktivis LSM, dan mahasiswa, Anang menjanjikan revisi UU No. 32/2002 tentang Penyiaran tuntas akhir 2011. Imbasnya, dalam kurun 2012-2017, sistem penyiaran Indonesia akan mengalami masa transisi dari analog ke digital. “Semacam konversi minyak tanah ke gas, televisi analog akan dihilangkan setelah masyarakat memiliki set top box, perangkat yang dapat menangkap siaran televisi digital,” jelas Anang.
Sementara itu, Hermin menyangsikan kesanggupan masyarakat membeli set top box. Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIPOL UGM itu mengkhawatirkan kesenjangan informasi antara masyarakat yang mampu membeli set top box dan yang tidak. Terkait hal itu, Anang mengatakan adanya kemungkinan subsidi untuk masyarakat.
Sekalipun pengadaannya menimbulkan polemik, Anang menilai televisi digital lebih banyak keunggulannya. Konsumen dimanjakan dengan kualitas gambar dan suara yang lebih baik. Selain itu, pilihan programnya lebih banyak sehingga industri kreatif dapat berkembang. Daya energi yang digunakan pun sepersepuluh dari televisi analog. Infrastruktur dan biaya operasionalnya juga lebih efisien serta keterbatasan frekuensi radio dapat teratasi.
“Dengan sistem analog, jika tidak punya kanal maka tidak bisa siaran. Kalau digital, cukup bekerja sama dengan penyelenggara yang punya infrastruktur,” ujar Anang.
Daniel Damandolo, salah seorang peserta diskusi bertanya, “Ini memang solusi dari keterbatasan kanal. Namun, apakah pengaturannya transparan?”. Menurut Kepala Nusa TV cabang Yogyakarta itu, percuma saja televisi lokal bisa siaran dengan digital tetapi kontennya tetap tersentralisasi. Anang menjawab, setelah pasal-pasalnya keluar, pasti akan didiskusikan kepada publik. Pihaknya tengah mengupayakan agar televisi lokal berkesempatan memiliki infrastruktur sendiri.
Adapun tentang pelaksanaan digitalisasi penyiaran, Hermin mengingatkan kecenderungan kontrol dari aktor-aktor dominan. Indonesia mempunyai karakter khusus di mana teknologinya dipengaruhi ekonomi-politik. Ia menekankan kembali prioritas pertanggungjawaban kepada publik. “Saya berharap ini akan menjadi jalan untuk mengatasi permasalahan sistem siaran analog,” Hermin optimis. [Ay]