Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain. Pramoedya Ananta Toer
Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri telah dilakukan oleh pemerintah sejak Pelita I, menjelang tahun 1970-an. Kebijakan tersebut ditempuh atas dua pertimbangan. Pertama semakin kompleksnya masalah penduduk beserta implikasinya seperti pengangguran. Kedua, kesempatan kerja di luar negeri yang cukup luas.
Proses pengiriman tenaga kerja ke luar negeri tidak hanya ditangani oleh pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pihak – pihak swasta juga ikut andil. Tidak sedikit pula Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang berangkat ke luar negeri secara ilegal hanya dengan paspor wisata. Hal tersebut menyebabkan banyak terjadi penyimpangan di tempat kerja. Mereka sering mengalami tindak kekerasan, pembayaran gaji yang terlambat hingga pelecehan seksual. Kehidupan TKW Indonesia di luar negeri ini menginspirasi banyak orang untuk menciptakan karya berupa lagu, puisi, cerpen bahkan film.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Sujadmi dari Program Pascasarjana Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada membuat sebuah tesis berjudul “Analisis Wacana Kritis Film Minggu Pagi di Victoria Park”. Film ini menceritakan kehidupan TKW di Hongkong, dari kacamata kakak – beradik bernama Mayang dan Sekar. Victoria Park sendiri adalah tempat berkumpulnya para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Hongkong setiap hari minggu pagi. Film yang dirilis pada bulan Juni 2010 ini telah memperoleh beberapa penghargaan. Pada tahun 2010, film yang disutradarai Lola Amaria ini memperoleh dua penghargaan. Penghargaan tersebut ialah Penyunting Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) serta Best Director Jakarta International Film Festival (JIFFEST). Tahun berikutnya dua penghargaan kembali diraih, yakni Pendatang Baru Favorit dan Pendatang Baru Wanita Terbaik Indonesian Movie Award (IMA) serta Pemeran Pembantu Wanita Terpuji Festival Film Bandung.
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan mengkritisi wacana pahlawan devisa serta peran negara, keluarga, dan media dalam mengkonstruksi peran TKW melalui film Minggu Pagi di Victoria Park. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode Critical discource Analysis (CDA) atau analisis wacana kritis. Metode ini melihat realitas media—dalam hal ini film—sebagai realitas semu yang terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial -budaya dan ekonomi politik. Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data – data primer didapat dari film Minggu Pagi di Victoria Park. Sementara data sekunder diperoleh dari pengumpulan data dan informasi berupa artikel, tulisan buku, dan jurnal yang relevan. Data – data tersebut dikumpulkan menggunakan teknik analisis tayang, studi pustaka serta dokumentasi kemudian diolah menggunakan kerangka kerja dari Fairclough. Kerangka kerja tersebut berupa wacana kritis dengan menggunakan model analisis tiga dimensi yakni teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosial.
Dalam film ini sutradara menitikberatkan permasalahan internal yang dihadapi TKW di negara tempat mereka bekerja. Permasalahan tersebut mulai dari gaji yang terlambat dibayar, kebutuhan TKW yang tinggi, utang yang melilit dan keluarga yang terus meminta kiriman uang. Permasalahan tersebut sangat berbeda dengan kasus yang selama ini marak di media, yakni kekerasan terhadap TKW.
Seperti hasil penelitian yang didapat oleh penulis, konstruksi pahlawan devisa dipengaruhi tiga faktor utama yakni media, negara, dan keluarga. Dalam mengkonstruksikan wacana, media menjadi lebih “berbunyi” dengan menggambarkan TKW sebagai sesosok pahlawan. Hal tersebut terlihat pada scene – scene film. Kedua adalah negara sebagai aktor sentral dalam melegitimasi sebuah wacana termasuk wacana pahlawan devisa. Ketiga adalah kondisi keluarga yang memberikan andil dalam pemeliharaan wacana sosok kepahlawanan bagi TKW. Hal ini tersirat dalam film ini. Tokoh utamanya, Mayang dan Sekar berasal dari Jawa Timur, daerah yang paling banyak mengirim tenaga kerja ke luar negeri. Mereka bekerja di luar negeri untuk memperjuangkan kehidupan keluarga. Hal itu terjadi karena adanya stigma bahwa bekerja di luar negeri menjanjikan gaji yang tinggi. Dengan demikian, faktor utama yang membuat banyak orang memilih menjadi TKW adalah keluarga.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi khasanah ilmu sosial khususnya bidang kewacanaan. Penelitian ini dapat menjadi bahan pembanding tentang media dan produksi wacana khususnya film. Selain itu penulis berharap dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang wacana pahlawan devisa terkait tenaga kerja Indonesia serta menjadi kritik bagi pengambil kebijakan. Bagi anak muda pegiat film, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam membuat karya yang memiliki kontribusi untuk perubahan.
Dalam penelitian ini, penulis kurang memberi penjelasan detail tentang wacana “pahlawan devisa”. Wacana tersebut selalu muncul dan sering dibahas namun tidak diperjelas di awal. Dalam penelitian, penulis sebaiknya tidak mencantumkan ‘untuk mengetahui’ sebagai tujuan. Sebab tanpa melakukan pun kita dapat mengetahui sesuatu. Akan lebih baik lagi jika kata ‘mengetahui’ diganti dengan mendeskripsikan atau memaparkan sesuatu. Kemudian terdapat beberapa kesalahan penulisan yang mengurangi kenyamanan saat membaca. Misalnya susunan huruf yang salah dan beberapa kata dalam bahasa asing tidak dicetak miring. Selain itu penulis tidak memperhatikan pengaturan gramatikal. Beberapa kata dalam bahasa Indonesia yang mirip dengan bahasa Inggris akhirnya tersesuaikan otomatis ke dalam bahasa Inggris. [Ayu Diah Cempaka, Zamzamiyah]