Sejak didirikan beberapa hari setelah erupsi Merapi, Gelanggang Emergency Response (GER) UGM membuka pendaftaran relawan.Terdapat beberapa pos yang masih membutuhkan tambahan tenaga, baik di Gelanggang Mahasiswa maupun Pusat Kebudayaan. Pos relawan ini meliputi pos logistik (bagian penerimaan bantuan dan gudang), dapur umum, medis, pemasok bantuan antar barak, pendamping pengungsi, kebersihan barak, keamanan barak, infrastruktur, transportasi, pendataan relawan, dan pendataan pengungsi. Pada Jumat (5/11), Putri, anggota GER bagian pendataan relawan di gelanggang, menuturkan, jumlah pendaftar terus bertambah. Namun, ia mengaku masih membutuhkan anggota, terutama untuk bersiaga pada jam-jam tertentu. “Yang daftar itu banyak, tapi kepastian bisa stand by belum tentu. Ini aja mereka masih saya hubungi lagi,” katanya sambil menggenggam ponsel.
Berdasar info dari bagian pendataan relawan, terdapat tiga waktu gilir (shift), yaitu shift I (pukul 07.00 –15.00), shift II (15.00–23.00), dan shift III (23.00–07.00). Seorang anggota pendata relawan di gelanggang menyebutkan, saat ini jumlah tenaga pada shift III sangat kurang. Adapun posko pengungsi di Pusat Kebudayaan juga membutuhkan tambahan relawan. Di sini, ada 390 orang pengungsi, antara lain terdiri atas 38 balita, 40 orang lansia, dan ratusan orang dewasa. Mengingat jumlah pengungsi yang lebih besar, bantuan bagi pengungsi butuh pengelolaan secara sigap. Tak hanya logistik, salah satu bagian yang juga dibutuhkan di posko ini adalah koordinator keamanan parkir. Meski bersifat fleksibel, kata seorang relawan, peran petugas penjaga parkir sangat dibutuhkan. Kondisi halaman parkir yang gelap pada malam hari merupakan salah satu alasannya.
Selain itu, relawan yang bertugas pada bagian trauma healing bagi pengungsi pun diperlukan. Menurut seorang petugas pendata relawan di Pusat Kebudayaan, Taufik, divisi trauma healingbertugas mengurangi tingkat kecemasan para pengungsi. “Supaya bisa menghilangkan trauma, juga mengajak anak-anak dan pengungsi agar tidak tegang,” kata lelaki yang masih duduk di bangku salah satu sekolah menengah kejuruan di Yogyakarta ini. Ia menjelaskan, hingga Jumat petang, tercatat baru ada dua kelompok masyarakat yang terspesifikasi sebagai relawantrauma healing. Beberapa bentuk pemulihan mental yang bisa dilakukan antara lain, pengajian, doa bersama, dan musikalisasi doa atau puisi. [Rony]