Jumat (11/3) siang, Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM bersama Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Yogyakarta menyelenggarakan Seminar Nation Building dan Gerakan Pemudadengan tema “Memperkokoh Pondasi Ideologis dan Reposisi Gerakan Mahasiswa dalam Menghadapi Tantangan Global”. Seminar yang bertempat di University Club ini menghadirkan tiga orang pembicara, yaitu Drs. Sindung Tjahyadi, M. Hum (Ketua PSP), Prof. Wuryadi, M.S. (Ketua Dewan Pendidikan DIY), dan Sudaryanto (alumnus Presidium GMNI).
Prof. Wuryadi mengawali diskusi dengan mengungkapkan minimnya kesadaran dan kemauan berbangsa para pemuda. Akibatnya, mereka hanya memahami, tanpa memberikan tindakan dan solusi nyata terhadap masalah berbangsa. “Pendidikan Pancasila di bangku-bangku sekolah hanya mengharuskan siswa untuk memahami, tetapi lupa menekankan pentingnya implementasi dalam kehidupan nyata,”keluh Prof. Wuryadi.
Hal itu disepakati Sindung Tjahyadi. ”Pendidikan pun tak luput menjadi ladang komersial bagi kapitalis,” ungkapnya. Menurutnya, solusi terbaik adalah dengan membangun kapasitas analisis sosial, seperti memperhatikan tren dan arah perubahan sosial. Meskipun demikian, upaya agar tak lepas dari jangkar historis harus tetap dijaga.
Sudaryanto mengamini pernyataan keduanya. Pancasila hanya “dunia bunyi-bunyian” yang nyaring diucapkan. Ironisnya, “dunia nyata” yang sering terjerumus dalam kapitalisme justru dilupakan. Sudaryanto memaparkan dua hal yang dapat mempengaruhi nasib kehidupan bangsa di masa depan. Pertama, tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap kebohongan rezim polyarchy electoralism. Kedua, transformasi geopolitik global sebagai akibat pergeseran pusat pertumbuhan dunia dari Atlantik ke Pasifik.
Para pembicara berharap agar seminar yang dilakukan tidak hanya menjadi pepesan kosong. Oleh karena itu, Sudaryanto menghimbau, “Dibutuhkan para revolusioner yang tidak hanya melahirkan revolusi semata, tetapi revolusioner, sehingga dapat melahirkan transformasi ke arah perubahan yang lebih baik”.
Sebagai penutup, moderator menyimpulkan hasil diskusi yang berlangsung selama lebih dari tiga jam ini. Pertama, masyarakat harus membangun kesadaran mengenai kondisi dan permasalahan yang terjadi. Kedua, masyarakat harus memahami kondisi zaman, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kancah internasional. Ketiga, masyarakat harus menyadari bahwa negara tidak hanya berasal dari unsur rakyat, pemerintah, dan lahan saja. Aspek geopolitik juga harus diperhatikan untuk membangun eksistensi negara di kancah internasional. [Alfan T.]