Sudah dua tahun lebih UGM menerapkan mekanisme SNMPTN sepenuhnya untuk penerimaan mahasiswa baru. Sebelumnya, UGM pernah menyelenggarakan seleksi secara mandiri, namun kini semua jalur penerimaan hanya melalui SNMPTN. Seleksi ini berada di bawah otoritas Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Sementara sebagai pelaksana lapangan, dibentuk panitia khusus SNMPTN yang diinisiasi oleh forum rektor se-Indonesia.
Menurut Retno Sunarni Ningsih Sudibyo selaku Wakil Rektor Senior UGM Bidang Pendidikan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, setiap PTN berhak menentukan jalur penerimaannya masing-masing. Meski begitu, diwajibkan minimal 60% mahasiswa baru masuk melalui SNMPTN, selain itu dapat masuk melalui jalur ujian mandiri. “UGM memutuskan tidak menyelenggarakan ujian mandiri karena ujian mandiri hanya boleh dilakukan setelah SNMPTN,” ujar Retno “Diperkirakan yang tersisa setelah SNMPTN tinggal calon mahasiswa yang tersingkir dari SNMPTN, sehingga dirasa percuma,” tambahnya.
Penerimaan maba melalui SNMPTN terbagi menjadi dua jalur: Tertulis dan Undangan. Jalur Tertulis melalui tahapan tes soal tertulis, yang dilaksanakan setelah seleksi Jalur Undangan usai. Sementara di Jalur Undangan, calon mahasiswa harus mengirimkan nilai rapor SMA dan bukti prestasi yang pernah diraih.
Menurut Retno, proporsi antara mahasiswa baru yang diterima melalui jalur Undangan dan Tertulis tahun ini akan dibuat seimbang. Namun hasil yang dicapai mahasiswa dari kedua jalur tersebut selama kuliah, seperti Indeks Prestasi, akan dievaluasi untuk menentukan proporsi yang akan datang. “Terbuka kemungkinan, proporsi penerimaan di setiap jurusan pada tahun-tahun mendatang, berbeda satu sama lain,” paparnya.
Pernyataan Retno kontradiktif dengan keterangan yang tertera di situs www.um.ugm.ac.id. Di laman ini dijelaskan bahwa kedua jalur masuk memiliki proporsi yang tidak seimbang. Seperti misalnya jurusan Akuntansi yang menerima 102 mahasiswa dari jalur undangan dan 68 mahasiswa dari jalur tertulis. Hal serupa dapat ditemui di jurusan Farmasi yang menerima 160 mahasiswa dari jalur undangan dan 60 mahasiswa dari jalur tertulis. Kendati demikian, ada pula jurusan yang menyeimbangkan kedua jalur, seperti jurusan Kehutanan yang menyiapkan 125 kursi untuk masing-masing jalur undangan dan jalur tertulis. Hal ini diamini oleh Sri Haryanti, selaku Kepala Seksi Penerimaan dan Pemasaran Direktorat Administrasi Akademik (DAA) UGM. “Tiap prodi sudah menentukan proporsi antara jalur undangan dan tertulis, itu keputusan mereka,” ujarnya.
Retno menerangkan, dalam SNMPTN Undangan setiap PTN diberikan otoritas untuk menentukan sekolah mana yang akan diundang. Calon mahasiswa yang mengikuti SNMPTN undangan harus mendaftarkan dirinya beserta rekomendasi dari sekolahnya ke panitia SNMPTN pusat. Setelah itu, panitia pusat akan menyerahkan kembali data pendaftar ke masing-masing PTN untuk diseleksi. Hasil seleksi akan dikembalikan ke panitia pusat untuk kemudian diumumkan.
Dalam menyeleksi peserta SNMPTN undangan, Retno mengatakan, UGM memiliki formula tersendiri. UGM mempertimbangkan ranking siswa, prestasi atau kejuaraan yang pernah diraih, akreditasi sekolah, dan rapor sekolah terhadap UGM. Rapor Sekolah terhadap UGM adalah riwayat sekolah tertentu dalam hal mengirimkan alumninya untuk kuliah di UGM, serta pencapaian alumni tersebut di UGM. Sebuah sekolah akan makin diperhitungkan untuk siswanya diterima bila banyak alumni sekolah tersebut pernah diterima di UGM, dengan riwayat prestasi yang baik saat mereka menempuh kuliah. “Rumusan ini digunakan agar UGM tidak mudah terkecoh dengan manipulasi nilai dari sekolah,” ungkap Retno. Sementara pada SNMPTN tertulis, UGM hanya berperan sebagai pemasok soal. Seleksi jalur tertulis dari mulai penyusunan soal, pendaftaran, hingga pelaksanaan tetap dilakukan oleh panitia SNMPTN.
Mekanisme SNMPTN yang sekarang dinilai negatif oleh Retno. Pasalnya, sistem SNMPTN telah mengurangi keleluasaan UGM dalam menerima mahasiswa baru, UGM tak bisa menyeleksi calon mahasiswa barunya sendiri melalui ujian mandiri. “Padahal, dalam soal ujian tersebut, kita sudah memasukkan tes bakat skolastik yang bisa mengukur bakat siswa,” keluhnya.[Hamzah Zhafiri Dicky, Khalimatu Nisa]