Bom bali satu telah delapan tahun berlalu. Beberapa pelakunya pun telah dieksekusi mati. Sejak serangan teror itulah konsep jihad dalam Al Qur’an menjadi kontroversial di Indonesia. Banyak anggapan jihad adalah kekerasan dan teror, padahal tidak selamanya seperti itu. “Jihad itu konsep perjuangan membela agama Tuhan yang seharusnya dilakukan dengan cara-cara humanis,” ungkap Daniel Rudi Haryanto, sutradara Prison and Paradise pada diskusi film di Fakultas Hukum UII, Rabu (10/11) malam. Diskusi ini merupakan rangkaian acara Keadilan Fair yang diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Keadilan.
Prison and Paradise adalah film dokumenter berisi wawancara terhadap Imam Samudra, Ali Ghufron, Amrozi dan Mubarok sebagai pelaku. Narasumber lainnya adalah Qonita, Asma Azzahra, dan Azzah Rohidah sebagai anak pelaku serta keluarga Imam Sardjono, salah satu korban meninggal. Selain itu jurnalis The Washington Post Noor Huda Ismail—teman Mubarok sewaktu di Pondok Al Mukmin, Solo—menjadi narasumber yang antitesis dengan pernyataan para pelaku.
Pesan yang ingin disampaikan film ini yaitu korban sesungguhnhya dari tindakan terorisme adalah keluarga korban dan pelakunya sendiri. “Para mujahid nggak bisa membedakan surga dan penjara. Penjara adalah surga bagi mereka, sedangkan surga yang mereka harapkan menjadi penjara bagi keluarga korban dan keluarga mereka sendiri,” ujar Rudi. Oleh karena itu, hemat Rudi, pemahaman konsep jihad harus diluruskan. Untuk itu, masyarakat harus mengkaji Al Qur’an secara kontekstual agar tidak terjebak dalam perspektif yang sempit tentang jihad.
Prison and Paradise dibuat untuk menghilangkan stigmatisasi negatif terhadap konsep jihad. “Sebenarnya mereka orang baik yang ingin menegakkan amar makruf nahi munkar. Tapi perjuangan mereka jauh menyimpang dari ajaran Islam sendiri yang sangat humanis,” tutur Rudi. Sang sutradara sengaja menghabiskan waktu selama tujuh tahun dalam proses pembuatannya. “Kami menunggu saat anak-anak mereka (pelaku dan korban-red) tumbuh besar dan mulai sekolah,” tukas Rudi. Dengan demikian, anak-anak tersebut bisa merasakan dampak sebagai korban sesungguhnya dari aksi pemboman.
Berbagai prestasi telah diraih film ini. Pada taraf lokal, Prison and Paradise telah meraih juara Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Pada taraf internasional, film tersebut berhasil lolos ke Dubai International Film Festival 2010. Selain itu, film ini juga pernah diputar pada festival film di India. Sayangnya, film ini tidak dipublikasikan secara umum. Pemuatarannya hanya pada diskusi-diskusi tertentu yang biasanya diadakan oleh kalangan akademis. “Takut terjadi ideologisasi radikal bagi yang memahami filmnya sepotong-sepotong,” tandas Rudi. [Didik]