Kamis (29/3) sore, Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (LEM FKT) mengadakan diskusi bertajuk I Green Discussion di aula FKT. Acara ini menghadirkan Pemateri diskusi Dr. Ir. Ambar Kusumandari, dosen Fakultas Kehutanan, dan Rizky Tri Septian, sutradara film “Biru”. Diskusi ini sebagai bentuk refleksi Hari Kehutanan pada tanggal 21 Maret dan Hari Air Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 Maret lalu.
Membuka diskusi, Ambar mengungkapkan bahwa bumi sedang mengalami krisis air yang sangat mengkhawatirkan. Walaupun sebagian besar permukaan bumi diselimuti air, hanya beberapa persen saja yang layak untuk dikonsumsi manusia. Ini menjadi masalah karena manusia tidak dapat hidup tanpa air. “Krisis ini terjadi di semua daerah. Di Yogya saja 75 persen air sudah tercemar bakteri e-coli yang membahayakan bagi kesehatan,” ujarnya.
Ambar menjelaskan, krisis air dan kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia disebabkan olehpenggundulan hutan yang semakin marak dan global warming. Pemanasan global membuat hutan terbakar yang nantinya mengubah lahan menjadi gambut. Selain itu perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan perkebunan, wisata, dan pemukiman penduduk turut memperparah kondisi lingkungan. “Air hujan yang seharusnya tertahan di daun dan ranting dulu sebelum jatuh ke tanah—fungsinya mulai berkurang karena penggundulan hutan. Air mengikis lapisan tanah sehingga terjadi erosi,” tambah Ambar.
Atas dasar permasalahan air yang semakin parah itulah, pada tanggal 22 Desember 1992, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berinisiatif menentukan tanggal untuk memperingati hari air sedunia melalui sidang umum ke-47. Sejak saat itu, tercatat Hari Kehutanan dan Air Sedunia telah diperingati selama dua puluh tahun. Tiap tahunnya, pihak PBB selalu mengangkat tema berbeda. Pada tahun ini tema yang diangkat adalah water and food security. “Peringatan Hari Air Sedunia dilakukan sebagai upaya menarik perhatian publik dan menyadarkan tentang pentingnya air bersih, juga pentingnya mengelola sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan,” jelasnya.
Dalam acara tersebut dilakukan juga pemutaran film dokumenter yang berjudul “Biru”. Filmdokumenter ini mengangkat isu krisis air yang terjadi di Gunung Kidul. Rizky mengungkapkan, di daerah Gunung Kidul, air menjadi barang yang langka bagi masyarakat. Di daerah Bribin, misalnya, masyarakat memanfaatkan sungai bawah tanah yang kedalamannya mencapai lima belas meter guna memperoleh air bersih. “Sungai bawah tanah itu dihubungkan pipa kemudian didistribusikan kepada masyarakat,” ungkap Rizky.
Hal ini terjadi karena tekstur tanah yang ada di daerah tersebut tidak mendukung untuk membuat genangan air. Dia menjelaskan, Gunung Kidul merupakan daerah yang terbentuk karena dasar laut yang meninggi sehingga komposisi tanahnya banyak tersusun atas kapur. “Karena itu, hujan yang turun tidak dapat ditahan oleh tanah karena tanah kapur memiliki pori-pori yang membuat air langsung masuk ke dalam tanah. Pori-pori tersebutlah yang nantinya akan membentuk sungai bawah tanah,” jelas Ambar menambahkan penuturan Rizky.
Di akhir acara, Ambar mengingatkan kepada peserta, air dan hutan adalah warisan yang dititipkan kepada generasai masa kini. Dengan munculnya beragam masalah tersebut, tantangan dari ke hari semakin besar. Manusia wajib meningkatkan kesadarannya untuk menghargai bumi. Menjaga dan melestarikannya demi kehidupan generasi yang akan datang adalah tugas masyarakat, terutama mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa. “Jika kalian mengambil, maka wajib untuk mengembalikan. Begitu juga sikap kita dengan alam,” pungkas Ambar. [Khairul Arifin]