Pemilihan calon rektor makin mendekati titik akhir. Mahasiswa bergerak mengawal dengan caranya masing-masing. Beda tuntutan, beberapa gerakan belum satukan pandangan.
Pemilihan Rektor (Pilrek) UGM 2012-2017 telah memasuki tahap seleksi tiga besar. Mewarnai proses pemilihan, mahasiswa pun bergerak mengawalnya. Pengawalan tersebut diinisiasi oleh berbagai elemen pergerakan mahasiswa, mulai dari gerakan setingkat universitas, fakultas, hingga gabungan mahasiswa. Cara yang mereka lakukan untuk menyampaikan aspirasi pun beragam. Ada yang langsung turun ke jalan, namun ada pula yang tidak.
Dewan Mahasiswa (DEMA) Justicia Fakultas Hukum adalah salah satu contoh gerakan yang tidak mengadakan demonstrasi. Mereka memilih bertindak dengan cara menyerahkan surat rekomendasi kepada anggota MWA. Surat tersebut meminta MWA memilih rektor yang mampu memimpin secara transparan, intensif dalam membuka ruang diskusi, dan dapat menyelesaikan masalah pemasangan portal di kampus. Mereka juga meminta MWA memilih rektor yang mampu menuntaskan permasalahan Sekolah Vokasi, mengusut temuan BPK, menyelesaikan permasalahan biaya SPMA, serta menerapkan birokrasi yang singkat dan tidak berbelit. âJangan sampai kesalahan pada kepemimpinan Sudjarwadi terulang lagi nanti,â terang Muhammad Gibran Sesunan, Ketua DEMA Justicia.
Langkah serupa juga ditempuh oleh BEM KM dengan cara menghimpun seluruh perwakilan BEM di UGM. Mereka merumuskan â8 Cita untuk UGMâ yang isinya mendesak rektor terpilih untuk transparan, melakukan evaluasi kurikulum, menerapkan mata kuliah anti korupsi, dan mengagendakan public hearing. Selain itu, mereka juga menuntut agar rektor terpilih nanti   mempermudah akses pelayanan kemahasiswaan, meninjau ulang penetapan SPMA, melakukan pemerataan akses pendidikan, dan mewujudkan Good University Governance. Aspirasi tersebut kemudian diserahkan secara simbolis kepada perwakilan MWA. âKarena MWA yang nantinya akan memilih rektor,â ujar Neil Leonardo Aiwoy, Menteri Advokasi BEM KM.
Aksi berbeda dilakukan oleh Gerakan Aliansi Peduli UGM (GARPU) pada Selasa (13/03) lalu. Gerakan mahasiswa ini langsung turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi dalam bentuk demonstrasi. Ini dilakukan terkait dugaan mereka mengenai kecurangan yang terjadi dalam tubuh Majelis Wali Amanat (MWA), dan berujung pada tuntutan untuk merombak kepengurusan MWA dan Panitia Ad Hoc (PAH). âKami berpendapat bahwa MWA dan PAH harus dikomposisi ulang,â ujar Pandhuri Jayadi, koordinator GARPU.
Lain halnya dengan GARPU, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan justru memilih untuk menggelar diskusi terkait Pilrek, yang dihadiri anggota MWA. Diskusi tingkat fakultas itu diadakan guna mensosialisasikan mekanisme dan alasan pemunduran jadwal Pilrek. âBanyak mahasiswa yang tidak tahu teknis Pilrek, selain itu kami kurang puas dengan alasan pemunduran jadwal,â jelas Naily Luthfiyasari Yunita, Kepala Advokasi BEM Fakultas Peternakan. Ia juga menambahkan bahwa aksi ini digelar secara mandiri karena mereka menilai BEM KM terlalu pasif dalam menghadapi isu sebesar Pilrek. âDari BEM KM terlambat memulai, maka kami bergerak sendiri saja,â ujarnya.
BEM KM sendiri sebenarnya telah merencanakan debat terbuka dengan tiga calon rektor terpilih hari ini, Rabu (21/3) untuk mengawal Pilrek. Dalam acara itu akan diajukan kontrak politik yang berisi suara dari civitas academica UGM. âSiapapun yang terpilih nantinya harus mau dan berani menjalankan itu,â papar Neil.
Sejauh ini, gerakan-gerakan mahasiswa tersebut memang melakukan aksi dan tuntutan yang berbeda akan Pilrek. Di satu sisi, BEM KM dan beberapa BEM fakultas memberikan kepercayaan pada MWA untuk memilih rektor. Di sisi lain, GARPU justru menginginkan turunnya ketua MWA dan PAH. âKita tidak bisa pungkiri bahwa kita mengalami dualisme,â jelas Neil.
Meskipun ada perbedaan, Pandhu berpendapat bahwa pada dasarnya pergerakan mahasiswa bertujuan untuk menyampaikan aspirasi terkait pemilihan rektor. Hanya saja, mereka belum pernah berdiskusi sehingga muncul berbagai aksi yang berbeda. âIde dan tujuan kita itu sebenarnya sama, saya yakin itu,â ujarnya. Senada dengan Pandhu, Neil menganggap bahwa dengan membahas Pilrek bersama, pergerakan mahasiswa seharusnya dapat menyatukan pandangan. âAda baiknya kita punya rapat rutin yang diikuti oleh semua gerakan, tidak hanya anggota BEM,â pungkasnya. [Azis Rahmat Pratama, Shiane Anita Syarif, Yuliana Ratnasari]