Pakde kelelahan, seharian mendorong gerobak mainan yang isinya tak kunjung laku. Di tengah rasa lelah, pakde merebahkan badannya, lalu melamun.
©Ali.bal
Enam orang anak tiba-tiba datang mengerumuni gerobak mainan pakde. Jaring panjang diambil, raket pun direbut. “Main bulu tangkis!” keenam anak membagi posisi: dua orang membentang jaring, empat lainnya mengisi kedua sisi yang kosong. Tawa tak kunjung lepas dari mereka. Pakde yang terkejut gerobak mainannya dijarah, marah-marah. “Masukkan!” bentak pakde sambil menuding gerobaknya. Jaring dan raket dikembalikan. Keceriaan tak kunjung padam. Anak-anak berganti permainan. “Kita bisa main yang lebih seru!” mereka lantas membentuk lingkaran, saling memegang tangan sambil bernyanyi. Do-mi-ka-do mulai dimainkan. Berbagai tingkah dan perkataan lucu khas anak-anak mengundang gelak tawa. Keceriaan terus berlanjut seiring dengan permainan tradisional lainnya yang sudah mulai dilupakan: petak umpet, cing ciripit, dan ular naga panjangnya. Pakde yang menyaksikan keceriaan itu pun tak rela hanya jadi penonton, ia minta ikut serta. “Bangun!!!” teriakan bude membuyarkan semua petualangan dalam mimpi pakde. Tawa riang anak-anak serta merta hilang. “Ada tamu,” ucap bude. Pakde pun beranjak menemui pengganggu tidurnya. Disalaminya pria berperawakan jangkung dengan helm proyek dikepalanya. “Kontraktor,” bisik bude. Seorang kontraktor menginginkan pembebasan tanah milik pakde. Tanah lapangan bulu tangkis di belakang rumah pakde yang biasa dijadikan tempat bermain anak-anak. “Akan kita bikin arena bermain modern untuk anak-anak,” tegas sang kontraktor. Bude mendesak jawaban “ya”, pakde menurut saja. Lapangan tempat bermain anak-anak berganti permainan modern berbagai wahana. Ular naga panjangnya, petak umpet, do-mi-ka-do, dan permainan seru lainnya berganti dengan roller coster dan sebagainya. Begitulah cuplikan cerita dari pertunjukan Teater Gajah Mada (TGM) yang bertajuk “Dolanan Anak”, Minggu (10/4). Pertunjukkan ini mengangkat permainan tradisional anak-anak. “Kita ingin mengangkat dolanan anak tradisional yang sudah mulai dilupakan,” papar Adi Rahmadi, ketua TGM. Selanjutnya, Adi menjelaskan, permainan tradisional anak-anak sebenarnya mengandung nilai-nilai yang dapat kita pelajari. Dalam permainan tradisional, anak-anak diajarkan cara berinteraksi secara langsung dengan teman-temannya. Tanpa disadari, kemampuan anak-anak dalam bersosialisasi terus diasah dalam berbagai permainan tradisional. Namun seiring perkembangan zaman, permainan tradisional pun mulai dilupakan. “Sekarang permainan modern sudah mulai menggantikan permainan tradisional, anak-anak lebih banyak berinteraksi dengan teknologi daripada sesamanya,” tuturnya. Pertunjukan tersebut mendapatkan apresiasi yang bagus dari penonton. Hal ini terlihat dari semarak tawa dan riuh tepuk tangan puluhan penonton yang hadir pada malam itu. “Semua pemainnya menunjukkan totalitas, pertunjukannya keren, terutama semua adegan yang menampilkan permainan tradisional,” puji Abdul Hafiz, mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM angkatan 2008 yang menonton di baris pertama. Pertunjukan yang digelar di Hall Gelanggang Mahasiswa ini merupakan gladi bersih sebelum mereka mementaskannya dalam Festamasio (Festival Teater Mahasiswa Nasional) V pada 18-24 april 2011 di Palembang, Sumatra Selatan. Dalam festival yang digelar dua tahun sekali itu, TGM yang menjadi wakil dari Yogyakarta menargetkan untuk menjadi juara umum. TGM berharap bisa mengulangi prestasinya pada Festamasio 2003 di Makasar sebagai juara umum dengan menyabet tujuh dari delapan kategori yang dilombakan. “Untuk target, pasti kita ingin yang terbaik,” tegas Adi. [Ibnu]