Selasa (15/3) Studio satu TVRI Jogja dipenuhi oleh puluhan mahasiswa dari FMIPA UGM dan Universitas Cokroaminoto (UNCOK). Mereka terlihat sangat antusias dalam mengikuti acara “Berani Bicara”, sebuah acara debat yang ditayangkan setiap hari rabu pukul 15.30 WIB.
Topik yang diperdebatkan oleh kedua kubu adalah “Bimbel Mendorong Mentalitas Instan”.FMIPA UGM mendapat jatah sebagai tim proposisi, sedangkan UNCOK berperan sebagai tim oposisi. Perwakilan UNCOK mengawali perdebatan dengan melontarkan pernyataan bahwa menjamurnya bimbel dewasa ini tak bisa disalahkan. “Bimbel muncul sebagai jawaban lemahnya sisterm pendidikan di Indonesia,” ujar Andri Kurniawan, mahasiswa UNCOK yang didaulat sebagai juru bicara.
Argumen tersebut disanggah oleh FMIPA UGM. “Bimbel itu ibarat termodinamika, bahwasanya terjadi pergeseran fungsi bimbel dari fungsi mendidik menjadi fungsi bisnis,“ papar Pandhuri Jayadi, juru bicara dari tim FMIPA UGM. Pandhuri juga menyatakan bahwa bimbel hanya memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa mencapai tujuan tertentu seperrti lulus UN dan SNMPTN. Untuk mencapai tujuan itu, bimbel cenderung mengesampingkan proses. Rumus-rumus cepat dan langkah-langkah praktis mengerjakan soal pun dijadikan jurus jitu. Hal ini menimbulkan mentalitas instan dan membuat siswa kurang memahami materi pelajaran.
Namun argumen Pandhuri dibantah oleh UNCOK. Menurut mereka, bila dilihat dari kacamata bisnis, hampir semua institusi pendidikan saat ini pun sudah berorientasi pada keuntungan. Bahkan institusi pendidikan formal yang berstatus negeri mulai dari SD sampai PT sedikit banyak sudah berorientasi pada keuntungan. Pihak UNCOK membantah secara tegas pernyataan Pandhuri tersebut. Mereka berpendapat bahwa bimbel juga membantu siswanya memahami materi secara mendalam.
Perdebatan tersebut kemudian ditengahi oleh Aulia Reza Bastian, Sekjen Dewan Pendidikan DIY yang kebetulan diundang sebagai pembicara. Ia memberikan tanggapan terhadap argumen dari kedua tim. “UNCOK cukup menguasai dan paham tentang sistem pendidikan nasional secara utuh dan fungsi bimbel, sedangkan UGM lebih kritis dan melihat pada praktek di lapangan,” paparnya.
Aulia memberikan penilaian terhadap penampilan masing-masing tim. Menurutnya, dari sistem penyajian argumen, UNCOK lebih unggul. Hal ini diamini oleh Hafiz, salah seorang tim debat dari FMIPA. Hafis mengakui bahwa memang tim UGM sendiri kurang persiapan. Bahkan Arnodya, anggota tim FMIPA lainnya baru tahu tentang program debat ini kemarin sore. Namun kedua pernyataan tersebut bertentangan dengan keterangan Wahyudi, Produser program tersebut. “Surat undangan sudah dikirimkan ke pihak dekanat pada tanggal 7 Maret 2011,” tegasnya. [Ayu, Ibnu]